Romantisme yang diciptakan antara dua musuh di pertandingan final TBC itu sukses membuat ketegangan berkurang. Tadinya, beberapa orang berpikir bahwa kedatangan Awan ke tempat anak-anak 11 Mipa 6 adalah untuk menghajar lawannya.
"CIEEE BELLA KIW KIW," teriakan dari Yola menjadi awal dimana orang-orang yang tadinya datang untuk melihat final TBC turut menyoraki pasangan baru itu.
Di sisi 11 Mipa 6, Viona juga memerhatikan bagaimana proses Bella dan Awan menjadi sepasang kekasih. Senyumnya tentu tak dapat ia sembunyikan mengingat bagaimana drama yang terjadi antara Bella, Awan, dan Haris.
Ah benar. Haris.
Pandangan Viona beralih mengedar ke seluruh penjuru lapangan berusaha mencari anak laki-laki pemilik hidung perosotan itu. Tapi, Viona tak menemukannya.
"Vi, Haris ke mana?" tanya Eliza yang datang bersama Raina dan Selina.
"Gak tau, El. Gue juga baru aja nyariin dia, tapi gak nemu."
Eliza mengambil napas berat. Dalam hatinya berharap kembarannya itu tak akan melakukan hal aneh setelah Bella dan Awan-
"El, itu Haris!" Tunjuk Viona pada anak laki-laki dengan nomor punggung 04 itu berjalan mendekati Bella dan Awan.
"El, aman kan?" tanya Viona saat menyadari sepertinya akan ada hal besar yang terjadi.
"Gak. Gak aman, Vi," jawab Eliza lalu berjalan menyusul Haris.
Sementara Haris yang menjadi pemeran utama itu tak gentar mendekati pasangan baru di depan matanya.
Setelah sampai di hadapan Awan, tanpa banyak bicara Haris segera menarik garis leher jersey yang dikenakan Awan.
Hal itu mampu memancing teriakan dari beberapa orang termasuk Bella yang berdiri tepat di sampingnya.
"HARIS, LO APA-APAAN SIH?"
Haris mengabaikan teriakan nyaring Bella. "Gue tadi udah bilang ke elo. Kayaknya lo gak paham sama bahasa manusia?"
"Haris, lepas!" Bella masih ribut menarik-narik lengan Haris dari jersey Awan.
"Tanpa mengurangi rasa hormat gue, gue bukannya gak paham sama yang lo bilang, bang. Tapi, gue rasa ada salah paham-"
"Alesan doang lo! Gue sendiri yang liat gilanya Bella pas cerita soal lo sama cewe lain."
Pegangan Bella sempat mengendur. Ternyata Haris masih salah paham sampai saat ini. Bodohnya, ia juga sama sekali tak bercerita apapun lagi setelah waktu itu.
"Itu cuma salah paham, Haris. Gue sama Awan udah ngelurusin itu semua," jelas Bella.
Plak.
Bunyi tamparan keras terdengar nyaring di telinga Bella. Gadis berambut sebahu itu mendapati saudari kembar Haris yang sedang memukuli lengan kembarannya yang sedang membuat onar.
Hebatnya, Eliza berhasil menarik Haris menjauh dari Awan. "Lo gila ya?" hardik Eliza segera.
Haris hanya melirik ke arah Eliza. Kemudian ia berbalik dan meninggalkan kekacauan yang ia buat.
"Sebastian Haris!" panggil Eliza.
Langkah kaki Haris yang besar membuat Eliza kesusahan menyusul Haris. Sementara jauh di depan sana, Haris sempat berhenti beberapa detik di depan Viona. Tanpa mengatakan apapun, ia kembali berlalu.
"El, biar gue aja," ujar Viona saat Eliza hampir melewatinya.
"Gue nitip, Vi."
Viona hanya mengangguk sebentar lalu berlari kencang menyusul Haris. Ia terus mengikuti hingga Haris terhenti di taman sekolah.
Haris duduk dan menunduk. Laki-laki itu memijit pelipisnya yang pusing.
Melihat itu, Viona lalu memelankan langkahnya. Berharap agar Haris tak menyadari keberadaannya. Gadis itu duduk di samping Haris dan merogoh sakunya yang selalu ia isi dengan permen marshmellow.
"Haris, mau?" tawarnya.
Haris segera mengangkat kepalanya saat mendengar suara dari samping.
"Vi?"
Viona mengisyaratkan Haris agar anak laki-laki itu menerima tawaran permennya.
"Manis loh," kata Viona.
Entah kesambet apa, Haris menerima dua bungkus permen itu. Ia membuka salah satunya dan segera mengunyah begitu permen manis itu masuk ke mulutnya.
"Manis kan?"
"You're sweeter than this candy."
Viona berdecak pelan. "Abis marah-marah aja masih bisa gombal ya? Dasar crocodile."
Haris tersenyum tipis. Memandangi wajah Viona yang tak menatap ke arahnya. "Gak mau tanya?"
Viona segera menatap Haris. Alisnya dinaikan sebelah tanda ia tak paham maksud Haris.
"Sorry, ya. Gue keliatan tempramen banget. Gue sadar gue gak lebih baik dari siapapun, tapi gue cuma gak suka liat Bella deket sama Awan padahal waktu itu Bella udah hampir nangis cuma gara-gara tuh bocah."
"Kayaknya Bella tadi udah bilang kalau apa yang terjadi antara dia sama Awan waktu itu tuh cuma salah paham. Kalau lo gak percaya, gue bisa bersaksi kok."
Haris diam sebentar.
"Lo jadi jubirnya Bella?"
Viona menggelengkan kepalanya pelan. Ia membuka bungkus kedua sebelum menjawab, "Gue cuma ngerasa semuanya harus lurus. Karena sebenernya gak ada hal yang bikin lo harus benci Awan."
"Kecuali, kalau lo masih suka Bella dan sekarang lagi cemburu ngeliat Bella punya pacar baru."
Ucapan Viona berhasil membuat Haris diam. Entah memang asbun atau berniat menyindir Haris, jujur saja Haris sedikit tersinggung.
Memangnya Viona tak sadar kah kalau Haris sudah beralih hati padanya?
"Lo beneran gak peka atau pura-pura?" tanya Haris.
Gelengan pelan Haris dapat sebagai jawaban dari Viona.
"Gue gak tau perasaan lo ke Bella gimana-"
"Dan gue udah pernah bilang kalau gue udah gak punya rasa sama Bella. Kalau lo mikir gue cemburu, lo salah, Vi. Gue cuma berharap Bella gak ketemu sama cowo brengsek. Dia harus ketemu sama cowo yang lebih baik dari gue."
-to be continued-