3. No, You Can't

816 107 38
                                    

"Aw!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aw!"


Air mata mulai menggenang di kedua ujung mata itu. Sekuat tenaga Cherry menahan rasa sakit pada dahinya. Karena terlalu sibuk menggerutu dan terus menoleh ke belakang, ia jadi tak fokus pada jalanan di hadapannya. Alhasil, tiang basket yang menjulang tinggi di depannya pun jadi tak terlihat dan ya... Cherry menabraknya dengan cukup keras.

Tak ingin berlama-lama menahan rasa sakit, Cherry kembali melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Tangan kanannya memegangi dahinya yang terasa sangat sakit. Sesekali tangan kirinya terangkat untuk menyeka air mata yang berhasil lolos dari sudut matanya.

Hingga akhirnya ia berhasil sampai di gerbang sekolah. Dengan pandangan yang kabur karena air mata yang menggenang, Cherry berusaha mengamati sekitarnya. Mencari keberadaan ketiga kakaknya yang pasti sudah menunggunya. Tatapan beberapa pasang mata yang kini terarah kepadanya tak lagi ia pedulikan. Saat ini, ia hanya ingin pulang ke rumah secepatnya.


"Riri!"


Cherry menoleh ke arah kanan. Di seberang sana, Deri dan Niel melambaikan tangan padanya, sedangkan Riel meminta Cherry untuk segera menghampirinya lewat gestur tangan. Gadis itu pun langsung berlari dan menubrukkan dirinya pada tubuh Deri. Deri dan adik kembarnya sontak merasa panik sekaligus terkejut ketika Cherry mulai menangis dengan suara teredam.

Cherry terlambat keluar dan sekarang ia malah menangis. Membuat ketiganya bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang telah terjadi pada si bungsu.


"Riri kenapa nangis? Ada yang gangguin Riri ya di sekolah?" tanya Deri sembari mengelus punggung kecil Jiel.

"Ayo bilang sama Kak Riel, siapa yang udah bikin Riri nangis. Nanti biar Kakak yang ngasih pelajaran ke dia."

"Gak ada. Riri gak digangguin sama siapa-siapa."

"Kalau gak ada yang gangguin, terus Riri nangis gara-gara apa? Coba jelasin ke Abang."

"Tadi... tadi Riri nabrak tiang basket!"


Tangis Cherry semakin menjadi. Refleks, Deri mengeratkan pelukannya guna meredam suara tangisan si bungsu. Demi Tuhan, semua orang di sana sedang menatap ke arah mereka! Riel dan Niel tersenyum canggung sambil sesekali membungkukkan badan dengan kaku kepada orang-orang itu. Tak ingin mengundang lebih banyak atensi, Deri segera memakaikan helm pada sang adik dan menuntunnya ke atas motor.

Cherry masih saja terus menangis. Sebenarnya Deri merasa tak tega karena harus memaksa Cherry untuk menghentikan tangisannya -walaupun tak berhasil-. Tetapi si bungsu bisa menangis sepuasnya jika mereka sampai di rumah dengan segera. Meski begitu, Cherry masih sempat melambaikan tangan pada salah satu teman sekelasnya yang ia temui di jalan, masih dengan wajah yang berlinangan air mata.

Sesuai dugaan.

Sesaat setelah memasuki rumah, tangis Cherry pun semakin menjadi. Segera ia berlari ke kamar dan menumpahkan semua air mata yang sedari tadi ditahan. Deri, Riel dan Niel mengikutinya dari belakang. Tetapi ketiganya hanya diam dan membiarkan Cherry untuk menangis.

ARCHERRY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang