Part 1: The Day We Met

275 15 2
                                    

Enjoy!!

***

Suasana kampus yang terletak di ujung kota itu sedikit lebih ramai dari biasanya. Hari ini, kampus yang menjadi incaran para 'Pejuang Perguruan Tinggi' itu sedang  mengadakan kegiatan campus expo untuk anak-anak SMA yang ingin mengetahui informasi tentang kampus tersebut dan juga kampus lain. Jadi, tentu saja banyak anak SMA datang untuk melihat dan mencari informasi tentang kampus yang mereka impikan. Wajah-wajah excited terpancar dari raut wajah kebanyakan anak dengan seragam putih abu-abu.

Para mahasiswa yang mungkin tak ada mata kuliah (atau mungkin juga membolos) terlihat ikut meramaikan di tengah-tengah kerumunan putih abu-abu. Tentu saja bukan untuk mencari informasi perihal kampus impian, tetapi untuk mencuci mata melihat anak-anak SMA yang tak akan mereka temukan di lain kesempatan. Bukan apa-apa, karena melihat anak-anak itu mengingatkan pada masa-masa dahulu saat mereka juga berjuang untuk masuk kampus impian.

Tak terkecuali seorang pemuda berwajah tampan dan menyenangkan menggunakan almamater berlengan pendek sesiku warna merah maroon dengan tulisan "DKV" yang agak besar di punggungnya. Biasanya dia tidak memakai almamater jelek itu. Walaupun milik mahasiswa DKV dan didesain oleh anak DKV juga, desainnya sangat jelek menurut Langit. Langit sempat berpikir kalau panitia yang bertugas membuat desain almamater ini menggunakan jasa joki abal-abal karena dikejar deadline. Tapi, entah kenapa hari ini ia ingin memakainya. Di dada sebelah kiri tersemat name tag dengan tulisan "Langit Biantara." Rambut hitam berantakan dan sedikit menutupi matanya yang berwarna asli cokelat hazel itu membuatnya terlihat keren. 

Sebenarnya Langit ada kelas saat ini, tapi ia bosan kemudian menyelinap keluar dari kelas. 'Yang penting sudah presensi' begitu pikirnya tadi. Ia sudah dua tahun berada di sini dan ia tau betul bagaimana sistem perkuliahannya. Jika sudah presensi maka semua aman. Kecuali kalau orang itu haus ilmu, mereka tak akan punya niat membolos sedikitpun. Tapi Langit tidak terlalu haus akan ilmu. Apalagi untuk mata kuliah yang tidak ia minati tapi wajib diambil. Langit hanya akan menitip presensi dan meminjam catatan temannya yang rajin jika ada ujian teori. 

Contoh seperti itu tidak baik untuk ditiru ya, teman-teman.

Di sinilah Langit sekarang, duduk di bangku bawah pohon Nara yang tengah berbunga kuning sebelah gedung jurusannya yang berlantai lima. Bunga-bunga kuning kecil-kecil sedikit mengotori bangku panjang itu. Tapi, Langit tak merisaukannya sama sekali dan dengan santai mendudukinya. 

Langit mengamati anak-anak SMA berlalu lalang meramaikan suasana kampus yang terik ini. Kadang, beberapa dari mereka melirik Langit dengan tatapan kagum. Mungkin kagum karena berhasil masuk ke kampus ini, mungkin juga karena ketampanannya. Kalau dipikir-pikir mereka seperti sedang bertamsya ke kebun binatang dan mahasiswa yang mereka temui adalah binatang langka hingga membuat mereka terkagum-kagum. Langit jadi merasa seperti salah satu hewan langka di kebun binatang.

"Permisi, Kak." Suara seorang laki-laki sedikit mengagetkan Langit yang membuatnya refleks menoleh. Seorang anak berseragam putih abu-abu dengan tas punggung hitam berdiri di sampingnya. Ia tersenyum canggung dan terlihat memilin ujung tali tasnya.

Kenapa Langit tidak melihat tanda-tanda anak ini muncul? Mungkin tadi ia tengah fokus memikirkan jadi binatang apa jika ia benar-benar di kebun binatang.

Anak berseragam SMA itu menatap Langit dengan mata yang sedikit berair. Mungkin kelahan, pikir Langit. Langit juga bisa melihat keringat di balik rambut belah tengahnya, mengalir ke pelipis. 

"Iya, ada yang bisa dibantu...dik..?" balas Langit seramah mungkin.

"Mau tanya kak, kantin atau yang jual minum di sebelah mana ya?" tanya anak itu sopan. Langit dapat membaca gerak gerik anak tersebut yang terlihat kehausan. Wajahnya terlihat sedikit memerah karena cuaca memang cukup panas. . 

[BL] Langit dan Biru || lokal bxbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang