Part 16: Can't we stay?

41 4 0
                                    

"Congrats bro. Sukses ya."

Ucapan-ucapan selamat diberikan kepada Langit setelah beberapa saat lalu keluar dari ruang sidang. Tak ketinggalan tiga sohibnya, Ben, Ian dan Dion yang beberapa semester terakhir makin dekat dengannya.

Biru?

Itu yang sejak tadi Langit risaukan. Ia belum melihat Biru sejak seminggu yang lalu. Walaupun Biru memang mengatakan ia sibuk karena sedang mengerjakan projek film bersama teman-temannya dan ia juga selalu menyempatkan menghubungi Langit melalui panggilan video saat malam, Langit tetap saja merindukannya. Hampir setiap menit ia bertanya Biru dimana.

Seperti saat ini, sekali lagi Langit menekan tombol dial untuk menghubungi kekasihnya. Langit berniat akan memarahi Biru karena ia hanya membaca pesannya. Tak seperti sebelumnya, Biru mengangkat panggilan dengan cepat. Yaiyalah, orang Biru aja baru mau membalas pesan spam Langit yang tak ia balas sejak sejam lalu. Ketika baru membuka HPnya sepuluh menit yang lalu, Biru langsung membatin, "orang gila mana yang spam sampai 320 pesan."

Ya memang benar 320 pesan belum dibaca. Mana, isinya berbeda semua. Dan Biru dengan teliti membaca satu persatu. Makanya butuh sepuluh menit untuk Biru 'akan' membalasnya.

"Halo..."

"Biru dimana? Kamu sampai sini jam berapa? Kok pesanku cuma dibaca? Kamu jadi dateng kan? Kemarin bilangnya sebelum sidang selesai dah disini." Langit langsung membombardir Biru dengan pertanyaan yang sebenarnya tadi sudah ia kirim di chat. Sedangkan, di seberang sana, Biru menahan tawa. Sungguh, ia bisa membayangkan raut wajah Langit yang kesal.

"Ummm jadi nggak ya?" goda Biru. Tapi, tak ada jawaban disana. Sepertinya Langit benar-benar kesal sekarang. Biru tertawa.

"Hahaha, iya iya dateng. Jangan marah dong, Kak. Maaf tadi ada scene yang harus di-take berkali-kali dan jadi lama. Ini sekarang udah selesai kok. Sepuluh menit lagi yaa. Nanti kabarin aja kakak dimana." Biru kini berkata serius.

"Oke. Nggak boleh lebih dari sepuluh menit." Entah kenapa Biru sedikit takut mendengar nada Langit yang terdengar mengancam. Sepertinya Langit memang benar-benar marah. Sebab, Biru kemarin bilang kalau ia akan ada disana sebelum sidang selesai. Tapi rupanya ada scene yang harus ditake berulang kali untuk tugas pembuatan filmnya. Temannya yang menjadi sutradara memang perfeksionis. Jadi, mau tak mau Biru mengikutinya karena anggota yang lain juga setuju. Ini juga demi nilai akademisnya.

"Aku usahain ya, Kak."

"Um."

Dan Langit memutuskan sambungannya. 

Biru segera berpamitan pada teman-temannya dan melajukan motornya secepat yang ia bisa. Jika ia melaju dengan kecepatan 90 KM/jam, ia bisa sampai di lokasi Langit dalam sepuluh menit. Rupanya dunia sedang tak berpihak padanya. Jalanan begitu ramai sampai terjadi kemacetan kecil namun sangat menghambat laju Biru. Tak mungkin ia sampai dalam sepuluh menit. Untungnya, tadi ia sudah membeli buket bunga, kalau tidak tak mungkin sekarang sempat.

Getaran dari HPnya mulai terdengar tanda Langit kembali mengiriminya pesan. Tanpa meminggirkan motornya karena memang jalannya padat dan tidak melaju, Biru membuka pesan Langit yang mengirimnya timer yang menujukkan telah lebih dari sepuluh menit.

"WOY MAJU! MALAH MAEN HP!!" Teriakan dari belakang membuat Biru refleks mengantongi handphonenya dan kembali fokus melaju.

Tiga puluh menit kemudian, Biru baru tiba diparkiran fakultasnya. Ketika membuka HPnya, degub jantungnya menjadi dua kali lipat karena Langit mengirim pesan.

"gue udh di kos. langsung ke kos aja kalau mau dateng. kalau nggak juga nggak papa. terserah lo."

Langit marah besar! Biru takut. Sebelumnya, Langit tak pernah marah sama sekali paadanya bahkan ketika ia melakukan kesalahan bodoh.

Biru memutuskan langsung meluncur ke kos Langit dengan rasa cemas.

Langit melempar HPnya kesal. Lagi-lagi Biru hanya membaca pesannya. Tak taukah Biru seberapa ia rindu padanya? Apa menurut Biru perasaannya hanya main-main? 

Akhir-akhir ini Langit memang lebih sedikit sensitif terhadap Biru. Banyak hal yang membuatnya kesal tanpa alasan. Bahkan melihat Biru mengerjakan tugas bersama teman-temannya bisa membuatnya kesal bukan main. Ia hanya ingin Biru disisinya menjadi miliknya.

Sekarang Biru tak bisa dihubungi dan mengingkari janji. Langit marah dan kesal. Entah kepada siapa.

"Klek"

Langit refleks menoleh saat mendengar kenop pintunya diputar.

Orang yang ia rindukan sekaligus ingin ia maki maki, muncul dari pintu berwarna putihnya dengan sebuah buket bunga ditangannya. Wajahnya merah karena kepanasan dan terlihat kelelahan. Namun, matanya berseri saat melihat Langit. Walaupun ada gurat takut disana.

"...."

"Kak Ak-"

Belum sempat Biru mengatakan apapun, Langit merebut bunga di tangannya dan melemparnya ke sembarang arah kemudian mencengkeram bahu Biru dan mendorongnya ke tembok. Membuat Biru meringis karena kepalanya sedikit terbentur. Selain itu, cengkerangan Langit di bahunya juga membuatnya menahan napas.

Namun, sepertinya Langit benar-benar marah dan tak memperhatikan Biru yang kesakitan.

Tanpa persetujuan Biru, Langit mencium bibir Biru kasar.

Biru terkesiap. Rasanya ia ingin menangis. Ia ingin meminta maaf pada Langit. Ia tau ia salah karena mengingkari janjinya. Tapi, Langit tak berhak melakukan ini padanya. Bukankah Langit keterlaluan? Bukankah semua bisa dibicarakan? dan bukankah ia pernah berjanji untuk selalu meminta izin jika ingin menciumnya?

Biru berusaha mendorong Langit tapi usahanya sia-sia. Langit jadi terlalu kuat saat marah. Bahkan, kini saat tau Biru menolak ciumannya, Langit mengunci tangan Biru sehingga ia tak bisa melakukan apapun.

"Kak mm..."

Langit tak menghiraukan kelitan Biru. Ia terus mencoba menciumnya dengan kasar. Sekarang Biru tak merasa pria di hadapannya adalah Langit yang ia kenal.

Ia benar-benar takut sampai gemetar. 

Setetes air mata keluar dari mata Biru membuat Langit membuka mata. Gurat ketakutan dari mata Biru yang berjarak tak lebih dua senti di depannya membuatnya tersadar kalau ia sudah kelewatan. 

Langit melepas pagutannya dan menatap Biru nanar kemudian menjatuhkan wajah di bahu Biru dan terisak.

"Maaf Biru. Maafin aku. Maaf maaf maaf." Hanya itu yang bisa ia katakan. 

Biru tak mengatakan apapun tapi ia membalas pelukan Langit. Membiarkan Langit menumpahkan air matanya di sana.

***
Waduh waduh waduh mau pisah malah begini😃😃

how's part 16?
See you next episode!

[BL] Langit dan Biru || lokal bxbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang