19: "Berani 'kan?"

312 55 3
                                    

Setelah bersembunyi selama kurang lebih 45 menit di gazebo, Bella dan Awan dapat bernapas lega saat beberapa siswa mulai berlalu lalang. Ketika menahan salah satunya, Bella dan Awan akhirnya mengetahui bahwa pengawas sudah meninggalkan area sekolah mereka.

Tadi, sambil menunggu pengawas pergi, Bella sempat membantu Awan untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia. Meskipun Bella tak terlalu pintar dalam akademik, tapi Awan merasa sangat terbantu.

"Makasih ya, Kak. Kalau gak dibantu, mungkin gue masih kebingungan harus ngarang cerita apa," kata Awan sekali lagi sebelum keduanya sampai di koridor kelas 11.

"Sama-sama. Btw, siapa dari kelas lo yang maju jadi duta?"

"Kayaknya Riski sama Dani. Mereka yang visualnya paling nonjol di kelas."

"Lo?"

"Gue ikut basketnya," jawab Awan.

"Bukan. Maksudnya kenapa bukan lo aja yang maju?"

Awan menggaruk tengkuknya tak gatal. Malu kalau ia bilang alasan ia tak mengajukan diri karena ia merasa canggung dengan anak perempuan di kelasnya. "Eee ... Karena gue udah di basket," jawab Awan kurang yakin.

"Haris di basket aja masih mau jadi duta kok."

Bingung merespon apa, Awan justru berpamitan pada Bella. Membuat Bella merutuki ucapannya dalam hati. Jangan-jangan Awan kesinggung sama omongan gue lagi, batin Bella.

Awan lalu berbalik. Kembali berjalan ke koridor kelasnya yang berlawan arah dengan kelas Bella.

Jika sudah seperti ini, Awan butuh Riski sang pujangga cinta yang selalu menjadi penasehatnya.

"Ki!" panggil Awan ketika ia sampai di kelas.

"Nah ini, Dan. Abis ngelayap ngapelin kakak kelas pasti nih," adu Riski pada Danilla, teman sekelas mereka.

"Minimal ngaca lah. Lo pikir gue gak tau lo suka ke UKS tuh mau tebar pesona ke yang jaga," timpal Yuna.

Awan menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menarik Riski keluar kelas. Ia butuh tempat yang aman dari para siswi di kelasnya.

"Nape sih?" protes Riski.

"Kok lo tau?"

"Ape?"

"Kak Bella."

Riski berdecak. Tangannya mendadak gatal ingin menonjok rahang Awan. "Lo suka kan sama Kak Bella?"

"Gak."

"Ngeles mulu kaya bajaj." Riski menyamankan posisinya di bangku taman depan kelas. "Kalo lu boong sama gue, gue mana bisa bantuin lu kalo suatu saat bang Haris tiba-tiba bawa pasukan buat ngeroyok lu."

Awan membuang napas kasar. "Iya, iya. Nih gue ngaku."

"Tapi baru suka dikit," tambah Awan.

"Nah gitu. Cowo tuh harus tegas dalam mengambil keputusan."

"Ah, udah lah, Ki. Jangan muter-muter! Gue bingung ini harus gimana ke Kak Bella," keluh Awan.

"Ya gak gimana-gimana. Lu tinggal deketin dia. Toh, dari awal lu sendiri bilang kan kalo dia udah tertarik sama lo."

"Terus mantannya itu gimana?"

Riski langsung saja melayangkan tamparan ringannya pada pelipis Awan. "Ngapain mikirin masa lalu?"

"Ya kan kalo Kak Bella nya masih belum move on gimana?"

"Kalo belum move on, gak mungkin tuh dia mau deket-deket sama lo."

"Tolol dipelihara, gini jadinya," tambah Riski lagi.

Ini nih, bagian paling menyebalkan kalau Awan sedang meminta saran pada Riski. Pasti ujung-ujungnya kena roasting.

"Eh tapi, Wan. Lo gak ngerasa gimana-gimana pas sama Kak Bella?" tanya Riski.

"Gimana-gimana gimana?" tanya Awan balik.

"Lo lupa ya? Sebelum ketemu Kak Bella, lo tuh gak pernah ngobrol sama cewe kalau gak diajak ngobrol duluan. Lo juga ngehindarin Yuna, Dani, Wulan, Shea, dan seabrek cewe-cewe lain. Tapi, giliran Kak Bella aja lo cari-cari."

Awan meringis mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut Riski.

"Tapi justru ke Kak Bella gue gak punya niatan suka, Ki."

Riski memasang wajah bingungnya. "Maksud?"

"Gue awalnya cuma kasian ke Kak Bella. Kayak masih dikejar-kejar bang Haris, tapi bang Haris nya juga masih iya-iya aja sama cewe lain."

"Nah. Tunggu apa lagi? Kejar lah. Kalo perlu lo rebut tuh Kak Bella biar gak digangguin bang Haris lagi." Riski merentangkan rangkulannya pada bahu Awan. "Berani kan?"

–to be continued–

BERANI GAK, WAN?

PUTIH ABU-ABU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang