Gelap.
Matanya yang membiru dan bengkak hampir tidak bisa melihat apa-apa, kecuali klau dari kemerlap lampu warna-warni yang biasanya memang menjadi penghias tempat seperti ini. Irama musik elektronik menghentak kasar bersama suara gaduh manusia di dalamnya, membuat suara dengung panjang di telinganya bertambah nyaring. Berisik, membuat sakit kepala dan pening makin terasa menyiksa. Jangan tanyakan bagaimana keadaan badannya yang rasanya hampir patah semua. Demi Tuhan! Namara berani bersumpah jika semua rasa di sekujur tubuhnya sekarang membuatnya ingin segera mati saja.
"Mas Huki dimana?" Sisa-sisa suaranya pelan sekali bertanya pada bartender yang nampaknya tidak sadar keberadaannya. Bukan tidak sadar, teman kakak sepupunya itu sepertinya tidak mengetahui jika itu adalah dirinya.
"Mas Arsya, Mas Huki dimana?"
Mendengar namanya dipanggil, sang bartender langsung menoleh ke arah wanita yang duduk di serong kirinya.
Tidak kenal.
Rambut panjang wanita itu hampir menutupi seluruh mukanya. Dan lagi keadaan jaket si puan yang hampir rusak membuat Arsya tambah menyerngit keheranan.
"Siapa nyari Mas Huki?"
"Aku mas.." Namara mendongak, menunjukan wajah babak belur nya ke lawan bicara.
"Asu! Neng ndi bocahe?" (Anjing! Dimana anaknya?)
Emosi.
Namara sampai yakin kalau mas Arsya bisa saja melangkahi tablenya saking emosinya. Kilat marahnya jelas sekali terlihat, menatap kearah Namara dengan amat serius, menuntut jawab atas pertanyaannya.
"Yang mu meneh kan, Na?" (Pacarmu lagi kan?)
"Bukan"
"Jujur o!"
"Please mas! Mas Huki-"
Hampir saja wajah Namara mencium lantai kalau saja Pria yang duduk disampingnya tidak buru-buru menangkapnya.
Namara tidak sadarkan diri.
"ARA!"
*****
Bodoh memang, sebagai dokter lulusan terbaik dari salah satu universitas terbaik se Indonesia harusnya Namara tahu benar jika hubungan percintaannya dan kekasihnya-Arim-sudah sangat tidak sehat dari awal. Kecemburuan dan kekerasan verbalnya harusnya tidak Namara maklumi terus menerus.
Namara lupa apa masalahnya awalnya, namun kecemburuan Arim pada Faiz memang sudah seperti makanan se hari-hari untuk hubungan mereka. Padahal berkali-kali juga Namara bilang kalau Faiz ini pacaran dengan mbak kosnya dan karena itu Namara dan Faiz kadang bertegur sapa jika papasan. Dan Arim tidak pernah percaya akan itu.
Semalam pun begitu. Topiknya sama, penyebabnya sama dan penjelasan Namara pun sama. Dan Arim tidak puas, tidak percaya, lalu mengamuk mengatasnamakan hubungan mereka yang sudah terlanjur serius dan sudah ada rencana pernikahan. Mereka sudah bertunangan. Dengan seenak jidatnya laki-laki itu memukuli Namara lagi dengan tangannya sendiri. Meraung memaki Namara, menyebutnya seperti nama-nama hewan di kebun binatang dan memanggil Namara pelacur.
Begitulah ceritanya sampai akhirnya Namara berakhir disini. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Panti Rapih Jogjakarta, baru bangun dari pingsannya sejak 2 jam yang lalu bersama kakak sepupunya, Huki.
"Pusing" Keluh Nama pelan.
Huki memanggil kan dokter jaga dan membiarkan Namara kembali di cek keadaannya.
Namara hanya terluka, tidak terjadi apa-apa pada dirinya, untungnya. Hanya shock saja. Kira-kira begitu yang dokter katakan pada Mas Huki, Nama mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia
RomanceKabur. Hanya itu yang Namara Lembah Paramitha pikirkan ketika menjauh dari Jogjakarta. Sayangnya sebelumnya Namara tidak pernah berpikir bahwa kabur tidak menyelesaikan masalah, malah akhirnya menambah masalah yang sudah ada. Ini cuma cerita anak su...