11 : Titanic

4.9K 677 124
                                    

Jeisson menyiapkan area yang akan dipakai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeisson menyiapkan area yang akan dipakai. Lokasinya berada di kamarnya, di sebuah sofa berwarna cokelat lembut yang berada di tepian ranjangnya. Pertama-tama, Jeisson mengalasi permukaan sofa menggunakan selembar kain dengan warna senada, baru kemudian menempatkan beberapa bantal kecil di ujung-ujung sofa.

Leisha meminta untuk digambar. Jadi bukannya menggunakan palet, kuas, dan cat; Jeisson justru akan menggunakan pensil dan juga kertas kopenhagen. Ia juga menggeret sebuah meja dan kursi untuk ia tempati nanti. Sejujurnya di balik raut wajahnya yang tenang, Jeisson menyembunyikan kegugupan yang luar biasa. Nyaris semua orang tahu bahwa tokoh Jake akan melukis presensi Rose yang hanya berbalutkan sebuah kalung tanpa pakaian yang melekat di tubuh. Jeisson sudah mengagumi Leisha sejak mereka duduk di bangku universitas. Jadi bisa kau bayangkan apa yang Jeisson rasakan saat ini.

Ketika dirasa sudah siap, Leisha melangkah keluar dari toilet dengan selembar handuk yang melilit tubuh. Rambut cokelatnya tergerai panjang. Bukan kalung Heart of The Ocean yang Leisha kenakan, melainkan sebuah kalung cantik dengan bandul mutiara. Itu bukan sebuah kalung yang dibelikan oleh Seth. Kalung tersebut merupakan kalung turun-temurun yang sudah diwariskan dalam keluarga Carrington.

Leisha kemudian mulai membuka handuknya perlahan-lahan. Tak ada sedikit pun keraguan dalam diri ketika tubuh telanjangnya masuk dalam jarak pandang Jeisson. Walaupun Jeisson sudah berupaya menyembunyikan kegugupan sebaik mungkin, namun Leisha masih bisa menemukannya tersirat pada sepasang obsidian itu. "Bagaimana posisi yang bagus? Apakah aku harus berbaring seperti Rose?"

"Ah," seketika Jeisson tersadar. Ia mengerjap cepat. "Ya. Kau bisa berbaring di sini."

Leisha melangkah ringan, lalu menempatkan diri di atas sofa yang sudah Jeisson siapkan. Jeisson berupaya menekan laju jantungnya yang berdegub di luar kendali. Jika berbalutkan pakaian saja tubuh Leisha sudah terlihat sangat seksi dan menawan, lalu bagaimana jika perempuan itu tidak mengenakan apa-apa? Jeisson bersusah payah mempertahankan kewarasannya. Ia lalu merendahkan tubuh di sisi Leisha; membenarkan posisi tangan sang gadis, merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajah, lalu menempatkan bandul kalung mutiara itu agar terlihat lebih bagus.

"Baiklah, rileks saja." Jeisson bangkit, lantas mendudukkan diri di atas kursi yang sudah ia siapkan sebelumnya. "Prosesnya tidak akan terlalu lama. Aku akan menggambar secepat yang aku bisa agar kau tidak lelah."

Leisha tersenyum. "Ya. Pastikan saja hasilnya bagus. Aku akan baik-baik saja."

"Baiklah." Jeisson balas tersenyum. "Sekarang, arahkan pandanganmu pada mataku."

Leisha menuruti perintah Jeisson, sementara laki-laki itu mulai menggoreskan ujung pensilnya di atas kertas. Tak ada yang bicara selama proses berlangsung. Yang terdengar hanya denting tipis jarum jam dinding, serta perpaduan antara ujung pensil yang menggores permukaan kertas.

Jeisson begitu fokus dengan pekerjaannya. Ia menggambar setiap inci tubuh Leisha dengan teliti tanpa melewatkan satu bagian pun. Kendati ia bilang akan cepat-cepat menyelesaikannya, namun bukan berarti ia akan membuatnya secara asal-asalan. Jeisson termasuk salah satu pelukis profesional. Ia mahir di bidang ini.

Feign✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang