[M] Berawal dari dikenalkan oleh teman masing-masing, Leisha Carrington dan Seth Livingston akhirnya memutuskan untuk menikah pada tahun berikutnya.
Leisha merasa senang-senang saja walau mereka belum lama saling mengenal. Seth adalah tipikal laki-l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Benar, Leisha tidak menghubungi Seth sama sekali. Bahkan sekalipun laki-laki itu tidak pulang selama tiga hari dua malam, Leisha tetap tidak menghubunginya. Sebetulnya keputusan ini begitu sulit untuk direalisasikan. Mengikis kepedulian dari seseorang yang dicintai tidaklah mudah. Namun jika dahulu Leisha selalu menutup mata akan keburukan Seth agar ia tetap mencintai laki-laki itu sepenuh hati, maka kini Leisha akan menutup mata dari segala kebaikan Seth agar ia bisa cepat bangkit tanpa perasaan yang tersisa.
Leisha berjuang cukup keras. Kini ia hanya memikirkan dirinya sendiri pada setiap langkah yang ia ambil, tanpa memedulikan respon atau reaksi Seth. Contohnya seperti ketika Leisha menyuruh beberapa pelayan di rumahnya untuk membersihkan dan membereskan studio melukisnya. Leisha akan mulai melukis kembali walau tanpa izin dari sang suami.
Pelayan tersebut undur diri, dan Leisha bangkit dari sofa kamarnya. Studio melukis berada di lantai dua, bersebelahan dengan ruang gym. Ah, sungguh, Leisha sangat puas dengan studionya yang sekarang. Para pelayan tidak perlu menunggu untuk diperintah. Mereka semua membeli beragam kanvas baru, cat baru, penyangga yang baru, berikut dengan perlengkapan lainnya. Mereka juga mengganti tirainya. Leisha sangat menyukai ruangan ini, begitu hangat dan damai. Walau hatinya masih hancur, setidaknya ia bisa menemukan kenyamanan di sini.
Leisha lantas mulai menghabiskan waktunya dengan melukis. Ia mendistraksi kepalanya agar tidak terus-terusan terpikirkan tentang Seth. Tidak perlu merasa penasaran dengan apa yang laki-laki itu lakukan. Leisha berusaha sangat keras untuk menjaga kewarasannya sendiri. Ia juga ingin melihat, apa yang akan Seth lakukan setelah melihat pemberontakannya ini.
Setelah makan malam, Leisha kembali ke studio lukisnya. Ia sedang menyelesaikan lukisan bergambar jendela yang ada ruangan ini. Jika dilihat sekilas, memang tidak ada yang spesial. Namun sebagai seorang seniman, tentu saja Leisha memiliki filosofi atas lukisan tersebut. Bagian tirai dan jendela ruangan ini adalah hal pertama yang membuatnya terkesan ketika melangkah masuk. Jendela tersebut berbentuk potrait yang terdiri dari beberapa baris, bingkainya berwarna cinnamon suede, dan tirainya berwarna putih dengan aksen-aksen berwarna keemasan. Leisha sangat menyukainya. Ia begitu fokus dengan apa yang tengah ia lukis saat ini, sampai-sampai tidak menyadari bahwa Seth sudah pulang bekerja.
Biasanya Leisha akan membantu Seth melepaskan jas, dasi, bahkan kemeja. Ia benar-benar tipikal istri yang mampu melayani suaminya dengan baik. Jadi wajar ketika sang suami tak lagi mendapatkan perlakuan tersebut, laki-laki itu merasa bingung setengah mati.
"Ke mana Leisha?" tanya Seth pada seorang pelayan yang baru saja hendak melewati pintu kamarnya. Tubuh Seth masih berbalutkan kemeja, dasi, dan celana bahan. Sepatunya bahkan belum diganti untuk memijak sendal rumah.
"Nyonya sedang berada di studio lukis, Tuan."
Seth menautkan ujung alis. "Studio lukis?"
"Benar. Kemarin Nyonya memerintahkan kami untuk membersihkan dan membereskan ruangan itu, karena Nyonya ingin mulai melukis lagi."