17 | class meeting

181 17 0
                                    

Tak butuh waktu lama bagi Julian untuk membuat skor dalam pertandingan basket melawan kelas 1-3—kelas Claude. Karena Julian adalah anggota ekskul basket, melawan kelas Claude mudah baginya.

Sorakan dari penonton yang riuh tak dapat membuatnya kehilangan fokus. Julian tidak mengenal siswa lain kecuali teman sekelasnya. Jadinya dia tidak terganggu dengan itu, ataupun semangat yang membara karena disoraki.

Skor kelas Julian tinggi, dan ia memenangkan pertandingan keduanya melawan kelas Claude.

"Wih gue baru tau kalo lo keren waktu main basket?" Melisa bersorak bangga pada teman kecilnya itu.

"Ya nih, tuh banyak cewek-cewek yang tiba-tiba ngeidolain lo." Imbuh Edith.

Melisa menyodorkan sebotol minuman dingin pada Julian, cowok itu menerima dan menenggaknya.

"Mereka teriak-teriak JULIAN JULIAN GO GO!" Julian hampir tersedak minuman kala Melisa benar-benar berteriak seperti suporter. Cewek itu menyemburkan tawanya keras.

"Jul, lo ga minat cari cewek gitu?" Tanya Melisa lagi. Kali ini Julian duduk disebelahnya dan menatap lapangan basket yang sudah diisi oleh pemain berikutnya.

"Gue nggak mikir kesana Mel. Apa ya? Kayak udah nyaman aja main sama lo, sama Yin dan yang lainnya." Julian tidak bohong, sejauh ini dengan usianya yang remaja-remaja bucin pada umumnya. Julian sama sekali belum pernah berpikir menyukai lawan jenis. Apalagi berpikir tentang pacaran.

Melisa menghela napasnya pelan. "Ya syukur deh kalo gitu."

Julian menoleh dengan cepat, menatap Melisa yang menatap kearah lapangan basket. Ia ingin menanyakan maksud perkataan cewek itu tadi, tapi dia urungkan karena Melisa tidak ada suara sama sekali setelahnya. Helaian rambut pendek Melisa tertiup angin sekilas, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih. Julian terpana sesaat. Baru kali ini ia melihat Melisa bukan seperti anak kecil lagi. Melisanya sudah tumbuh cantik dan anggun saat tidak banyak tingkah seperti ini. Ah, Julian tersadar. Ia buru-buru menatap kearah lain. Memilih menunduk dan mengingat beberapa saat lalu. Melisa cantik, batinnya. Jadi dia sedikit salah tingkah.

__________________

Pertandingan tarik tambang putri antar kelas sudah dimulai. Melisa, Edith, Ruby, Selena dan Irithel yang bersedia ikut di kelas Julian. Ini sudah pertandingan yang kesekian kali, dan kelas Julian memasuki babak semi final.

"EDITH!! TERNYATA KITA LAWAN." Pekik Natalia yang sadar sedari tadi kalau kelasnya melawan kelas Edith.

Edith merasa pipinya memanas, Natalia berteriak begitu kencang hingga atensi semua orang yang ada disana mengarah padanya. Singkatnya tiba-tiba dia jadi pusat perhatian.

"Woi ga usah teriak, budek kuping gue." Fanny mengomel. Sedangkan Natalia mencebik.

Ini lawan kakak kelas yang tubuhnya sedikit bongsor, tim Melisa versus tim Fanny. Membuat tim Melisa kewalahan. Ditimnya, tubuh mereka kecil-kecil. Apalagi Edith dan Ruby yang begitu mungil. Jadi mereka berusaha sekuat tenaga mencoba mengalahkan tim Fanny.

"EDITH SEMANGAT!!!"

Samar-samar Edith mendengar suara Xavier yang menyebut namanya. Eh bukan samar, jelas sekali saat sorakan kedua yang diucapkan Xavier. Edith yang hampir kehilangan tenaga, susah payah menarik tali kembali dan bersemangat saat suara Xavier memenuhi kepalanya.

Semua orang disana menyoraki Xavier yang tiba-tiba berteriak lantang seperti itu. Pipi Edith memanas, jangan tanyakan, dia malu saat ini. Ingin hilang ditelan bumi saat itu juga. Tapi dalam hati dia senang bukan main.

Pertandingan selesai dan dimenangkan tim Fanny. Tim Melisa menepi dipinggir lapangan dengan napas tersengal.

"Lawan mereka yang badannya bongsor susah juga." Ujar Melisa setelah meminum air dari botol miliknya.

"Berisik banget si Xavier, gila."

Ucapan Ruby berhasil membuat kepala Edith pening. Bukan apa, Edith hanya malu setengah mampus.

"Udah deh Dith, terima aja kalo Xavier confess lagi nanti."

"Ih apa sih?" Edith salah tingkah tau. Melisa da yang lain tertawa pelan.

"Capek?"

Edith terkejut saat sesuatu yang dingin menempel dipipinya, ditambah suara Xavier yang pelan menusuk telinganya. Edith memanas, pipi dan leher hingga telinganya memerah. Kawan-kawannya sudah mengerling kearahnya jail.

"Lo—kenapa? Astaga—" Edith nggak mampu berkata-kata, dia bingung mau bilang apa saat Xavier tengah tersenyum menampilkan wajah gantengnya yang bikin cewek-cewek klepek-klepek. Memang sih semenjak ujian berlangsung dan acara class meeting ini, nih anak nggak ada tampang usil dan tingkah yang bikin ilfil. Mendadak Xavier itu jadi ketua OSIS yang pendiam dan keren. Banyak cewek-cewek yang tiba-tiba mengidolakannya. Edith sendiri sudah kecantol saat tahu siapa yang membantunya ketika pingsan beberapa waktu lalu.

"Ini, aku beliin minum. Jangan cuma dilihatin, dong. Diterima, trus diminum."

Pekikan tertahan dari Melisa dan yang lainnya terdengar. Edith benar-benar malu saat ini. Dengan ragu dia menerima botol dingin yang diulurkan Xavier.

Cowok itu tersenyum dan mengacak rambut Edith pelan sebelum dia beranjak dan pergi dari sana.

Edith masih mematung.

Seperginya Xavier, Melisa merangkul Edith senang.

"Dulu ditolak mentah-mentah. Giliran udah luluh tau rasa kan lo?" Goda Melisa menatapnya jail.

"Ih apa sih? Ini dia susah-susah beliin minum, ya gue terima dong." Edith berusaha mengelak.

"Kalo nggak mau, biar gue yang minum sini." Ruby hendak meraih botol yang dipegang Edith, tapi cewek itu segera menjauhkannya dari tangan Ruby. Tingkahnya membuat Melisa dan Ruby tertawa.

"Cieee." Goda mereka serempak.

"Apasih? Kan bisa minta Dyroth beliin kamu minum." Ucap Edith salah tingkah.

"Kalo suka bilang mbak."

Tawa mereka meledak, berhasil mengganggu Edith sampai kepanasan.

[MLBB Harian] Do You Want A Know A Secret?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang