31: Too Fast

264 51 4
                                    

Viona dan Haris akan pulang. Keduanya sedang berada di parkiran sekolah setelah mereka membahas mengenai seleksi kedua yang akan dilaksanakan 2 hari lagi.

Viona mengingat saran–yang sebenarnya cukup klasik–dari Melia tadi. Kakak kelasnya itu mengatakan bahwa ia harus mendiamkan Haris selama beberapa hari kedepan.

Sedang Haris yang tadi baru mengetahui lingkup sempit antara Viona dan Melia kini berkata, "Vi, gue baru kalau pacarnya Kak Satya itu tetangganya Kak Meli. Dunia beneran sempit banget kayak daun kelor, ya?"

Viona hanya menjawab dengan mengiyakan ucapan Haris. IYA. Gadis itu tetap menuruti saran aneh dari Melia.

"Lo selama ini tau?" tanya Haris sambil menyalakan mesin motornya.

"Tau kok."

Haris diam-diam berdecak sebal mendengar jawaban Viona yang singkat. Tengah berpikir untuk membicarakan apa lagi, Viona lebih dulu melontarkan kata-kata.

"Sama kasusnya kayak lo, Bella, Kak Hawa, sama Kak Dion. Iya 'kan?" tanya Viona yang sepertinya lebih cocok disebut pertanyaan retoris.

Haha, sial. Viona tengah menyindir kah?

Tapi Haris tak mampu menutupi senyum karena otaknya justru berpikir Viona sedang berani menunjukkan rasa cemburunya.

Bukannya merasa bersalah, justru Haris semakin memanasi. "Iya. Justru Bang Dion dulu sering godain gue katanya gue sama dia bakal jadi sodara ipar, Vi. Lo bayangin apa gak eneg gue ngeliat dia tiap ada acara keluarga."

Viona menatap nyalang pada tengkuk Haris yang berada tepat di depan matanya. Ingin rasanya ia mendorong lelaki didepannya itu hingga ia terjatuh dari motor yang tengah melaju.

Tak mau kalah, Viona pun membalas, "Oh iya, Bella pernah cerita katanya dulu Awan sempet deket sama adeknya Bella. Kalo gitu, elo, Kak Dion, sama Awan hampir jadi saudara ipar."

Viona menahan tawanya mengingat betapa ngawur dirinya. Mana ada Bella cerita begitu, yang ada gadis berambut pendek itu akan menceritakan bahwa ia mengibarkan bendera perang dengan adiknya yang satu angkatan dengan Awan.

Kali ini Haris benar-benar tertipu. Ia dengan mudah percaya akan apa yang Viona ucapkan hingga ia berniat untuk menghentikan motornya di pinggir jalan.

"Serius, Vi?"

Viona yang tak lagi bisa menahan gelak tawanya hanya bisa tertawa terbahak-bahak sambil menjawab, "Gak serius, Ris."

Anjir! Jadi gini rasanya dibohongin sama cewe cantik, batin Haris.

Tapi ujung-ujungnya Haris turut tertawa mengingat Viona tak lagi dalam mode merajuk ... (?)

"Serius deh, kok bisa orang-orang nganggep lo buaya padahal gue boongin gitu aja percaya?" tanya Viona sambil mendekatkan wajahnya dengan telinga Haris.

Haris melirik ke kanan sekilas yang bisa ia lihat wajah Viona yang cukup dekat dengannya. Laki-laki itu menajamkan pandangannya ke depan agar kembali fokus dengan lalu lintas.

"Kalau yang bohong secantik lo, mana ada yang tau kalau lo lagi bohong?" balas Haris diakhiri dengan kekehan pelan.

"Gombal!"

Entah keberanian dari mana, Viona mengangkat tangannya untuk mengacak-acak rambut Haris yang sedang tak ditutupi helm yang katanya ketinggalan di rumah.

Hening sejenak, lalu Viona kembali berujar, "Kalau gue ngomong jujur, lo kayaknya bakal kaget."

"Oh ya? Emang lo bilang apa sampe gue 'kayaknya' bakal kaget?" tanya Haris.

"Kalau gue bilang kemarin bohong kalau gue gak cemburu liat lo pelukan sama Bella, gimana?"

Jantung Haris mendadak berdetak lebih cepat. Dugaan awalnya benar, tapi ia tak pernah mengira Viona akan terus terang seperti ini.

Ia tersenyum simpul. "Udah tau kalo itu."

"Hah?"

"Iya, Vi. Gue tau lo cemburu banget 'kan liat gue sama Bella. Lo sebenernya suka sama gue ya? Emang selama ini tingkah gue gak keliatan kalo gue juga suka sama lo?"

Hening.

Keduanya melewatkan beberapa bangunan dengan diam. Kemudian, Viona kembali angkat bicara.

"Haris, isn't it too fast?"

-to be continued-

-to be continued-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PUTIH ABU-ABU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang