01:06

737 50 0
                                    

"pantesan gue liat-liat lo mirip sama bang Rey. Ternyata Abang kandung lo"

"Banyak omong lo dim! kerjain yang bener"

"Marah mulu deh lo perasaan"

"Gantengan bang Rey sih tapi, udah baik suka senyum lagi. Gak kaya lo sensi mulu kaya mak gue"

"Iye iye diem nih gue! Hm", Dimas mendengus tepat setelah Resa melayangkan pandangan menusuk ke arahnya. Tangannya mengarah ke bibirnya seakan-akan menguncinya untuk tidak mengeluarkan suara.

Saat jam kosong pada pelajaran terakhir seperti ini seharusnya bisa digunakan untuk pulang lebih awal, tapi tidak dengan kelas Resa dan Dimas. Pak Joni guru bahasa Indonesia itu tak urung memberikan tugas yang harus dikumpulkan pada hari itu juga mengundang decakan protes dari teman sekelasnya.

Dimas berjalan keluar saat tangannya penuh dengan setumpuk sampah yang berasal dari laci mejanya.

"Eh bang Reyhan, kenapa bang?"

Dimas mendapati Reyhan yang tengah duduk di kursi luar kelasnya, terlihat bahwa lelaki itu hendak pulang karena tas sudah bertengger rapi di punggungnya

"Masih ada tugas ya dim?"

"Hooh bang, pak Joni gak pengertian banget"

Reyhan terkekeh mendengar Omelan dari dimas, "emang suka gitu pak boboho mah"

Kelas Reyhan selalu memberi nama julukan pada guru, terlebih lagi apabila guru tersebut memiliki ciri khas, seperti guru bahasa Indonesia tingkat satu yang memiliki tubuh gempal tersebut.

"Yaudah bang, gue masuk dulu ya. Takut diomelin sama adek lo"

Reyhan tertawa renyah mendengar kalimat Dimas, "emang suka mayah mayah dia dim, maklumin yak"

"Yoik bang"

Kemudian Dimas berlalu meninggalkan Reyhan.

"Enak ya Re punya Abang yang perhatian kaya Abang lo"

Resa menatap Dimas penuh tanya

"Ngang ngong aje lu, udah kerjain tuh", Dimas mendorong buku paket bahasa Indonesia ke arah Resa

-

Bel pertanda jam terakhir usai, terdengar suara panik beberapa teman Dimas yang belum selesai dengan tugas dari pak Joni.

"Gak sekalian aja tuh guru ngasih tugas buat nyusun buku sendiri"

"Gak kira-kira njing nugasin segini banyak, harus ngumpul hari ini"

"Bodo lah, kumpulin segini. Capek gue!"

Dan masih banyak lagi dengan kalimat kalimat lain, Resa meletakkan pen-nya setelah kalimat terakhir selesai tertulis pada buku tulis miliknya.

"Cepet bener nulis lo Re, tunggu bentar gue tinggal dua baris lagi"

Tidak ada jawaban dari Resa tetapi lelaki itu duduk diam menatap Dimas yang secepat mungkin menyalin jawaban hasil peramban yang tertampil di ponsel miliknya.

"Hah alhamdulillah, selesai juga akhirnya"

"Punya gue sekalian nitip"

"Gak lo suruh juga gue kumpulin kali Re, jalan aje susah begitu masa iya gue gak perhatian"

"Yaudah sono jangan banyak ngomong udah"

"Yee ngeselin lu anj.."

Resa berjalan dengan bantuan kruk, kakinya masih sedikit bengkak tadi pagi masih meninggalkan rona biru disana.

Jangan tanya bagaimana bang Raka kemarin mencerca Resa dan Reyhan dengan banyak kalimat tanya setelah melihat bagaimana kondisinya saat pulang, belum lagi omelan yang tak panjang dari abangnya itu.

"Lo sih dibilangin juga..."

Kalimatnya belum selesai terucap namun netranya sudah menangkap Reyhan yang masih pada posisinya sebelumnya duduk manis memainkan benda pipih di tangannya.

"Lah masih disini bang?"

Reyhan yang melihat Dimas tengah membantu Resa berjalan itu sontak memasukkan ponsel pada saku celana, beranjak dari duduknya bermaksud untuk mengambil alih tubuh adiknya.

"Nungguin Resa lah dim"

Resa berlalu tanpa memandang Reyhan barang sebentar, membuat decakan yang keluar dari mulut Dimas.

"Bocah emang bener-bener ya"

Reyhan terkekeh, "biasalah suka malu emang, yaudah gue duluan ya dim"

"Ngohe bang, tiati"

Reyhan mengangkat jempolnya, kemudian sedikit berlari menyusul Resa yang sudah berjalan menjauh.

-

Belum sampai Reyhan berhasil melepaskan seatbelt, Resa sudah lebih dulu membuka pintu mobil memanggil pak Tomo untuk meminta bantuan dari beliau.

Reyhan menyusul Resa yang lagi-lagi sudah berjalan menjauh darinya, ia raih satu tangan adiknya bermaksud untuk memudahkan lelaki itu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Karena tidak suka dengan perlakuan Reyhan, Resa sedikit mendorong tubuh lelaki yang lebih tua darinya itu untuk menjauh.

"Gue bisa sendiri!"

"Gak usah lagi lo ke kelas gue!", lanjut Resa

"Kaki lo juga gak baik kelamaan digantung kalo lo mesti nunggu taksi buat pulang. Sama gue kan lebih cepet sampe rumah"

Raka yang memang sedang berada di dapur tak jauh dari kedua adiknya berdiri itu pun mendengar percakapan keduanya. Semua kalimat yang keluar dari mulut Resa tidak ada yang mengenakkan bagi siapa pun yang mendengarnya, begitupun Raka yang notabene nya sebagai orang paling tua diantara ketiganya itu, sudah tidak habis pikir dengan adik bungsunya.

"Gue gak sudi semobil sama lo!"

"RESA! JAGA OMONGAN KAMU"

"REYHAN JUGA ABANG KAMU! SEJAK KAPAN ABANG PERNAH NGAJARIN KAMU BUAT NGOMONG KASAR KAYA GINI!"

"ABANG UDAH TURUTIN SEMUA KEINGINAN KAMU BUKAN UNTUK NGUBAH KAMU JADI ANAK YANG GAK PUNYA SOPAN SANTUN KAYA GINI!"

"BUAT APA SOPAN SAMA ORANG YANG GAK PUNYA NURANI KAYA DIA BANG?!"

Plak...

"Bang!?", Reyhan menahan lengan Raka, ia tidak menyangka abangnya itu akan melayangkan tamparan ke arah Resa. Adiknya yang mendapatkan tamparan dari Raka tapi Reyhan yang menyaksikan itu turut merasakan perih yang menjalar sampai ke hatinya.

Resa memandang Reyhan dengan mata yang memerah menahan buliran bening itu untuk tidak jatuh.

"Puas lo cari muka ke bang Raka", Resa berucap tak lagi berteriak seperti sebelumnya, kemudian berlalu meninggalkan kedua abangnya

Hatinya mencelos perih saat pandangannya mendapati manik mata milik Resa, manik mata yang menyuarakan rasa kecewa, sakit dan marah disana.

Reyhan menatap Raka yang sedang mengacak rambutnya kebelakang menunjukkan bagaimana frustasinya lelaki itu, mengedarkan pandangan ke segala arah, matanya juga ikut memanas, ada penyesalan dihatinya setelah dengan enteng tangannya mendaratkan di pipi Resa, yang tentu menyakiti perasaan adiknya itu.

"Kenapa Abang harus nampar Resa?"

"Semakin gak ada sopan santunnya kalo dibiarin aja, udah keterlaluan dia Rey"

"Kalo tetep dibiarin, kamu kasih kelonggaran terus, kamu mau adek kamu berubah sejauh apa Rey?"

Satu kalimat terakhir yang Raka keluarkan mampu membuat Reyhan diam seribu kata. Bukan ini maksud Reyhan, bukan ingin melihat Abang dan adiknya yang saling meninggikan suara, bukan juga ingin membuat keduanya saling melayangkan pandangan marah.

Namun nyatanya memang ia lah yang menjadi penyebab semuanya berakhir seperti ini. Menciptakan luka baru di benak kedua orang yang sangat disayangi nya.


,


Terimakasih🖤

-pena

REYHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang