Akhir pekan. Waktu yang ditunggu-tunggu semua orang termasuk seluruh warga Taruna Bangsa. Namun, ada yang berbeda dengan akhir pekan kali ini karena hari sabtu ini merupakan hari istimewa. Final Taruba Basketball Championship atau TBC, turnamen rutin yang sudah berjalan satu bulan terakhir.
Dua tim yang berhasil maju ke babak final ialah kelas 10 Mipa 3 dan 11 Mipa 6. Benar, kelas Awan dan kelas Haris.
Pukul delapan pagi, lapangan indoor SMA Taruna Bangsa sudah dipadati penonton dari berbagai kelas, bahkan nampak beberapa alumni turut hadir.
Kali ini, Bella berkumpul dengan teman sekelasnya di sisi kanan lapangan dan langsung berseberangan dengan kelas Awan. Di sampingnya, ada Haris dan kawan-kawan yang sedang sibuk membenahi sepatunya.
"Guys, inget ya! Kita semua emang pengen menang, tapi gue harap kalian gak over apalagi sampe main kasar sama lawan." Bintang menjeda ucapannya karena memperhatikan gerak-gerik teman-temannya, hingga gerak matanya terhenti di Haris. "Terutama lo, Ris."
"Kok gue?"
"Gue gak mau ya, lo manfaatin moment ini buat gertak si adek kelas itu," tegas Bintang sekali lagi.
Haris mengambil napas kasar, matanya diputar jengah. "Lo pikir gue bocah SMP?" katanya kemudian berlalu pergi.
Ketika hendak berbelok ke pintu keluar lapangan, Haris justru berpapasan dengan Viona yang sedang membawa dua paper bag.
"Eh, Haris," sapanya disusul dengan tangannya yang diulurkan, memberikan salah satu paper bag.
Haris menaikkan sebelah alisnya seakan menanyakan apa yang ada di balik paper bag cokelat muda itu. "Buat gue?" tanyanya.
"Iya. Cuma air putih, handuk kecil, sama brownies buatan gue aja sih. Lo udah sarapan belum?"
Melihat gelengan Haris, Viona segera menarik anak laki-laki itu untuk duduk di tribun. Viona lalu mengambil kembali paper bag yang sempat ia berikan pada Haris.
Haris hanya memperhatikan bagaimana Viona mengambil salah satu kotak bekal berukuran sedang. Setelah dibuka, Haris melihat brownies coklat yang sudah dipotong kecil-kecil dengan parutan keju di atasnya.
"Suka coklat sama keju kan?" tanya Viona sambil kembali mengulurkan kotak bekal, lalu diangkat beberapa detik seakan meminta Haris untuk mengambil sepotong brownies di dalamnya.
Tangan Haris bergerak mengambil salah satu potongan brownies. Sebelum menyicipi, ia kembali berkata, "I love everything about you."
Viona mengalihkan pandangannya, melihat ke sembarang arah. Sedangkan Haris sibuk menikmati brownies sambil memerhatikan pembuatnya.
"Vi, kalau nanti gue menang, lo ngasih hadiah gak?"
Viona menatap Haris sebentar sebelum ia kembali memutus kontak mata mereka. Dirinya mendadak gugup karena ia datang tanpa menyiapkan hadiah apapun.
Melihat bagaimana respon Viona, Haris diam-diam menyungging senyum jahil. "Gak ada ya," lirihnya.
"Engga gitu. Gue sebenernya mau ngasih hadiah, tapi gue bingung harus ngasih apa."
Sementara Viona keringat dingin, Haris justru tertawa keras melihat Viona yang sangat serius menanggapi candaannya.
"Becanda, Vio. Lo mau dateng nonton doang udah gue anggep hadiah buat gue."
"Tapi kan kita classmate. Gimanapun juga gue tetep dateng dong?"
Viona, Bukan itu maksud Haris.
----
Pukul delapan lewat tiga puluh, pembawa acara sudah bersiap-siap untuk memulai final TBC yang dibuka dengan beberapa sambutan dari kepala sekolah dan jajarannya.
Dua tim yang akan bertanding kini duduk sejajar di sebelah meja komentator. Tidak adanya aturan mengenai urutan duduk mereka membuat Haris kembali memanfaatkan kesempatan untuk duduk di samping Awan.
Sebenarnya Haris sudah menahan sejak ia kembali ke tempat teman-temannya bersama Viona. Saat itu matanya tak bisa menemukan Bella, bersamaan dengan Yola dan Hilda yang meneriaki Bella karena gadis berambut pendek itu berada di area lawan. Meskipun semua orang tahu bahwa Yola dan Hilda hanya bergurau, nyatanya hati Haris tetap dongkol karena mengingat terakhir kali Bella mendatanginya seperti orang putus cinta.
"Gue ingetin ke elo, jangan pernah punya niatan buat mainin Bella atau lo gak bakal tenang sekolah di Taruba."
Haris tak menoleh sama sekali pada Awan yang duduk di kirinya, tapi ia yakin betul anak kelas 10 itu tengah menatapnya. Tanpa berniat mendengar balasan Awan, Haris segera meminta bertukar tempat dengan Jeje.
Awan membuang napas panjang. Matanya menatap lurus ke arah tribun di mana Bella dan teman-temannya duduk.
Awan sangat bertekad untuk menang. Selain untuk membanggakan kelasnya, ia ingin sekali saja mengalahkan Haris tanpa harus saling mencelakai.
-to be continued-