01:05

769 64 2
                                    

"Bajingan emang si Jio sama Deon, bilang ke toilet malah ngibrit pulang"

"Jadi gue sendiri kan yang ribet gini, piket juga piketnya mereka"

Mulut Reyhan tak henti-hentinya meluapkan amarahnya kepada kedua sohibnya, pasalnya hari ini adalah piket Jio dan Deon sudah menjadi kewajiban jika jam pelajaran terakhir adalah fisika maka siswa laki-laki yang piket hari itu harus mengembalikan modul fisika ke perpustakaan. Reyhan yang sudah berniat baik membantu justru ditinggal oleh mereka berdua.

"Sekali kali lo yang beresin ya Rey, gue sama Jio mulu yang kena piket jam fisika" -Deon

"Seenggaknya gue udah gugurin kewajiban, nganter 10 modul" -Deon

"Gue juga 10 modul" -Jio

"Tinggal 15 modul lo beresin yaw" -Deon

"Makasih Reyhan sayang😘" -Jio

"Mas Jio pulang dulu" -Jio

"Mas Deon juga pulang dolo👨‍❤️‍💋‍👨" -Jio

Kurang lebih seperti itulah isi pesan kurang ajar dari Jio dan Deon.

Baru saja tubuhnya diajak untuk beranjak ke perpustakaan dengan setumpuk modul fisika yang sudah rapi di meja, nyatanya nyeri yang akhir-akhir ini suka datang tanpa permisi kini kembali dirasanya.

Reyhan mengerjap dengan kerutan dalam pada keningnya, tangannya memijat pelan dada kirinya dengan mulut yang mencoba untuk mengatur oksigen yang dirasa kian menjauh.

"Tenang Rey, lo bisa nafas, lo bisa!"

Dengan susah payah Reyhan meyakinkan diri dalam hati.
Matanya memejam dengan satu tangan yang lain bertumpu pada pinggiran meja, hidung dan mulutnya dengan pelan bergantian mengatur nafas.

"Bisa gak sih tenang bentar, nanti aja kumatnya", Reyhan menepuk dada kirinya setelah organ yang satu itu mulai berdetak tenang, nyeri yang tadinya dirasa pun sudah berangsur-angsur menghilang.

"Ke rumah sakit kali ye, obat udah abis juga"

Reyhan menggelengkan kepalanya, "Ah males sih ketemu dokter Adi, ngomel lagi pasti ntar"

"Tapi kalo gak gitu bisa mati mendadak gue"

"Au ah pikir nanti"

Setelah selesai dengan monolognya, Reyhan beranjak ke perpustakaan.

-

"Makasih Bu Riska, saya permisi", Reyhan berpamitan kepada petugas perpustakaan setelah ia selesai memberikan tanda tangan sebagai bukti pengembalian.

Lima langkah ia menjauh dari perpustakaan, tidak sengaja Reyhan melihat Dimas yang keluar dari ruang UKS bersama dengan Kak Nadia-petugas kesehatan di sekolahnya.
Memang ruang UKS dan perpustakaan berada di satu koridor, jadilah dengan jelas Reyhan tahu bahwa Dimas baru saja keluar dari ruangan tersebut.

"DIM", panggil Reyhan berteriak karena adik kelasnya itu berlari menjauh darinya.

Dimas menghentikan langkahnya karena panggilan Reyhan, tetapi tidak dengan Kak Nadia yang kini hilang dibalik belokan tembok koridor.

"Iya bang?"

Reyhan dan Dimas memang sudah saling mengenal, karena basket dan futsal memiliki pelatih yang sama terkadang pak Bimo sebagai pelatih berpesan pada Dimas atau anak basket yang lain untuk disampaikan kepada anak futsal, beberapa kali Reyhan yang menerima pesan dari pelatih tersebut melalui Dimas.

"Anak basket ada yang cedera?"

"Hooh bang, Resa kakinya keseleo"

Deg

Reyhan berlari meninggalkan Dimas yang saat itu heran dengan tingkah Reyhan, sudah dua kali ini Dimas melihat raut wajah yang tidak biasa dari kakak kelasnya itu jika menyangkut dengan Resa.

"Kok jadi gue yang ditinggal"

-

Reyhan berlari memasuki lapangan basket, netranya saling bertabrakan dengan seseorang yang tengah duduk santai dengan seringai yang tercetak jelas diwajahnya.

Reyhan mendekat kearah adiknya yang saat ini tengah duduk di pinggir lapangan tengah dikerumuni oleh teman satu klub basketnya.
Terlihat Kak Nadia yang memberikan pertolongan pertama dengan membalutkan perban khusus ke kaki Resa

"Kakak panggil ambulan dulu"

"Gausah Kak Nad, udah gapapa kok. Nanti Resa minta tolong Dimas aja buat anter pulang"

"Resa biar saya aja yang anter kak nad, searah kok rumahnya", Reyhan memotong percakapan kak Nadia dengan Resa, membuat semua pasang mata tertuju ke arahnya. Tak terkecuali dengan Leon yang sedari tadi memperhatikan dengan lipatan tangan di dadanya, wajahnya tak henti-hentinya mengeluarkan aura kebencian disana.

Leon berdecih, "Gimana gak searah, orang lo serumah sama dia!", lelaki itu kemudian berucap dengan nada meremehkan, kini ia sudah beranjak berjalan keluar dari lapangan basket diikuti oleh Dika.

"Saya permisi dulu kak Nad", Yoga pamit kepada Nadia menyusul Leon dan Dika

Reyhan mencoba untuk menahan emosinya, ia tidak mau menambah masalah untuk Resa. Sudah cukup satu masalah sekarang, identitasnya sebagai saudara Resa sudah diketahui di sekolah yang ia yakini akan membuat kebencian adiknya kian menjadi. Walaupun Resa tidak pernah memintanya untuk merahasiakan hal tersebut, tapi Reyhan tahu bahwa adiknya itu sudah cukup muak untuk dikaitkan lagi dengannya.

Seluruh pasang mata kini terfokus pada Reyhan, menunggu kalimat keluar dari mulutnya, kecuali Resa, lelaki itu mengeraskan rahangnya enggan menatap Reyhan yang tengah berdiri di dekatnya.

-

Yoga meraih bahu Leon, setelah berhasil menyusul kedua temannya yang kini tengah berjalan menuju parkiran belakang sekolahnya

"Lo udah kelewatan Yon"

"Maksut lo apa bangsat", Leon sudah emosi hanya dengan mendengar satu kalimat dari mulut Yoga

"Masalah lo sama Reyhan, oke lo mau ganggu Resa silahkan gue juga gak peduli. Tapi lo pikir dulu pake otak mana situasi yang pas buat ngelakuin itu. Gue..."

Leon meraih kerah baju yang dikenakan Yoga, menghantam kan punggung temannya itu pada tembok

"KENAPA? LO GAK TERIMA HAH?!"

Yoga berganti mendorong tubuh Leon

"GUE BILANG JANGAN WAKTU BASKET GOBLOK! LO NGEGANGGU YANG LAIN, YANG PUNYA MASALAH BUKAN LO DOANG!"

"LO MAU APAIN TUH ANAK GUE JUGA GAK PEDULI ANJING, GUE CUMA MAU MENUHI TUGAS GUE SEBAGAI KETUA BASKET, INI MINGGU-MINGGU PERSIAPAN TURNAMEN!"

"LO GAK PERNAH NGERASAIN GIMANA JADI GUE ANJING!", Leon memberikan pukulan keras pada wajah Yoga

"LO ANGGEP APA GUE SELAMA INI HAH? GUE TEMEN LO JUGA BANGSAT! GUE TAU GIMANA HANCURNYA LO!"

Leon menghentakkan cengkeraman tangannya pada kerah baju Yoga, kemudian berlalu meninggalkan Yoga yang tengah ditenangkan oleh Dika. Membiarkan lelaki itu sendiri adalah tindakan yang tepat, Leon selalu butuh waktu untuk menenangkan pikirannya jika sudah seperti ini.

ARGHH....

Yoga mengacak rambutnya, meluapkan semua emosi.

"Kemaren peringatan kepergian Yola Ga, Lo tau gimana sayangnya dia ke adeknya kan", Dika mencoba memberi pengertian kepada Yoga

"Gue tau Dik, tapi waktunya gak pas. Minggu depan udah turnamen, gue pegang kewajiban penuh ke anak basket. Lo tau sendiri resa juga pemain inti, bakalan ngaruh ke yang lain kalo ada satu yang cedera gini"

Dika memberikan tepukan menguatkan pada bahu Yoga.


,



Terimakasih🖤

-pena

REYHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang