[1]. The White (1)

245 24 6
                                        

Putih.

Warna yang selalu menjadi pilihan untuk acara-acara sakral yang melambangkan sebuah kesucian.

Warna putih itulah yang saat ini melengkapi penampilan seorang Praditya Dwipangga, lelaki berbadan tegap dengan tinggi sekitar 180 cm. Sehelai jas buka berwarna putih yang disebut jas Prawedhana, membalut tubuh tinggi tegapnya. Setelan yang melambangkan kewibawaan seorang laki-laki dalam budaya pernikahan Sunda itu, tampak cocok berpadu dengan wajah rupawan miliknya. Ditambah setelan bagian bawah bermotif batik tulis dengan tinta hitam dan emas yang dililitkan dipinggang dengan panjang hingga mata kaki, menampakkan kegagahan lelaki itu yang memang berdarah ningrat.

Setidaknya kesan 'sempurna' melekat pada Angga, di mata tukang rias yang saat ini menata penampilannya. Bisik-bisik itu sempat terdengatr olehnya, tapi tentunya sebagai lelaki, tak pernah ia menghiraukan pujian apapun tentang penampilan fisiknya.

"Sudah selesai? Aku ingin melihat kamar sebelah," tanya Angga pada penata rias di salah satu kamar hotel yang dipesan khusus untuk acara pernikahannya.

"Sakedik deui Kang. Aduuh.. Meni kasep pisan. Sapertos artis Korea anu janten kapten tantara tea. Saha eta teh, Ceu?"

Si asisten penata rias yang sedikit genit itu melemparkan tanya dalam bahasa Sunda pada seniornya yang sedang merapikan bagian bawah setelan Angga.

"Kapten Ri nya? Ah.. saha nami aslina eta teh.." sambut si penata rias senior sambil beberapa detik menghentilan kegiatannya, berusaha mengingat sesuatu.

Karena penasaran, dengan iseng asisten penata lain yang bertugas menyiapkan alat-alat rias mengecek ponselnya, mencari nama aktor yang dimaksud.

"Eta, Hyun Bin!" Serunya kemudian.

Angga yang sudah terbiasa mendapat komentar seperti itu, tak terlalu mengindahkan pujian mereka.

"Sampurna, Kang!"

Setelah kalimat tanda selesai itu keluar dari penata rias di kamarnya, tanpa basa basi Angga keluar dari kamar rias itu, menuju kamar sebelah dimana pengantinnya tengah menunggu. Ia tak sabar ingin melihat Tasha terlebih dahulu dalam balutan pakaian pengantin yang senada dengan miliknya.

Dan ketika pintu kamar itu terbuka, didapatinya Tasha dengan balutan kebaya brokat warna putih yang disulam dengan manik-manik kristal bening. Dengan bawahan kain batik bermotif sama dengan yang Angga kenakan, kebaya brokat milik Tasha menjuntai panjang sampai menjejak lantai. Tak lupa tambahan kain brokat senada sengaja dibiarkan tergerai lebih panjang dari pinggang ramping milik wanita berperawakan mungil itu.

Sebuah mahkota disebut 'siger' dari emas putih asli yang sengaja dipesan khusus untuk acara itu, memberikan kesan mewah pada wajah rupawan milik Tasha. Mempertegas bentuk mata besarnya yang bak boneka barbie dengan bulu mata panjang lentiknya. Serta memperjelas guratan pada hidung mancung mungilnya juga.Tak lupa untaian kuncup bunga melati menjadi ciri khas riasan adat pernikahan Sunda.

Sekejap Angga terpana. Tanpa atau dengan riasan, dimatanya, Tasha tetap wanita sempurna secara fisik.

"Eh, bukannya seharusnya kamu ke aula lebih dulu?"

Pertanyaan dari bibir mungil yang dipoles warna merah milik Tasha itu, membuyarkan tatapan terpana milik Angga.

"Ah.. Aku hanya ingin jadi lelaki pertama yang melihatmu mengenakan baju pengantin itu," jawabnya jujur.

Tapi ditelinga Tasha dan para juru rias di kamar itu, terdengar seperti sebuah gombalan yang membuat mereka tertawa.

Sebenernya Angga ingin berlama-lama di kamar rias itu, tapi suara wanita tua yang ada di kamar itu beberapa detik setelahnya, membuatnya terpaksa lebih dulu keluar dari sana.

Men in SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang