Hellooo ketemu lagi sama Langit dan Biruu.
Enjoyy!!****
Langit keluar dari kantor yang ia datangi setiap hari selama lebih dari satu tahun itu dengan wajah lelah. Dirinya berniat langsung kembali ke apartemennya sebelum ia ingat kalau bahan makanan dan persediaan kebersihannya sudah habis. Jadi, ia memutuskan untuk mampir ke toserba terlebih dahulu.
Ia menyisir setiap deretan rak untuk mencari barang yang ia butuhkan. Tak butuh waktu lama hingga troli berukuran sedang yang ia dorong hampir penuh berisi bahan makanan dan barang barang ia butuhkan; telor, sayur, buah, kecap, saos, detergen, sabun, sampo dan sebagainya. Sebenarnya lebih hemat dan segar kalau beli bahan makanan di pasar, tapi Langit malas. Lagi pula ia sudah cukup kaya sekarang. Ia tak terlalu memikirkan berapa banyak uang yang ia keluarkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Ia akan mendorong troli ke kasir ketika tiba-tiba melihat punggung yang tak asing. Jantungnya berdegup kencang tak dapat ia kendalikan. Langit tak mungkin salah orang. Meski sudah dua tahun berlalu, Langit masih hafal jelas punggung orang itu. Jaraknya tak lebih dari tiga meter dari tempatnya berdiri mematung sekarang. Ia terlihat sedang memilih snack. Langit ingin berlari memeluknya dan mengatakan bahwa ia sangat, sangat, sangat merindukannya. Tapi, kenyataannya ia hanya berdiri mematung.
Melupakan manusia dengan nama belakang Hardana itu tak mudah. Bahkan ia tak berhasil. Buktinya, ia masih bisa mengingat jelas punggung orang itu, yang biasanya, beberapa tahun yang lalu, ia peluk setiap malam.
Namun, sekarang Langit hanya bisa mamatung. Pikirannya bertarung dengan hatinya. Langit punya dua pilihan sekarang.
Satu. Menyapanya dan mungkin bisa memulai lagi seperti dulu. Menjadikan ia kekasihnya lagi.
Atau, dua, mengabaikannya. Berpura-pura tak mengenalnya dan membuang kesempatan ini begitu saja.
Langit takut ia sudah memiliki orang lain di sisinya. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Cukup untuk mengenal orang baru atau mencari kekasih baru.
Belum selesai pikiran Langit bertarung, punggung itu berbalik. Mata mereka bertemu. Untuk pertama kalinya setelah dua tahun.
Mata dan mulut Biru membulat melihat siapa yang tengah berdiri tak lebih dari tiga meter di depannya, di ujung rak deretan biskuit yang sedang ia teliti. Keranjang belanja yang tengah ia pegang jatuh begitu saja karena tangan yang tadi memegangnya malah menutup mulutnya yang ternganga karena terkejut. Orang itu berdiri dengan ekspresi yang sulit dibaca, namun jelas sekali ada kesan terkejut dan sedikit canggung di wajahnya. Mereka berdua saling berpandangan, tak ada yang bergerak sejenak.
"KAK LANGIT!" Pekiknya. Untungnya tak terlalu kencang.
"SIALAN." Batin Langit.
Biru berlari ke arah Langit, meninggalkan keranjang belanjanya yang untungnya jatuh tak berserakan. Ia menabrak troli yang dipegang Langit. Untung saja Langit dengan sigap menahannya sehingga Biru tak jatuh. Mata mereka kembali bertemu dengan lebih dekat.
Ada rasa lega di hati Biru akhirnya bisa bertemu Langit. Sedangkan, perasaan Langit campur aduk. Usahanya melupakan Biru benar-benar sia-sia.
Tapi tak apa. Lagi pula ia sama sekali belum berhasil.
Jadi, Langit hanya bisa tersenyum dan menerima ajakan Biru untuk 'reuni'.
***
Mereka memilih kafe yang terletak di sudut area toserba, tempat yang cukup tenang meski ramai, di mana orang-orang berlalu lalang tanpa benar-benar memperhatikan sekitarnya.
Bagi Langit, suasana terasa kaku, canggung, seolah waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Namun, jantungnya justru berkebalikan. Berdetak begitu cepat, keringat dingin terasa mengalir dipermukaan kulitnya.
Mereka duduk berhadapan, tersekat oleh meja persegi yang tak terlalu lebar. Langit sesekali melirik ke Biru, namun tak ada kata yang keluar. Ia merasa seolah berada di tempat yang salah, atau lebih tepatnya, di depan orang yang salah, meskipun tak ada yang benar-benar salah di sini. Memang, setiap hari, pagi, malam, dan siang, Langit berharap ada keajaiban yang membuat ia dan Biru bertemu lagi. Tetapi, kalau tiba-tiba bertemu seperti ini, jujur saja Langit tidak siap. Bahkan, ia tak tau kalau Biru ada di kota ini.
Langit hanya menatap kopi yang dipesannya, mencoba fokus pada benda yang paling tidak mungkin mengkhianatinya, namun pikirannya terus melayang kembali ke masa lalu. Dia ingin menangis. Perasaan itu begitu berat, seperti batu yang dihempaskan ke dadanya. Ia tak tahu harus mulai dari mana atau apa yang harus ia katakan. Ia bisa saja memulai percakapan. Tapi, ia tak mengatakan apa-apa. Menunggu Biru memulainya.
"Kak Langit, apa kabar?" tanya Biru dengan nada yang ringan. Suaranya begitu familiar dan menenangkan, seolah ia tak pernah pergi dari hidup Langit. Pertanyaan itu terdengar basa-basi tapi Biru benar-benar ingin tau. Nada suara Biru mengingatkan Langit pada waktu-waktu yang lebih sederhana ketika mereka masih bersama.
Langit menatap Biru untuk sesaat, mencoba menemukan jawaban yang tepat, namun yang keluar hanya "Baik, tak tahu setelah ini."
Kalimat itu terucap dengan nada datar, hampir seperti menghindari kenyataan, seolah kata-kata itu adalah pelindung dari perasaan yang terlalu besar untuk dihadapi. Ia menarik napas panjang, merasa kebingungan melanda. Tak ada yang benar-benar bisa dijelaskan, apalagi dijawab.
Biru tersenyum tipis, lalu mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Ia tahu persis betapa rumitnya perasaan yang bergejolak di dalam diri Langit dan ia tak ingin memaksakan apapun. Namun, dengan tenang, ia mulai mencairkan suasana, mengingatkan Langit bahwa meskipun waktu telah berjalan, ia tak pernah melupakan Langit, seperti yang ia katakan dulu.
Hingga ketika mereka akan mengakhiri 'reuni' singkat itu. Langit bertanya, dengan nada berat, "apa.... Biru pernah merindukanku?"
"...." Sulit untuk mengatakan tidak, tetapi canggung untuk mengatakan jika Biru merindukannya. Jadi, akhirnya Biru hanya menunduk dan tak menjawab pertanyaan Langit.
"Karena aku merindukanmu setiap hari."
Langit yang kini sudah merasa tak canggung lagi juga berkata, "bisakah jika kita lebih sering bertemu?"
"Tentu saja. Dan aku pasti akan butuh banyak bantuan Kak Langit disini." Biru berkata mantap.
Begitulah pertemuan mereka berakhir. Harapan baru mulai tumbuh di benak Langit. Entah baik atau buruk. Tapi, Langit bertekad, membuat Biru kembali padanya, kembali menjadi miliknya.
****
Heyoo, pengin update reguler tapi jadwalnya padet puolllll😥😥 haduh haduhJadi, update sebisanya aja hihi tapi yang pasti diusahain seminggu minimal sekali😁
![](https://img.wattpad.com/cover/351992493-288-k20454.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Langit dan Biru || lokal bxb
RomanceTentang Langit yang mencintai Biru. Sangat. Sampe agak goblok. warn! bxb, homophobic dni. lokal bxb bahasa indonesia slightly mature scene, be mindful