04

187 47 37
                                    

Suasana di sekitarnya pun membuat Winter tak nyaman. Kelima laki-laki yang mendengar perkataannya barusan, semuanya hanya tersenyum kecil. Itu cukup membuatnya malu. Karena tak menyangka kalimat barusan akan keluar dari mulutnya. Ia pikir hanya menyebutkan dalam hati saja.

“Aku ke toilet dulu,” ucap Winter yang langsung berdiri dari tempat duduknya.

“Apakah kau malu? mencari jalan keluar untuk lari dari suasana ini?” tanya Hans yang menggoda Winter.

Perlahan pipi Winter mulai memerah, ia pun menggelengkan kepalanya dan langsung pergi dari sekumpulan orang yang hanya memberikannya sebuah tatapan yang membuat Winter tak bisa bertahan.

“Hei, apa yang kau katakan? Jangan seperti itu,” ucap James menatap Hans.

“Aku tau kau senang mendengarnya.” Kata Hans yang enggan membalas pertanyaan James yang diajukan memang bukan untuk dijawab olehnya.

“Karena senang jadi langsung berada di pihaknya? begitu ya?” tanya Jimmy yang ikutan menggoda James.

“Bukankah sudah jelas? Memangnya itu masih boleh dipertanyakan lagi?” Kata Ray yang ikut-ikutan menggoda James.

James menggelengkan kepalanya, tetapi tidak bisa menahan sudut bibirnya yang tertarik ke atas.

“Wah, pertemanan kalian sangat seru ya,” ucap Felix yang sedari tadi mengamati dan mendengarkan.

Hans mengangguk, “Kami memang seperti itu,” balasnya.

“Kenapa kau mengatakan begitu?” tanya James pada Felix.

Felix menggeleng, “Buktinya bisa menggoda-goda teman seperti yang barusan kalian lakukan. Rasanya cukup asik menggoda teman seperti tadi.” Jelasnya.

Di satu sisi, Winter sampai di depan pintu toilet. Ia pun masuk ke toilet dan mencuci tangannya di wastafel sambil menatap cermin di depannya.

“Astaga Winter! apa yang baru saja kau katakan?” monolognya.

Winter menggelengkan kepalanya dan menepuk-nepuk kedua pipinya pelan.

“Bagaimana kalimat itu bisa terucap secara lantang? Ah, bagaimana aku kedepannya?” Winter tak bisa berhenti memikirkan yang baru saja ia katakan di depan James beserta teman-temannya itu.

“Memangnya kau mengucapkan apa?” tanya Karina dari belakang yang baru saja keluar dari salah satu bilik toilet.

Winter menoleh pada Karina, teman dari sekolah menengah pertamanya hingga kuliah saat ini. Karina pun berada di jurusan yang sama dengannya.

Winter pun menghela napasnya, “Aku tadi tidak sengaja mengatakan apa yang ada dalam hati.” Cerita Winter pada Karina yang sedang mencuci tangannya.

“Memangnya apa kata-kata yang keluar dari mulutmu? Dan kepada siapa? Jangan bilang, langsung kepada orangnya.” Balas Karina.

Diamnya Winter membuat Karina menatap Winter, “Benar begitu? Astaga Winter! Apa yang kau lakukan?” ucap Karina.

Winter memelas, “Benar 'kan, sepertinya aku sekarang tidak akan berani bertemu dengannya lagi. Padahal baru pertama bertemu hari ini.” Katanya.

Terdengar suara tangan Karina yang menutup mulutnya sendiri setelah sebelumnya sudah membersihkan dan mengelap tangannya dengan tisu di sampingnya.

“Pertama bertemu?” ucap Karina yang mendapat anggukan dari Winter.

Keduanya pun berjalan pelan menuju luar toilet.

“Bukannya kau sibuk menjadi panitia? Dari kapan kalian bertemu?” tanya Karina.

A Little SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang