2 : Penthouse

3.7K 665 29
                                    

Leisha menarik napas, lalu mengeluarkannya melalui belah bibir, menghembuskannya pada telapak tangan guna mengurangi hawa dingin yang menjangkiti tubuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Leisha menarik napas, lalu mengeluarkannya melalui belah bibir, menghembuskannya pada telapak tangan guna mengurangi hawa dingin yang menjangkiti tubuh. Ia sudah berada di dalam mobil Jeisson dengan penghangat yang berfungsi dengan baik. Namun tetap saja Leisha masih mendapatkan rasa dingin. Itu disebabkan karena gaunnya basah kuyup.

"Sebentar lagi akan sampai," kata Jeisson yang mengerti bahwa Leisha masih merasa dingin. "Kau bisa menahannya sebentar lagi?"

"Ya, aku baik-baik saja."

Jeisson mengangguk singkat. "Aku sudah menghubungi pihak bengkel. Mereka akan membawa mobilmu ketika badainya sudah reda."

"Terima kasih banyak, Je. Aku pikir, aku akan terjebak sendirian di sana." Leisha mendengus pelan, memanyunkan bibir. "Aku menghubungi suamiku berkali-kali, tapi ia tidak menerima panggilanku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tadinya ingin menghubungi sopirku agar ia menjemputku. Namun hujan semakin deras, dan kebetulan kau datang. Sungguh, kau memang penyelamatku."

Jeisson menyematkan senyuman, memandang wajah di sisinya sekilas. "Aku sengaja menunggumu. Kupikir, aku akan merasa tenang bila melihat mobilmu keluar dari area parkir lebih dulu. Ternyata mobilmu tidak kunjung bergerak sampai hujan semakin deras dan orang-orang pergi. Jadi aku menghampirimu. Syukurlah kau baik-baik saja."

"Ya. Aku hanya ... sedikit takut." Leisha menunduk, mengulas senyum samar. "Seumur hidupku, aku belum pernah melewati situasi seperti ini. Mobilku selalu terawat. Kalau pun kebetulan mogok, pasti aku sedang bersama orang lain. Tidak sendirian seperti tadi."

Jeisson menggamit satu tangan Leisha tanpa ragu, menggenggamnya guna menularkan kehangatan. "Sekarang kau tidak sendirian lagi. Jadi jangan merasa takut, hm?"

Leisha mengangguk. Ia sama sekali tidak meromantisasi apa yang Jeisson lakukan terhadapnya, sebab ia hanya menganggap laki-laki ini sebagai seorang teman. Tidak ada perasaan lebih. Di hatinya hanya terukir nama Seth seorang.

Kemudian, mobil sport berwarna hitam tersebut terparkir. Jeisson membawa Leisha menuju unit teratas gedung apartemen ini menggunakan akses private lift. Ya, benar sekali. Unit yang Jeisson tempati merupakan sebuah penthouse mewah. Leisha memandang sekelilingnya. Unit itu cukup luas, didominasi dengan warna-warna yang hangat. Ada beberapa lukisan juga yang terpajang di dinding. Namun atmosfir yang mengudara seperti sepi dan dingin.

"Kau tinggal bersama ibumu?"

Jeisson menggeleng seraya memberikan sepasang sendal rumah untuk Leisha. "Aku tinggal sendirian. Ibuku berada di Amerika. Dia sangat betah tinggal bersama bibiku. Mereka mengurus peternakan kambing di sebuah desa untuk mengisi waktu. Jadi sekalipun aku berada di Amerika, aku tetap tidak tinggal bersamanya. Paling-paling hanya datang mengunjunginya setiap dua minggu sekali. Ibuku sangat menyukai suasana pedesaan. Itu menjadi sebuah metode penyembuhan terbaik bagi ibuku dari kesedihan yang selama ini menghantuinya, akibat kehilangan Ayah."

Feign✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang