Ahli Sihir

1 0 0
                                    

Pesta dimulai dengan seorang wanita setengah kuda yang bernyanyi. Sumpah, suaranya merdu banget dan bikin gua nangis. Ya gimana gak nangis, dua belas tahun sekolah dan belajar seni tarik suara, kagak ada tuh namanya gua bisa nyanyi sebagus itu.

Orang-orang terlihat bahagia dan menari sampai lelah. Mereka berulang kali mengajak gua ikut serta dalam tarian, tapi gua lagi letoy-letoynya.

Abisnya, tadi hari banyak kejadian nyebelin. Gua bahkan merasa bahwa diri gua sebenarnya hanya dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga kerajaan.

Tiba-tiba gua inget sama portal. Dari pada idup penuh emosi di dunia antah berantah ini, mending gua balik, lah.

Perlahan gua mengendap keluar pesta. Gua bahkan mencoba berjingkat agar suara langkah gua gak kedenger.

Sampa ....

“Dor!”

“Samber geledek! Ya Allah! Abang! Gak usah jejeritan bisa, gak?” Bikin emosi aja tuh makhluk item. Gua lagi tegang begini, malah dikagetin. Belum pernah dilibas ketek onta ni kucing.

“Mau ke mana, lu? Kan pestanya belum kelar.” Abang menjilati kakinya yang semakin tebal bulunya akibat grooming istimewa istana.

“Mau pulang. Lu ikut deh!”

Abang melirik males sebelum akhirnya ngejilatin bagian tubuhnya yang lain. “Malas banget. Di rumah, gua cuma dikasih nasi ikan peda. Enak di sini. Hari-hari makan salmon.”

“Hem ... ini nih cikal bakal pengkhianat!” Gua toyor tuh jidat si Abang. Kesel banget, dah! “Lu makan salmon aja udah belagu. Biasanya juga makan jeroan.”

“Makanya enak di mari.”

“Ah! Terserah lu aja, lah. Kalo lu betah, ya udah di sini aja selamanya.”

Gua lalu berlalu. Dengan bermodalkan lampion kaca, gua berjalan menyusuri hutan. Gak peduli lagi gua sama rasa takut kalau aja ada hantu atau makhluk menyeramkan di hutan itu.

Suasana hutan kaya gak bersahabat. Baru masuk selangkah aja udah ada angin dingin yang menerpa muka gua. Api lampion yang gua bawa juga sedikit bergoyang dan hampir aja redup.

Lalu langkah gua terhenti tepat di tengah hutan. Bukan karena gua udah sampai ke lokasi, lebih seperti menyadari kalau ada langkah kaki yang mengikuti gua.

Emak gua pernah bilang, kalau malam itu waktunya setan keliaran. Gua kira tadinya di antah berantah gak bakal ada setan, sampai gua mikir lagi kalau segalanya mungkin di tempat asing ini.

Gua mempercepat langkah, hampir berlari malah. Sampai akhirnya gua menemukan tebing yang gua tuju dan mulai memanjat.

Baru aja setengah langkah, tiba-tiba kaki gua terkilir. Membuat gua gagal manjat dan sialnya suara langkah tadi kian mendekat.

“Hihihihihi.” Suara tawa terdengar. Siapa pula makhluk yang ketawanya dimulai dengan D minor? “Wanita muda, apa kau bersedia menolongku?”

Gua hampir menjerit dan memalingkan wajah. Ada wajah tua dengan hidung bengkok tepat di depan mata gua. Bikin gua gagal bernapas, sampai gua sadar kalau tuh sosok gak lebih dari makhluk hidup seperti gua.

“Bo-boleh, deh. Nenek mau minta tolong apa?”

Dia lalu menunjuk ke atas tebing. Tepat pada sebuah tempat di mana seharusnya portal berada.

“Ada sekeranjang apel yang kutinggalkan di atas sana. Bisakah kau mengambilkannya untukku?”

Ya gua tolong aja. Lagian, tujuan gua juga ke sana. Jadi gua manjat lagi, melupakan rasa sakit di bokong gua dan  berpindah dengan cepat di sisi atas tebing.

Keranjang yang dicari gak sampai satu meter di deket gua. Keranjang yang penuh dengan apel ranum yang luar biasa harum.

Lalu mata gua mengedar mencari portal. “Harusnya ada di sini portalnya,” gumam gua yang hanya menemukan kegelapan. “Jangan bilang portalnya tertutup?”

Gua cemas. Sejauh apa pun gua mencari, portal itu tetap gak ditemukan dan bikin gua jadi lemes banget.

Gak ada pilihan lain selain turun. Hati gua kesel banget karena sepanjang hari dan malam gua gak mendapatkan hal yang membuat gua bahagia.

Keranjang apel itu sendiri lekas berpindah ke tangan si wanita tua. Dia tersenyum sebelum akhirnya menarik rambut gua dan berbisik, “kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat,”

“Apa?”

Eh si nenek melengos dan hilang gitu aja dalam kegelapan.

Gua perhatiin, dia bahkan gak bawa lentera dan penerang lain, tapi lantas dengan percaya diri menyusuri hutan.

Dan juga ....

Kalau keranjang apel itu milik dia, gimana bisa keranjang itu ada di atas? Nenek macam apa yang manjat jurang dan sengaja ninggalin sekeranjang apel?

Gua merinding. Rasanya pengalaman barusan menjadi semacam teguran buat gua yang suka rebel buat keluar malem.

Tanpa tendeng aling aling, gua berlari menjauhi tempat itu. Takut aja ketemu hal aneh lain yang mungkin bisa mengancam gua.
___
Selir berjalan mengendap ke ruang singgasana. Jam segini gak mungkin ada manusia di sana. Kecuali satu sosok bertudung hitam dan terlihat berjalan menyeret ke arahnya.

Dia adalah nenek yang tadi ada di hutan. Dengan senyum menyeringai, dia mendekati selir dan mengusap tangannya.

Ada semacam rapalan doa yang dia bacakan untuk sang Selir. Doa yang membuat semua sakit selir hilang seketika.

“Bagaimana kabar putramu?” tanya Nenek Tua itu yang pekerjaan sampingannya merupakan ahli sihir kepercayaan Selir.

“Dia bukan putraku,” jawab Selir yang tahu siapa yang Si Ahli Sihir maksud.

“Kau harus mulai menerimanya sebagai anakmu.”

“Cih! Aku tak Sudi punya anak dari Si Ratu.” Lalu Selir yang bad mood mendekap wajah Si Ahli Sihir dan mengucap marah. “Aku sudah memberimu banyak emas untuk memantrai agar ratu mati dan keturunannya juga ikut bersamanya, tapi kenapa sihirmu bisa dipatahkan?”

Si Ahli Sihir menepis tangan Selir yang menyakiti pipinya. “Perjanjian kita hanya untuk menyakiti keluarga Ratu, bukan untuk membunuh mereka.”

“Tapi kau bilang ....”

“Aku berkata bahwa aku hanya melakukan apa yang mau kulakukan.” Sang Ahli Sihir tampak murka. Dia bahkan membelalakkan matanya sampai terlihat mau copot. “Hartamu tak cukup untuk mencabut nyawa seseorang.”

Ratu semakin emosi. Tampangnya dia sudah tak takut dikutuk dengan segala sihir Si Nenek Tua. “Kau mau berapa banyak harta lagi? Katakan, akan kuberi!”

Lalu mata Si Ahli Sihir berkilat. “Bagaimana kalau kuminta istana ini dan seisinya?”

Selir terdiam. Dia lupa kalau dia tak mungkin menurunkan ego untuk mendapatkan tahta dan kuasa.

“Kau hanya wanita penuh iri dan dengki.” Sang Ahli Sihir mendekat dan memberikan apel yang dia bawa. “Buka matamu. Kau kedatangan batu zamrud agung dari dunia lain. Kalau kau mau dicintai, belajar banyak darinya dan kau akan mendapatkan semua hal tanpa harus turun dari kastil tercintamu ini.”

Lalu Nenek Ahli Sihir itu berjalan menyeret, sampai akhirnya tubuh hitamnya hilang dan lebur dalam kegelapan. Meninggalkan Si Selir yang dengan cemas menggigiti kuku jari tangannya.

Ya Elah! Nyasar!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang