Adu Licik

8 1 0
                                    

Dalam kondisi begini lah gua sadar bahwa seorang penulis gak melulu hidup dengan kepala cerdas. Kaya gua nih. Ratusan naskah gua ciptakan dengan dua jempol gua, tapi gak ada satu pun jalan keluar yang bisa gua telurkan di saat kaya gini.

"Mikir, Jel. Apa yang bisa gua lakukan untuk membebaskan dua orang kerdil itu? Ya elah! Malah mikir mau makan apa, lagi."

Gua pun masuk ke dalam kamar. Kebetulan ada steak berbau butter yang menggoda banget. Langsung lah gua duduk di meja kamar dan memotong steak itu jadi ukuran kecil.

"A ... "

Suara seseorang di samping pundak gua bikin gua refleks melayangkan satu potong steak ke mulutnya.

"Eh?"

Lah, kok pangeran udah di samping gua. Mana dia nyenderin kepalanya di pundak gua kaya lemes banget abis hidup di dunia.

"Enak," ujarnya seraya mengecup puncak kepala gua. Bikin gua berasa kaya lagi ada di film romansa jaman dulu, tuh. Yang ada adegan sepasang suami istri sarapan bareng.

"Astaga! Kenapa gua ngayal lagi, sih?"

Pangeran Cameleon tersenyum dan duduk di hadapan gua. Dia menuang segelas wine dan memberi gesture seakan menawari gua wine itu.

"Gak ah, nanti abok," ujar gua dengan senyum dipaksakan.

"Kenapa wajahmu gusar?" Pangeran Cameleon menatap gua dengan mata sendunya. "Aku pikir, wanita sepertimu punya beratus semangat hingga rasanya tak mungkin untuk segusar itu."

Gua ketawa. "Pang, aku tuh hanya manusia. Aku punya masalah dan kadang harus bikin aku muter otak."

"Di duniamu ada masalah?"

Gua mengernyit. "Aku pikir, masalah selalu ada di belahan dunia mana pun."

"Oh, ya?"

Gua menaruh alat makan gua, memajukan badan dan jadi sangat serius. "Aku punya banyak masalah, Pang. Setiap bulan, aku harus bersikap seolah aku orang sibuk berpenghasilan. Aku harus memperlihatkan mata bengkakku di pagi hari karena begadang dan mencari sebanyak mungkin pekerjaan agar bisa jajan enak demi menghapus stres. Semuanya itu tak lebih hanya lingkaran setan tanpa ujung."

Gua tahu Pangeran gak maksud sama ucapan gua. Dia ngangguk pun cuma keliatan kaya mantes-mantesin situasi aja.

"Pang! Negaramu pun bermasalah. Apa kau tak berniat untuk mengatasi semua masalah itu?"

Pangeran melirik gua dan kembali fokus pada winenya. "Aku tak melihat ada masalah," ujarnya. Ya gua syok lah. Kok bisa dia bilang kaya gitu? Negaranya loh, tampak miskin banget kalau dia keluar kastil.

"Apa kau tak pernah melihat bagaimana kondisi di luar istana?" tanya gua. Curiga nih orang kelamaan dipendam di kamar, jadi gak tahu situasi negaranya sendiri.

"Aku tahu. Aku sering berjalan-jalan keluar untuk melihat kondisi masyarakatku."

Mata gua semakin mendelik. "Nah! Kalau gitu, tahu kan kalau ada masalah ama negaramu?"

Pangeran memiringkan kepalanya dan berusaha berpikir. "Sesuatu disebut masalah, kalau kita terganggu, kan? Tapi aku tak merasa terganggu. Aku merasa semua nasib rakyatku karena takdir yang dewa tulis untuk mereka. Bukan kah semua sudah digariskan."

Waduh ... ini sih gak punya otaknya udah sampe minus. Ditombokin juga gak bakal sampai passing grade.

Brak!

Gak sadar, gua ngeggebrak meja dan bikin beberapa alat makan jatuh.

"Bukan kah nasib rakyat adalah tanggung jawab pemerintah? Bukan kah pemerintah yang menarik pajak harus memberikan timbal balik yang sepadan? Jangan kau bilang juga kalau rakyatmu bekerja untukmu tanpa digaji?"

"Gaji?" Pangeran tampak bingung. "Rakyat bekerja dan memberi pajak bagi negara adalah perintah Dewa. Wajar saja kan kalau para pejabat dimuliakan hingga bisa hidup nyaman."

Sekarang gua tahu kenapa keluarga kerajaan melahirkan pangeran umur pendek ini. Otaknya gak dipake, ya Allah!

Gua menarik napas dan mencoba untuk gak emosi. Ini kalau di dunia gua, udah gua culik dan jadiin makanan Si Abang. Tapi kalau dia gua gituin, yang ada gua yang dijadiin pakan singa.

Tiba-tiba gua mendapat Ilham. Aduh ini ilhamnya kenapa pake huruf gede si awalnya? Maksud gua, gua kaya punya pencerahan. Kayanya gua nemu ide bagus buat ngelepasin Omplah dan Oplah.

"Aku ingin mengganti permintaanku," ujar gua tanpa berani menatap Pangeran.

"Permintaan? Apa yang kau inginkan kali ini?"

Gua tersenyum. "Kau harus membebaskan orang-orang yang sekarang sedang ditawan oleh Raja."

Pangeran menatap gua. Rautnya seketika keras dan membuat gua sedikit merinding.

"Perkara mudah. Sekarang, tunjukkan siapa yang mau kau selamatkan?"

Gua lalu menarik tangan Pangeran dan membawanya berlari. Kita jadi kaya film India pas tokoh utama lagi nyanyi lagu cinta. Bakalan pas nih kalau ada ujan.

Eh?

Fokus, Jel. Fokus!

Dan sampai lah kami di ruang singgasana. Oplah dan Omplah masih ada di sana dan duduk bersujud di hadapan Raja dan Selir.

Raja lalu terlihat tersenyum. Dia menatap gua dengan menunggu bahkan tanpa bersuara.

"Pangeran, bebaskan kedua orang kerdil itu."

Pangeran lalu maju. Dia memberi hormat pada Raja dan berkata, "Berikan kami otoritas dalam mengabulkan permintaan calon istriku, Raja."

Raja terdiam sejenak. "Apa alasannya?"

Pangeran bangkit dan tersenyum. "Karena ini hadiah pertama yang bisa aku berikan untuk calon istriku tersayang."

Waduh! Gak bisa, nih. Damagenya kekencengan, sampe jantung gua melompat. Emang kalau pria tajir itu gak cuma bisa menggerakkan wanita dengan tampangnya, dia kibasin kekuasaannya aja udah bikin gua jatuh cinta.

Ya Allah! Besok nikah pake adat apa, ya?

"Dikabulkan!" Raja tampak gembira dan bertepuk tangan. Beda lagi sama Selir yang malah berwajah kusut tapi gak bisa berbuat banyak. Dia bangkit dan menjauh, sebelum akhirnya hilang di balik pintu.

"Ja-jadi, kami selamat?" Omplah berkaca-kaca. Dia terlihat kebingungan untuk berekspresi dan justru memeluk saudaranya dengan erat. "Oplah! Kita selamat!"

Kedua kerdil itu melompat bahagia. Tak lama sampai mereka sadar bahwa mereka harus memberi penghormatan pada pangeran yang dengan berani membebaskan mereka.

Pangeran menarik napas. "Ini bukan mauku. Kalau kalian ingin berterima kasih. Ucapkan terima kasih kalian pada calon istriku."

Omplah dan Oplan saling pandang sebelum mendekat ke arah gua dan bersujud. Membuat gua bertanya, kenapa makhluk di tempat ini suka banget nyembah manusia?

"Bangun atau gua gebok?" Ucap gua dengan nada penuh penekanan. "Gak suka banget gua disembah gini. Dah lah, mending kalian pergi aja." Gua lalu terdiam dan menatap kedua orang kerdil yang ragu. "Oh!" Tiba-tiba gua dapet ide. Kalau mereka tahu tentang seluk beluk negara ini, bukan kah artinya mereka juga tahu jalan keluar dari sini?

"Pang!" Gua menengok dan tanpa sadar merangkul Pangeran di lehernya. "Boleh aku minta dua kerdil ini untuk jadi kaki tanganku?"

Pangeran tersenyum dan menatap mata gua. "Permintaanmu sudah kukabulkan. Katakan, kenapa aku harus mengabulkan lagi permintaanmu yang lain?"

Bener juga. Dibuat mikir lagi kan gua. Sampai ....

"Kan kata Pangeran, aku boleh minta apa pun. A-pa-pun. Artinya gak ada batas buat berapa permintaan yang bisa pangeran kabulkan, kan?"

Ya Elah! Nyasar!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang