49: Would You?

185 27 1
                                    

Para siswa SMA Taruna Bangsa kembali sekolah seperti biasa. Setelah rangkaian dies natalis selesai, sekarang mereka harus kembali belajar di kelas. Begitu juga dengan Haris dan Viona. Serta Bella dan Awan yang kembali susah ketemu karena kesibukan Awan setelah ditunjuk Dion untuk mencalonkan diri menjadi kandidat ketua ekskul basket.

"Arghhh kenapa sih Awan harus maju jadi ketua basket?" gerutu Bella di mejanya. Untungnya sekarang ini kelas tak terlalu ramai.

Di samping Bella, ada Haris dan Viona yang sedang mengerjakan soal matematika. Entah kebetulan yang keberapa kali, keduanya kembali satu kelompok. Bella yang menjadi nyamuk pun memutuskan untuk pergi ke bangku Jihan dan merusuhi siswi yang sedang asik nonton drama Korea itu.

"Vi, soal yang ini gimana sih?" tanya Haris.

"Yang nomer berapa?"

"Gue bacain ya," ijin Haris yang segera diangguki Viona.

"Jika faktor dilatasi adalah 1221 dan titik (6, -4) digeser sejauh 2 satuan ke kiri dan 1 satuan ke atas, maka apakah Viona Jane bersedia menjadi pacar Sebastian Haris?"

Viona yang tadinya aktif mencatat angka-angka yang keluar dari mulut Haris segera mengangkat kepalanya. Dahinya berkerut seakan menanyakan apakah Haris sedang bercanda.

"Gimana?" tanya Haris lagi.

"Apa?" balas Viona tak paham.

"Gimana? Kira-kira Viona Jane bersedia gak jadi pacarnya Sebastian Haris?"

Viona—yang sudah semakin terkontaminasi virus Bella—segera melayangkan pukulannya pada lengan kanan Haris.

"Apa deh? Aneh-aneh aja."

"Aneh apanya, Vi? Gue serius."

Viona yang baru berencana kembali menulis pun mengurungkan niatnya. "Apa sih, Haris?"

"Emang muka gue keliatan lagi bercanda ya?"

Viona agak mendekatkan wajahnya ke arah Haris, kemudian gadis itu bertanya, "Beneran?"

Haris mengangguk yakin.

Tapi hal itu justru membuat Viona semakin tidak yakin. Yang benar saja? Masa ia ditembak di depan soal matematika gini?

"Gue kurang romantis ya?" tanya Haris agak sendu.

Melihatnya membuat Viona jadi panik dikit. Ia takut menyinggung perasaan Haris. "Eh, engga, engga gitu maksudnya. Gue cuma kaget aja-"

"Sorry ya, Vi. Gue cuma berniat nembak lo di moment yang sama kayak kita pertama kali kenal."

Viona diam. Ia melemparkan dirinya ke masa lalu dimana ia pernah merasa tidak nyaman karena satu kelompok dengan Haris. Lalu ia juga teringat insiden bunga di rumahnya.

"Haris, maaf," lirih Viona.

Haris melebarkan matanya. Ia berpikir Viona mengatakan maaf karena akan menolaknya.

"Maaf gue gak kepikiran sampe sana. Maaf ya?" tambah Viona.

"No need, Vi. Justru kayaknya gue yang harusnya minta maaf karena nembak lo tapi kayak gak serius gini."

"Jadi gimana? Mau gak?"

Viona menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kedua bahunya.

"Kenapa? Kalo emang lo mau yang lebih wah, habis ini gue tembak ulang deh."

Viona terkekeh pelan mendengarnya. "Bukan gitu, Haris. Maksud gue, lo harus tanya ke Kak Satya dulu baru gue bisa jawab."

Haris langsung memegang dadanya sambil bersyukur. "Gue kira lo nolak gue gara-gara kecewa gue nembaknya gini."

"Dikit sih," goda Viona sukses membuat Haris kembali mengangkat kepalanya.

"Vi?"

Viona lalu tertawa pelan. Ia gelengkan kepalanya sambil menutup depan mulutnya. "Sekarang gue tau kenapa lo usil banget. Ternyata seru juga godain orang."

"Jadi?"

"Gue mau kok, Ris. Gak perlu nembak gue pake cara yang aneh-aneh deh. Gue justru lebih nyaman kalo lo nembak gini, cuma kita aja yang tau."

Haris membuang napas lega. Lalu, entah inisiatif dari mana, ia kembali berucap, "Padahal waktu itu gue berencana nembak kayak Awan ke Bella. Tapi berhubung udah dipake tuh anak, akhirnya gue batalin. Nanti dikira gue plagiat Awan lagi."

Viona tak dapat menyembunyikan tawanya setelah mendengar kata 'plagiat' keluar dari mulut pacarnya.

"Tapi kira-kira lo mau gak kalo gue tembak kayak gitu?" tanya Haris lagi.

"Mau sih, tapi mending gak usah."

"Soalnya caranya udah dipake Awan?"

Viona menggelengkan kepalanya. "Karena kalo di depan publik, mau gak mau gue harus terima. Kalo gue tolak yang ada gue nanti mempermalukan orang yang nembak gue."

"Emang pacar aku paling baik sih, kayak bidadari," balas Haris. Tangannya diangkat guna menepuk-nepuk pucuk kepala Viona.

Anak laki-laki itu kemudian berdiri, ia berkacak pinggang sambil berkata, "Khusus hari ini gue traktir kalian siomay Mang Ucok."

Ucapan Haris sukses menarik perhatian teman-teman sekelasnya yang sedang sibuk sendiri.

"Wih, tumben, Ris?" tanya Hilda.

Haris tersenyum miring. "Buat ngerayain gue akhirnya punya pacar spek bidadari," finalnya kemudian merangkul Viona.

"ANJIRRRR HARIS!"



-to be continued-

PUTIH ABU-ABU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang