Part 5 - He's got that feeling

71 8 4
                                    

Ketika Biru membuka mata, kepalanya terasa begitu berat dan berputar. Ia mengernyit ketika menyadari bahwa ia tidak berada di kamarnya, baik kos ataupun rumah. Ketika teringat ia berada di kamar kakak tingkat yang kemarin ia tumpangi, ia berusaha untuk duduk sambil memegangi kepalanya.

"Kalau masih pusing tidur aja." Suara Langit membuatnya tenang. Biru kemudian merebahkan tubuhnya kembali. 

Beberapa saat kemudian, ia merasakan sebuah telapak tangan memegang dahinya. Tentu saja itu Langit, yang semalam tidur sambil memeluknya. Mengingat hal itu, Biru merasakan aliran darah naik ke wajahnya. Dengan refleks dia menepis tangan Langit dan terbangun. Namun, hal itu malah membuat kepalanya semakin pusing. Ia memegang kepala dengan kedua tangannya dan meringis.

Langit juga terkejut karena gerakan Biru yang tiba-tiba. 

"Kenapa? Kalau masih pusing tidur lagi aja. Nanti kakak beliin sarapan ya." Langit mengulangi perkataanya barusan.

"Ha- hari ini aku ada kelas." Biru menjawab gagap dengan suara serak. Ia benar-benar salah tingkah mengingat kejadian semalam. Ia juga merutuki dirinya yang mengakui bahwa ia merasa nyaman saat berada di pelukan Langit. Rasanya ia ingin menghilang atau kabur ke kosannya sekarang.

"Kelas? Sekarang kan hari Sabtu. Biru ngelindur ya? Hahaha."

Sialan. Biru tak tahu harus bagaimana. Ia benar-benar merasa wajahnya merah karena malu.

"Udah, Biru istirahat dulu aja. Liat wajahmu masih merah." Langit mengira wajah merah Biru karena demam. 
Walaupun saat ia cek tadi, suhu tubuh Biru sudah normal. Ia tak tahu kalau Biru menahan malu setengah mati karena mengingat bagaimana mereka tidur semalam.

Langit tak hanya menyuruh Biru. Ia benar-benar menarik bahu Biru agar kembali tidur. Biru menurut saja karena ia memang ingin tidur lagi agar rasa pusing (dan malu)-nya hilang.

"Kakak beliin bubur dulu ya." Langit mengusak pelan kepala Biru. Membuat kepala Biru semakin pening. Perlakukan macam apa ini?

Biru tak memiliki seorang kakak jadi ia bertanya-tanya apakah perlakuan Langit seperti ini normal karena ia menganggapnya sebagai adik? Tapi, untuk apa? Bahkan, ia tak ada hubungan kerabat dengan Langit.

Sedangkan Langit merutuki diri sendiri karena tangannya yang sembrono. Ia mengacak-acak rambut Biru, tapi yang porak poranda hatinya. Apakah itu adil? Ia benar-benar ingin menggigit pria di depannya. Apa hubungannya? Tidak ada. Seperti Biru dan Langit.

"Yaudah sana. Jangan pakai kacang." Usir Biru dengan suara yang masih serak. Ia menutup wajahnya yang mungkin sudah lebih memerah dengan selimut.

"Siap kapten." 

Langit dengan cepat meluncur dengan motornya menuju penjual bubur terdekat. Ia tak bisa berhenti tersenyum di sepanjang jalan mengingat kejadian semalam. Namun, di hatinya ia merasa sedikit  takut. Ia takut tak bisa lagi tidur tanpa Biru di sampingnya. Ia takut tak bisa hidup tanpa Biru di genggamannya. Dan yang paling ia takutkan adalah Biru menjauhi dirinya karena apa yang ia rasakan sekarang. 

Namun, ternyata egonya lebih besar dari rasa takut. Ia tetap akan menjaga rasa ini. Jika perlu ia akan menjadikan Biru miliknya.

***

###

jekjeksahi's notes

Karena part ini pendek, jadi aku akan update 2 part...

Bisa keep scrolling yaaww...enjoyy!

[BL] Langit dan Biru || lokal bxbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang