Xavier mondar-mandir di depan ruang UKS yang tertutup rapat, raut khawatir terlihat jelas di wajahnya. Dia menghela napas berat yang entah keberapa kalinya?
Dari kejauhan nampak Julian yang menatapnya dengan bingung, cowok itu memilih menghampiri Xavier yang masih sibuk dengan kegiatannya—mondar-mandir nggak jelas.
"Lo kenapa?"
Suara Julian yang berat dan tiba-tiba itu membuat Xavier terperanjat. Cowok itu terlihat lebih kacau dari kemarin menurut Julian.
"Lo baik-baik aja? Lo kacau banget, bang." Kritik Julian dan duduk di bangku panjang yang tersedia di koridor sekolah—letaknya tak jauh dari ruang UKS.
Xavier membuntuti Julian dan ikut duduk disebelah cowok berambut merah itu.
"Edith pingsan di dalam, gue khawatir tapi nggak bisa ngapa-ngapain."
Akhirnya Julian paham apa yang mengganggu kakak kelasnya itu sejak tadi. Ia tersenyum lembut, menyadari rasa peduli Xavier yang patut diacungi jempol. Atau memang Edith adalah cewek yang disukai Xavier? Makanya Xavier menaruh perhatian lebih pada cewek itu.
"Udah ada petugas UKS kan?"
Xavier mengangguk mantap, "udah ditangani sih, tapi tetep aja gue khawatir dia kenapa-napa."
"Udah, mending lo ke kelas. Ini udah bel masuk kan?" Bujuk Julian berusaha menenangkan Xavier.
"Tapi kan?"
"Gue teman sekelasnya bang, gue bisa panggil Melisa biar jagain dia."
Xavier terdiam sejenak, agak tidak yakin. Tapi dia juga harus kembali ke kelas.
Setelah mengangguk dan meminta tolong pada Julian, Xavier memilih pergi dari sana. Kembali ke kelas karena jam pelajaran pertama akan dimulai.
______
"Dari mana, Jul?" Tanya Melisa—teman sebangkunya—pada Julian ketika ia baru masuk kelas dan duduk di bangkunya.
"Dari UKS. Oiya, lo bisa nemenin Edith di UKS nggak?"
Melisa mendelik.
"Loh Edith kenapa emangnya?" Tanya Melisa heboh, dia panik bukan main. Makanya sejak tadi nungguin Edith nggak datang-datang, taunya cewek itu ada di UKS.
"Dia pingsan, tadi udah dibawa bang Xavier ke UKS. Tapi dia nggak berani deketin Edith. Makanya, lo bisa nemenin Edith nggak? Biar gue izinin ke Pak Khaleed."
Melisa mengangguk patuh. Dia beranjak dari duduknya dan buru-buru menuju UKS.
Tidak berapa lama sejak kepergian Melisa, bangku Melisa sudah diduduki Yin yang entah muncul dari mana. Julian menatapnya bingung. Terlebih lagi senyum secerah mentari Yin nggak pernah luntur dari wajahnya. Julian agak bagaimana ya? Baru kali ini melihat ada orang yang auranya begitu kuat dan seolah menyalurkan keceriaan disekitarnya.
"Kenapa, Yin?" Tanya Julian bingung.
"Melisa kemana?"
"Ke UKS."
Yin mengernyit heran.
Julian yang paham dengan ekspresi Yin berusaha menjelaskan.
"Edith pingsan, gue minta Melisa buat nemenin dia. Kasihan kalau nanti Edith kenapa-napa dan sendirian."
"Oh, emangnya nggak ada petugas UKSnya?"
"Ada sih, tapi buat jaga-jaga aja."
Yin mengangguk paham.
"Jul, makasih ya kemarin udah mau mampir ke rumah gue. Kapan-kapan mampir kesana lagi ya." Ucap Yin penuh ketulusan.
Julian menaruh kepalanya diatas meja dengan kedua tangan yang terlipat sebagai bantalan. Wajahnya miring kearah Yin dan menatap cowok berambut kuning itu dalam diam. Yang ditatap heran dan salah tingkah.
"Anjing lo, jangan ngelihatin gue kayak gitu astaga." Omel Yin.
Julian terkekeh dan kembali duduk dengan tegak.
"Gue bisa ajak yang lain nggak?" Tanya Julian tiba-tiba.
"Huh?" Yin membeo.
Julian berdecak sebal karena harus menjelaskan ucapannya. Malas banget.
"Ke rumah lo, gue boleh ajak bang Xavier ama Melisa atau yang lainnya nggak?"
Yin menggaruk pelipisnya salah tingkah.
"Ajak aja, makin rame makin seru."
Lalu keduanya tertawa.
________
"Kalau misalnya lomba antar kelas ini diadakan akhir musim panas, gimana? Jadi selesai lomba kita libur satu minggu kan?" Pena berwarna hitam yang Aamon pegang itu masih menuliskan sesuatu diatas kertas putih. Seluruh anggota OSIS yang rapat siang itu beralih menatapnya dengan serius. Begitupun Xavier—ketua OSIS—yang sedari tadi berusaha menyimak walaupun pikirannya penuh dengan masalah pribadi.
"Sekalian selesai ujian akhir semester aja." Silvanna, sang wakil ketua OSIS menyuarakan usulnya.
Xavier sudah menyelam sendiri dengan pikirannya. Berbagai masalah yang datang secara bersamaan membuatnya kehilangan fokus rapat kali ini.
"XAVIER LO MIKIRIN APA DAH?!" Pekikan Lancelot terdengar memekakkan telinga. Xavier terkejut bukan main. Selanjutnya hanya suara kipas angin dan detik jarum jam yang terdengar di ruangan OSIS tersebut.
Semua orang yang ada disana terdiam dan menatap Xavier. Kini cowok itu jadi pusat perhatian.
"Ketua OSIS, ada masalah?" Tanya Silvanna dengan nadanya yang berusaha lembut.
Xavier menatap cewek berambut perak itu. Selanjutnya dia menunduk dan merasa bersalah karena telah mengabaikan semua orang yang ada di ruangan itu.
"Kak Xavier sakit? Mau ditunda dulu, rapatnya?" Floryn bersuara dengan suara imutnya.
Xavier tersenyum.
"Maaf banget, gara-gara gue rapatnya jadi ketunda. Gue nggak sengaja ngelamun tadi, dan gue baik-baik aja."
"Lo kelihatan kacau beberapa hari ini, Vier. Yakin, nggak ada hal yang lo sembunyiin?" Aamon menatap Xavier lamat-lamat.
Xavier mengangguk dan tersenyum lebar. Berusaha memancarkan aura secerah mentari. Walau begitu mata nggak pernah bisa bohong.
Rapat tetap berlanjut membahas class meeting yang akan diselenggarakan seusai ujian akhir semester. Xavier yang sudah mengontrol dirinya agar tetap fokus pada jalannya rapat. Walau dia tahu, dia sudah tidak bisa menyembunyikan apapun pada teman-temannya. Sementara cuaca di luar yang menyengat begitu panasnya membuat Xavier lupa akan masalahnya sejenak. Untuk saat ini biarlah begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[MLBB Harian] Do You Want A Know A Secret?
Fiksi PenggemarJulian pening banget kalau udah berurusan sama Yin. Ditambah Xavier dan kawan-kawannya yang sifatnya rusuh banget. Terlepas dari itu semua, kehidupannya jadi lebih berwarna walaupun perilaku teman-temannya itu slengean semua, dan Julian bersyukur b...