11. Rumah Depok

41 7 2
                                    

"Kamu kapan mau liat rumah Depok?"

Pertanyaan ini muncul di meja makan tepat sebelum aku memasukan satu suap nasi yang sudah siap di sendok ku. Lagi makan malam gini, Lagi-lagi isu aku tinggal sendiri dilontarkan oleh Ayah. Eh bukan tinggal sendiri sih, kalo kata ayah aku boleh tinggal disini aja kalau aku gak mau tinggalin tempat yang ayah tawarkan. Tempat itu bisa di sewakan atau apa lah biar aku tetep punya penghasilan tambahan tiap bulan.

Ayah dan Bunda emang mengajari kami untuk investasi dan menabung. Kaya saham, tanah, emas, gitu-gitu deh. Udah biasa mereka bicarakan secara terbuka setelah kami SMA. Jadi kadang uang saku tambahan, uang lebaran, uang yang Ayah dan Bunda kasih ke kami mereka tawarkan dulu mau di ambil berapa dan berapa yang mau di tabung. Kemudian mereka akan bicarakan pro kontra-nya jika di tabung di saham atau emas. Kalau tanah dan bangunan, itu sih, kalau tabungan saham atau emas kami udah kebanyakan, baru mereka nawarin tanah atau bangunan.

Oke balik lagi ke masalah rumah Depok. Aku tetep belum setuju untuk mengambil alih rumah itu. Menimbang mungkin, suatu saat nanti aku mau tinggal di tempat lain. Kembali ke Jogja mungkin? Atau Bandung? Aku gak tau juga sih mau tinggal dimana kalau sudah lulus kuliah spesialis ini. Kerjaan aja gak punya. Beda lagi kalau aku punya kerjaan disini, pasti aku bakal milih rumah Depok itu untuk aku tinggali selamanya.

Rumah ini memang diberikan sebagai 'jatah' dari Ayah dan Bunda untuk kami. Hm, kalau ngomongnya gini jadi sedih. Aku gak siap mereka tua dan tau-tau gak ada, mereka kan manusia juga ya, pasti ada saatnya meninggal. Dan pembahasan tentang rumah jatah begini membuat aku jadi sering gloomy kalau ingat Ayah dan Bunda memberikan kami tempat tinggal sebagai persiapan hidup tanpa mereka kelak.

"Kenapa? Teteh masih sibuk aja kuliahnya?"

Kalau ini, hmm... Jangan di tanya. Namanya juga kuliah spesialis. Tambah pusing dan ada-ada aja deh ilmunya. Aku kadang sampai nyesel kenapa aku langsung kuliah spesialis. Tau gitu, aku skip dulu aja, kerja yang lama. Atau gak usah sok spesialis aja sekalian. Pusing. Ditunggu gak sibuknya juga gak bakal gak sibuk. Namanya mahasiswa.

"Mau liat sih, Yah.. Tapi emang harus sekarang-sekarang ya?"

"Iya, mumpung Ayah gak ke Bandung nih, dua mingguan ini. Irgi doang yang bolak-balik cek bangunan, ya Gi ya?" Kata Ayah sambil menaik turunkan alisnya. Duh Pak Bumi, emang paling bisa godain anaknya.

Irgi hanya melirik lalu menunjukan wajah datarnya, tidak berminat.

Kasihan juga sih Irgi sebenarnya, bolak-balik mulu ngurusin proyek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasihan juga sih Irgi sebenarnya, bolak-balik mulu ngurusin proyek. Mana katanya dia harus ngurus yang bukan urusan dia lagi, ngurusin masalah teknis. Katanya itu bukan urusan arsitek tapi urusan anak teknik sipil. Jangan tanya aku ya, perbedaan tugas arsitek sama teknik sipil aja aku gak tau! Bukannya mirip-mirip ya?

"Besok bisa sih Yah, kan minggu." Jawabku.

"Gak jadi konser emang?" Ini Dara.

Aku baru inget aku mau konser sama Dara dan Pacarnya! Biasa lah kalau perginya sama Dara konser gak jauh-jauh dari per Korean Pop kesukaan kami.

BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang