44. Eccedentesiast

155 9 4
                                    

Sambil terus menahan rasa sakit, Archer berusaha mempertahankan obrolan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil terus menahan rasa sakit, Archer berusaha mempertahankan obrolan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.30. Sudah sangat larut. Cherry sempat meminta Archer untuk tidur dan beristirahat. Tetapi ditolak. Archer masih ingin berbicara dengan kesayangannya.

Pintu ruangan terbuka. Menampilkan Pak Mario dan Pak Dirga dengan pakaian kantor yang tak lagi rapi.


"Pulang yuk, Dek." Pak Dirga mengusap lembut kepala sang anak. "Archer harus banyak-banyak istirahat biar cepet sembuh."

"Tapi besok Riri boleh ke sini lagi kan, Pa?" Tatapan memohon terpancar dari sorot matanya.

"Besok habis pulang sekolah kita bisa langsung ke sini, Ri." Riel dan Niel mengangguk, kompak menyetujui ucapan Deri.


Pak Dirga berjalan mendekati Archer. Mengusap pelan bahu kanannya beberapa kali. Seperti yang lain, ia juga khawatir. Ia tahu sebesar apa rasa sayang sahabatnya kepada anak semata wayangnya itu.


"Om sama yang lain pulang dulu ya, Ar. Besok kita datang lagi ke sini. Istirahat ya, biar cepat sembuh."

"Iya, makasih Om."

"Pulang dulu ya, Ar," pamit Riel mewakili dirinya dan saudara-saudaranya.

"Hati-hati. Thanks udah jengukin gue.

"Kita pulang dulu ya Kak Archer. Semoga cepat sembuh..."

"Iya, Ri. Hati-hati ya."


Pak Mario mengantarkan kepulangan keluarga Dirgantara hingga ke depan pintu. Setelah memastikan mereka menghilang di ujung koridor, Pak Mario kembali masuk guna merapikan perlengkapan dan kebutuhan yang akan dibutuhkan selama sang anak dirawat.

Tanpa disadari, seluruh tubuh Archer mulai bergetar menahan rasa sakit. Wajahnya semakin pucat. Butir-butir keringat yang cukup besar mulai mengalir. Disentuhnya bagian yang sakit saat merasakan sesuatu yang tak wajar.

Darah. Ia kembali berdarah.

Pandangannya perlahan mulai memburam. Archer tahu sebentar lagi kesadarannya akan menghilang. Dengan sisa kekuatan yang ada ia berusaha memanggil Pak Mario.


"Pa..."

"Iya ken— Archer!" Alat mandi yang ada di pegangannya dibuang begitu saja. Pak Mario panik bukan main melihat Archer menggeliat menahan rasa sakit. "Kamu kenapa, Nak?!"

"Sakit Pa..."


Archer mencengkeram lengan Pak Mario dengan kuat. Tangan yang satu menyingkap bajunya. Memperlihatkan perban yang sudah berubah menjadi warna merah. Dengan tergesa Pak Mario meraih tombol yang atas kepala Archer dan menekannya beberapa kali.

Berharap tim medis segera datang dan menolong anaknya.








🍒🍒🍒

ARCHERRY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang