20. Trap Me, Trap You

71 6 1
                                    

R. Cakradiya Evan Wikaya Side

Istilah malam minggu sebenarnya udah gak familiar di telingaku, enggak tau dari kapan aku meninggalkan gemerlap muda-mudi kumpul malam minggu. Mungkin karena umur, yang sebenarnya gak tua-tua banget ini, tapi pikirannya udah keburu jompo duluan. Tiap weekend mikirnya better di rumah aja, nonton one piece mumpung sempet, atau kalo enggak ya, tidur aja, geletakan di manapun kaya pakaian kotor.

Tapi khusus malam ini, aku mandi sore, choose a right outfit, pastikan pakai parfum yang gak bikin pusing. Because, Namara ngajak aku ketemuan.

Enggak, kalian gak salah baca. Bener, Namara ngajak aku ketemu duluan. Malam minggu. Ini boleh GR gak sih kalo dia ngajak malem mingguan?

I know. I know, when you read this it's not like Evandra Cokro Wikaya talking with you kan? Feel different kan?

IT'S BECAUSE I HAPPY!

Namara, seperti nya benar-benar serius mengizinkan ku untuk ada disamping nya, untuk menjaganya, untuk jadi orang yang bisa dia percaya.

And I'm happy, I'm happy because she accept me, allow me to be her side. she give me chance to show her if I'm not same with other guys who always make her down.

*****

Namara duduk di depanku, aku melirik sesekali padanya sambil membaca kerta di tanganku dengan perasaan geli yang aku tahan. 'Surat Pra Pra-Nikah' it's a funny serious trap.

Tidak salah, aku bilang itu jebakan. Jebakan untuk terjebak dengan Namara seumur hidup, dan siapa aku bisa menolak itu. Aku menawarinya untuk di sampingnya, dia menawariku selamanya. Bagaimana aku bisa nolak?

But Namara didn't know if I know this psychological game. Game yang Namara ciptakan untuk mendorong semua orang yang ingin masuk ke dalam hidupnya, untuk keluar sejauh-jauhnya. Because she afraid I will hurt her again, like that bastard do to her.

Aku kembali fokus pada tulisan-tulisan di kertasnya, menatap Namara, lalu terkekeh kecil.

"Jadi ini perjanjian yang harus aku setujui kalau mau ada di samping kamu?" Namara mengangguk, menggembungkan pipinya main-main.

Aku menyeringai. "So you... Want to marry me?"

Namara kembali mengangguk dengan santai. Lalu membenahi duduknya. Namara menegakkan punggungnya, dua tangannya di atas meja menyatukan jari-jarinya sendiri dalam sebuah genggaman.

"Aku gak mau gagal nikah dua kali. Aku gak mau main-main lagi dalam hubungan—apapun itu. So when you really want to stay in my side, just do all things in a agreement and marry me. Just that."

Aku menggigit bibir atasku menahan tertawa, dia pikir semudah itu mengusirku. Dia fikir aku takut untuk menapaki hal seserius pernikahan dengannya. Aku tidak takut sama sekali dengan surat ini. Surat ini bilang aku dan Namara akan pendekatan selama satu tahun, lalu menikah. Jangankan satu tahun, jika surat konyol ini bilang aku harus menikahi Namara besok maka akan aku lakukan itu, untuk ada di sampingnya, untuk mencintainya, untuk memberi tahunya tidak semua orang datang dalam hidupnya hanya untuk menyakitinya.

"Okai, first, can we talk about several things yang aku gak ngerti?" Tanyaku, Namara mengangguk.

"Part kosong ini?" Aku menunjuk part kosong dibawah 'Kewajiban dan Hak Pihak Kedua'. "Kenapa ini kosong?"

"Karena mas Evan juga berhak nulis itu, itu hak mas Evan untuk isi part kosongnya"

Aku mengangguk lalu bergumam 'Okay'. Aku melanjutkan pertanyaan selanjutnya tentang isi perjanjian ini.

BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang