Part 14 - Our Time

42 4 0
                                    

Setahun sudah Langit dan Biru menjalani hubungan mereka sebagai kekasih. Beberapa hal masih sama, namun banyak hal berubah.

Yang tidak berubah salah satunya adalah perasaan Langit ke Biru. Langit masih mencintai Biru seperti dahulu. Jantungnya masih berdebar ketika anak itu berada di pelukannya. 

Yang berubah adalah semester. Kini Langit menjadi mahasiswa akhir yang bergelut dengan skripsi, lebih tepatnya semester 8. Masa-masa krisis yang harus ia hadapi sekarang. Awalnya, ia pikir akan mudah karena ia sudah menyiapkan judul sejak awal semester. Tetapi, ternyata semua itu tidak semudah yang ia bayangkan. Apalagi ketika dosennya memiliki prinsip yang sangat berbeda dengannya. Langit jadi sering menunda bimbingan. Sekali bimbingan, revisi seabrek yang harus ia lakukan. 

Seperti saat ini, ketika Biru sedang duduk di karpet sambil mengerjakan tugas di ipad berlogo apelnya, pintu kos Langit terbuka. Langit masuk dengan wajah kusut dan lelah. Tadi, Langit pergi meninggalkan Biru untuk bimbingan. Melihat wajah kusutnya, Biru yakin semua tidak berjalan dengan baik. Bimbingan terakhir Langit juga seperti ini.

Langit meletakkan tas berisi laptop dan kertas-kertas skripsi yag penuh coretan merah di kasur, kemudian duduk di samping Biru. Biru menghela napas kemudian meletakkan ipadnya untuk memberi perhatian penuh kepada Langit. 

"Nggak baik ya?" tanya Biru lembut. Langit menggeleng. Menyenderkan kepalanya di pundak Biru. Biru menepuk punggungnya pelan. 

"It's okay. Kakak udah berusaha yang terbaik. Ayo lewati sama-sama."

Di pelukan Biru, Langit mengangguk.

***

"Biru, Langit udah ngabarin lo belum?" Ben berbisik setelah menghampiri Biru yang tengah mengerjakan tugas kelompok bersama dua orang temannya di perpustakaan. Wajah Biru terlihat mengerut khawatir. Ia mengecek HPnya, tetapi tak ada notifikasi apapun dari Langit. Ia menggeleng untuk menjawab Ben.

"Kenapa kak?"

"Ikut gue bentar yuk. Guys, sorry, gue pinjem Biru sebentar ya. Urgent soalnya," izin Ben sebelum menarik Biru ke luar perpustakaan tanpa menunggu jawaban dari dua orang lainnya.

"Biru, Langit dimarahin abis-abisan sama dosbingnya karena ngelawan. Sekarang dia harus cari dosbing baru dan ganti judul. Tadi gue liat dia ngedrop banget. Lo harus samperin Langit sekarang." Setelah sampai di luar, Ben baru menjelaskan apa yang terjadi.

Biru cemas. Beberapa hari belakangan, Langit memang lebih sering mengeluh soal skripsi dan dosbing yang sering berbeda pendapat dengannya itu sehingga ia harus sering merevisi total apa yang sudah ia tulis. Kalau sebelum-sebelumnya Biru bisa menenangkan dan menyemangatinya lagi. Sayangnya, minggu ini Biru juga sedang sibuk-sibuknya dengan tugas-tugas dan laporan praktek. Sehingga ia tak bisa memberikan perhatian lebih kepada kekasihnya.

"Makasih banyak ya kak. Nanti aku ke kos Kak Langit deh."

"Jangan nanti. Sekarang. Pasti Langit lagi nangis," kata Ben walaupun ia tak yakin orang seperti Langit bisa menangis.

Akhirnya Biru langsung pergi menemui Langit dengan kecepatan cahaya. Benar saja. Saat Biru memasuki kamar Langit, kamar itu gelap gulita dan udara yang sangat dingin langsung menyambutnya karena AC dinyalakan sampai 16 derajat, tipikal Langit kalau lagi stress dan menangis. Menutup semua hal dari orang lain.

Biru mengambil ponselnya dan menyalakan senter, takut menginjak sesuatu.

"Kak Langit? Are you okay? Kakak dimana? Aku nyalain lampunya ya?" kata Biru dengan suara lembut. Tak ada jawaban. Ketika Biru menyalakan lampu yang ada di kamar, ia mendapati kepala Langit menyembul dari selimut cokelat yang tadi membungkus seluruh tubuhnya. Mata dan wajahnya sembab. Biru menghela napas. Ternyata Langit beneran nangis. Ia kemudian menghampiri Langit dan memeluknya.

[BL] Langit dan Biru || lokal bxbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang