03: Pilih Siapa

565 94 11
                                    

Haris berjalan dengan santai. Menikmati beberapa siswi yang tertangkap basah tengah mengaguminya. Jalannya semakin yakin bak pemeran utama dalam sebuah drama.

"Ris!"

"Oit, napa, bang?"

"Basket lah anjir, kaku nih badan gua."

Haris lalu mengikuti kakak kelas yang lebih pendek darinya itu. Namanya Dion, ia akrab karena dua-duanya berada di ekstrakurikuler yang sama.

"Dua permaisuri lo kemana? Tumben lu sendirian."

"Sumpek banget mereka belajar mulu, gue ijin nyari angin dulu ke mereka," jawab Dion.

Permaisuri yang dimaksud di sini adalah dua teman dekat Dion, dua-duanya perempuan dan sama-sama gila belajar.

"Aneh lu, padahal sendirinya juga rajin belajar," tukas Haris.

"Tapi gak separah mereka, anjir! Masa kemarin mereka zoom berdua sampe 5 jam? Itu laptop gua ampe panas banget mau meledak."

Haris hanya tertawa kecil. Sambil menggiring bola basketnya ke tengah lapangan, ia kembali berkata, "Calon dokter gak boleh banyak ngeluh sama pelajaran, bang."

Haris memang suka meledek kakak kelasnya itu dengan sebutan 'calon dokter' sesuai dengan kenyataan bahwa kedua orang tua Dion adalah dokter serta kakak sulungnya yang juga tengah menempuh pendidikan kedokteran.

"Gua sedih banget anjing tiap lo ngomong gini gua jadi sadar kalo gua gak ada banyak waktu buat tim basket."

"Ya elah, lo kayak junior yang baru masuk aja. Lo tuh udah kelas 12, gak dateng ke lapangan juga gak masalah," balas Haris.

Dion lagi-lagi hanya membalas dengan tawa kecilnya.

Tiba-tiba sebuah gosip yang sempat ia dengar dari dua siswi yang sedang makan di kantin pagi tadi terlintas di kepalanya.

"Eh, lo balikan?"

"Siapa?"

"Elu."

"Iya, sama siapa?"

"Bella?"

Haris hanya tersenyum miring. Ia lalu menembakkan bola pada ring di depan sana.

"Lucu dah tuh anak."

Haris mengejar bolanya yang sudah menggelinding sampai ke tepi lapangan. Sedangkan Dion hanya menunggu di tengah lapangan.

"Lo masih suka dia?" tanya Dion, tangannya berhasil merebut bola basket yang digiring Haris.

Dion segera berlari ke ring satu lagi dan menembak dengan cepat dan tepat.

Sampai Dion membawa kembali bola itu ke lapangan, Haris masih tak bergerak sama sekali. Masih setia menunduk, menyembunyikan senyumnya.

"Gua udah gak ada perasaan ke dia, tapi kadang masih suka gemes aja gitu. Tingkahnya tuh aneh," jawab Haris.

"Itu berarti masih ada sisa rasa ke dia."

"Tapi gue juga sempet kesemsem sama temen sebangkunya Bella. Cantik. Lo kalo mau liat mukanya, cari aja El terus ada cewek rambut panjang yang lagi ngobrol sama dia."

Dion lalu menghentikan aktivitasnya. Jika Haris berkata seperti itu, tandanya yang dibicarakan tengah berada di sekitarnya.

Lagipula tak susah menemukan Eliza dengan rambut pirangnya.

"Viona maksud lo?"

"Lo kenal dia?" tanya Haris lagi.

"Gak sih, tau aja soalnya dia cantik tapi temennya gak banyak. Kata gue sih dia anaknya agak pemalu," jelas Dion.

"Gue juga mikirnya gitu. Makanya gue juga gak ngarep lebih, soalnya dia agak diem gitu di kelas." Haris duduk di tepi lapangan sambil memeluk bola basket.

"Lo tau sendiri kalo gue lebih tertantang sama cewe yang 11 12 kayak Bella gitu, anti mainstream."

"Jadi kalo disuruh milih, lo pilih dia apa Bella?"

Haris tertawa mendengar pertanyaan konyol dari mulut Dion. Ia lalu berdiri dengan tetap memegang bola basket.

"Gue pilih Kak Hawa," kata Haris bersamaan dengan tangannya melempar bola ke arah Dion.

"EH JANGAN MACEM-MACEM LO BOCAH!"

Dion hanya memandang Haris yang berlari menuju ke arah kembarannya.

Fyi, Hawa itu pacar Dion.

—to be continued—

KALIAN PILIH SIAPA GUYS?

PUTIH ABU-ABU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang