9. Lagi-Lagi Masalah Utang

54 1 0
                                    

9. Lagi-Lagi Masalah Utang

LAMARAN RESMI dari Ashraff diminta Ameena untuk dibuatkan acara. Meski tidak sampai menyewa tempat karena cukup dilangsungkan di rumah Ameena, menurut ketiga teman bicara Ameena sekarang, keinginan Ameena sudah termasuk neko-neko hingga mampu membuat suasana ruang tamu lantas berubah kurang menyenangkan.

"Mengapa harus sampai bikin acara besar segala? Apakah ngga terlalu boros?"

Bu Tsania sudah berucap dengan turut mencetuskan nada-nada berkesan memprotes dan Bu Layla sendiri merasa sependapat dengan sosok wanita berstatus ibunda dari Ashraff tersebut. "Iya, Am. Ibu pikir. Yang dikatakan Bu Tsania emang benar. Toh, tanggal lamaran dan tanggal nikahan kalian ngga berselisih lama," kata Bu Layla dengan kepala tidak kelupaan untuk diputar ke arah samping dan kedua mata dikerahkan untuk menatap Ameena. 

Menatap Bu Tsania, Ashraff, dan Bu Layla secara sekilas dan dilakukan dengan metode bergantian, Ameena sudah bertekad untuk tidak menerima masukan apa pun hingga menanggapi tatapan bermakna keberatan dari mereka bertiga dengan suara berirama angkuh, "Jika aku ngga boleh bersuara, aku bisa pergi, kok. Aku ngga masalah kalau ngga diajak untuk diskusi."

Meletakkan telapak tangan di salah satu lengan Ameena, Bu Layla sungguh ketar-ketir dengan kelakuan Ameena. Di sini, Ameena seperti tidak pernah belajar tentang etika. Jadi, Bu Layla terpaksa menegur Ameena. Di hadapan Bu Tsania dan Ashraff? Yah, mau bagaimana lagi? Dia tidak memiliki waktu untuk mencari ruang baru.

Paling tidak, suara dari Bu Layla tidak sampai dikeraskan. Malah dipelankan hingga nyaris menyerupai bisikan. "Astaga, Ameena, bukankah Ibu udah memintamu untuk menjaga sikapmu?"

Akankah Ameena bisa bermurah hati dengan menghiraukan omongan Bu Layla? Tidak.

Menoleh untuk menatap Bu Layla dengan intens, kegengsian Ameena tidak sungkan untuk diutarakan. "Tapi, aku beneran kepengen ngadain acara tunangan, Bu. Toh, zaman sekarang emang udah lumrah. Ibu mah seperti ngga pernah melihat televisi dan sosmed saja," ucap Ameena dengan nada enteng.

Ketika Ameena sudah balik meluruskan arah muka, Bu Layla tetap menatap Ameena. Memegang dada dengan sebelah telapak tangan, kedua mata dari wanita paruh baya tersebut lantas menghangat dengan cepat selama diam-diam sedang mendesah berat, "Ya, Allah. Ya, Rabb."

Mendapati momen diskusi sudah berubah tidak kondusif, Ashraff memutuskan untuk angkat bicara. Agar ketegangan mereka tidak semakin berlarut-larut. "Bu Layla, mengenai keinginan Ameena untuk ngadain acara lamaran, insyaAllah ... saya ngga keberatan."

Arti dari 'tidak keberatan' di sini, Ashraff bersedia untuk menanggung semua biaya acara lamaran. Perkataan Ashraff sungguh membuat Ameera dihampiri dengan kepuasan bersifat tidak terkira. Jelaslah. Misi Ameena untuk mengorak-arik kehidupan Ashraff sudah berangsur tercapai. Jika Ashraff berakhir miskin dan dihantui utang berjumlah fantastis, bukankah bisa menjadi prestasi terkeren untuk Ameena?

"Ashraff."

Yang malah habis menguraikan ketidakikhlasan secara lugas adalah Bu Tsania. Menilai bahwa Ashraff sudah terlalu sembrono karena Ashraff bisa menghabiskan banyak materi untuk mendapatkan wanita murah seperti Ameena. Memutar kepala ke samping, Ashraff sudah sekalian memegang salah satu tangan Bu Tsania. Malah, Ashraff masih menambahkan senyuman berkarakter menenangkan. "Ibu ngga usah khawatir. Aku memiliki tabungan, kok."

Melihat kebulatan dari keputusan Ashraff, Bu Tsania tidak dapat berkutik. Di samping Ashraff, sosok wanita bergamis kelabu tersebut sampai membuang napas dengan ditemani wajah masam sebelum bersanding dengan keterpaksaan selama mengatakan, "Baiklah. Ibu ngga akan nginterupsi kamu."

Karena Bu Tsania sudah melimpahkan respons bermakna bagus, kedua sudut bibir Ashraff lagi-lagi mengorbitkan senyuman dan senyuman barusan disempurnakan Ashraff dengan sekalian mengelus tangan Bu Tsania. Ketika sudah beralih menatap Ameena, sorot mata Ashraff bertambah melembut. "Lalu, selain acara tunangan, kamu masih mau request sesuatu atau ngga, Am?"

AMEENA: Tentang Kehormatan yang Harus DikembalikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang