Sebuah kereta kuda milik Kerajaan bergerak melintasi pemukiman warga. Kereta itu diisi sang Selir yang selalu saja berpikir bahwa kerajaan tak akan berarti tanpa adanya dirinya.
Gua sendiri tahu kalau Selir itu sosok Bossy yang gak mau diusik. Dia akan melakukan segala cara agar dirinya jadi yang paling dominan di seantero negeri.
Raja sendiri memang tak suka dengan perangai Selir, tapi dia terlalu cinta pada istri keduanya itu hingga tak mau banyak menasihatinya.
Kerjaannya kalau lagi di pemukiman warga ya gitu, mungut-mungutin pajak dan narikin anak-anak muda yang masih seger buat dijadiin budak.
BTW, gua heran sama sistem budak. Semua yang punya alasan buat memperkerjakan manusia tanpa landasan kemanusiaan itu lebih rendah dari hewan, gak si? Orang itu punya batas untuk bekerja, tapi budak seakan lebih rendah dari manusia, hewan malah, hingga kekuatan mereka terus diperas tanpa memperhitungkan bagaimana menderitanya mereka.
Balik lagi ke pemukiman warga. Kereta Selir sudah masuk ke area pusat kota di mana seharusnya orang-orang berbaris buat memberikan upeti atau anak keluarga mereka. Sampai Selir merasa bahwa kehadiran warga kota sedikit berbeda hari ini.
“Tunggu, Jacob.”
“Nama saya Stilar, Selir yang terhormat.”
Selir memutar matanya dengan jengkel. “Apakah aku butuh namamu? Bahkan jika aku mau, aku bisa mengubah nama panggilanmu dengan apa pun.” Mata Selir lalu kembali teralih pada jajaran antrean di dekat kereta kudanya. Di bagian paling depan dari barisan itu, Selir bisa melihat Sang Wanita Dunia lain, A. K. A. Gua, tengah membagikan sesuatu pada warga. Membuat Selir semakin heran.
“Selir, tunggu!” anak buah kepercayaan Selir mencoba bergerak mendekati majikannya yang saat itu sedang dalam emosi berat. “Selir, akan jadi sangat buruk kalau anda bergerak secepat ini?”
“Apa yang lebih buruk dari melihat jalang itu membagikan makanan pada rakyat?” Selir lalu menjambak rambut gua. MasyaAllah, sakit banget rasanya. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya dengan nada yang begitu marah.
Gua sendiri emosi, dong. Rambut gua itu aset. Ini aja udah setipis tisu gara-gara tiap hari dipake buat mikir.
Terus gua harus diem aja? Oh, tentu tidak! Gua Jambak tu rambut bersanggul Selir, bahkan gua tarik rambut itu sampe salah satu tusuk konde dia lepas.
“Aw! Aw! Lepas!” Si Selir kesakitan dan mulai memukul tanya gua. “Lepas, kubilang!”
Gua menyeringai. “Lagian ngapain lu pake Jambak rambut gua, Sel? Lu pikir lu siapa?”
Lalu kami berpisah. Gua biarin tuh Selir sesenggukan gara-gara rambutnya yang rontok.
“Lagian ngapain juga pake nyerang gua? Gak ada kerjaan banget!”
Selir lalu mengusap air matanya. “Apa yang kau lakukan di sini? Siapa yang menyuruhmu membagikan makanan padahal jatah makanan kita terbatas?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ya Elah! Nyasar!!!
FantasyDuh, bingung banget, gua. Niat cari kopi tengah malem, eh malah nyasar. Gua ada di mana, sih?