7. Ibu Tahu dari Mana?

53 2 0
                                    

7. Ibu Tahu dari Mana?

SELAMA sedang duduk berhadapan dengan Bu Layla, Ashraff benar-benar diliputi ketegangan. Membuat Ashraff sampai tidak bisa leluasa bernapas dan tidak berani menggerakkan kaki dengan kedua telapak tangan terus memegangi lutut. Apakah sebelum dapat menikahi Ameena, Ashraff akan dites Bu Layla terlebih dahulu?

"Ibu minta kamu untuk dateng ke sini untuk suatu alasan, Shraff," kata Bu Layla dengan suara terdengar matang. "Memang ngga bisa dipungkiri bahwa Ameena bersedia menikah denganmu karena sebuah kesepakatan doang. Malah, kemungkinan besar ... status kalian nanti ngga akan bener-bener dianggap sama Ameena."

Alangkah melegakan untuk Ashraff. Dia tidak sedang diinterogasi maupun disuruh untuk memecahkan tebak-tebakan rumit. Jadi, Ashraff bisa memanfaatkan momen untuk mengatur napas. Agar setiap buih dari oksigen dapat mengalir ke seluruh tubuh laki-laki tersebut dengan lancar dan teratur. 

"Yang menjadi masalah. Ibu ngga bisa berpura-pura ngga ngerti, Shraff. Di dalam agama kita, haram untuk kita main-main dengan ikatan suci. Tapi, kalau kalian emang ngga ditakdirkan untuk terus bersama, Ibu ngga masalah, kok, asalkan ... selama kamu masih berstatus sebagai suami dari Ameena, kamu harus bisa memahami kedudukanmu dengan selalu berusaha menjadi sebaik-baiknya imam untuk Ameena."

Petuah dari Bu Layla mengandung kebajikan. Andaikan Ashraff diizinkan semesta untuk bersikap blak-blakan, terus terang sampai sekarang Ashraff tidak pernah berkhayal untuk berjodoh dengan Ameena. Alasan Ashraff: belum berminat untuk menanam cinta kepada siapa pun karena masih merasa belum cukup menghujani sosok ibunda terkasih dengan kebahagiaan.

"Ibu ngga memiliki keinginan neko-neko terhadap kamu, Shraff. Yang Ibu harapkan darimu, mudah-mudahan kamu bisa ngembaliin Ameena dalam versi terbaik Ameena. Yaitu sebelum Ameena bersahabat dengan kemudaratan."

Meski harapan besar Bu Layla sudah didengarkan, kedua telinga Ashraff terus dipasang dengan tertib. Agar Ashraff tidak melalaikan setiap untaian kalimat dari Bu Layla? Yah. Begitulah. Dia tahu benar. Bu Layla masih belum selesai berbicara.

"Maaf, kalau Ibu udah bertindak lancang untuk ngebebanin kamu dengan tugas yang berat. Tapi, mau gimana lagi ...."

Alunan napas Bu Layla mendadak tersendat secara bertahap. Mengapa bisa kejadian? Mungkinkah karena wanita bergaun tertutup dengan corak serba greentea tersebut sudah terlalu lama menahan keresahan? Meski belum mampu mencerna keadaan Bu Layla dengan benar, Ashraff sudah bersikukuh untuk tidak bertanya. Masih enggan untuk semakin mempersulit kondisi Bu Layla.

"Ibu terus terang sangat rindu dengan sosok lama Ameena, Shraff."

Menatap Bu Layla dengan kedua bola mata menghangat, keahlian Ashraff untuk memahami situasi sungguh layak untuk diapresiasi. Melihat betapa fantastis kobaran dari hasrat Bu Layla untuk memperbaiki spiritual Ameena, kedua rongga dada Ashraff sampai menggiring laki-laki tersebut untuk menahan napas.

"Jadi, Ibu meminta kamu untuk ngebimbing Ameena. Agar Ameena ngga semakin terlena dalam kesesatan."

Yang diutarakan Bu Layla sama seperti memohon supaya Ashraff dapat menuntun Ameena untuk balik hidup lurus sesuai dengan esensi dari kitab agama mereka. Agak menunduk dengan kedua kelopak mata sedikit dirapatkan, kepala Ashraff sudah manggut-manggut.

Bismillah.

Ketika Ashraff menegakkan kepala, kedua mata Ashraff tahu-tahu sudah memancarkan tatapan dengan langsung menyorot ke arah kedua netra dari teman bicara Ashraff sekarang.

"InsyaAllah. Akan saya usahakan, Bu," ungkap Ashraff. Mana bisa sanggup untuk mematahkan harapan dari Bu Layla selain karena memang sudah merupakan kewajiban Ashraff. Atas izin Allah, Ashraff sungguh-sungguh akan berusaha untuk mengabulkan keinginan ibunda dari Ameena. Meski tidak mengerti kapan bisa berhasil.

Karena Ashraff merasa sudah berdosa sekali kepada Ameena, Bu Layla ditenangkan Ashraff dengan menjanjikan untuk tidak akan berlaku tidak menyenangkan kepada Ameena. "Malah, saya bisa sekalian menjamin keamanan Ameena, Bu. Jika selama saya menjadi suami dari Ameena ternyata saya malah berbuat khilaf dengan bersikap buruk kepada Ameena, Ibu bisa memidanakan saya."

"Baiklah, kalau begitu," ucap Bu Layla untuk memungkas obrolan khusyuk mereka. "Ibu tunggu lamaran resmimu."

Mendapati matahari sudah semakin bertambah lengser, mereka sama-sama bersepakat untuk mengakhiri obrolan mereka. Awalnya, Ashraff terlintas gagasan untuk mengantarkan Bu Layla. Akan tetapi, kebaikan Ashraff malah ditolak dengan halus. Kepada Ashraff, Bu Layla mengaku masih harus mampir ke suatu tempat dengan tujuan mengangkut beberapa barang untuk keperluan menjahit. Jadi, Bu Layla enggan merepotkan Ashraff dan Ashraff sendiri tidak berencana memaksa. Ada baiknya, Bu Layla memilih untuk menggunakan taksi online. Meski berarti sebagai calon anak menantu dari Bu Layla, kontribusi Ashraff dalam kehidupan Bu Layla masih sekadar mentraktir minuman doang? Yah, mau bagaimana lagi? Yang terpenting, bukankah Ashraff sudah berniat mulia?

***

Setelah bertemu dengan Bu Layla, Ashraff benar-benar termotivasi untuk bertindak totalitas. Di dalam kamar bernuansa lavender berpadu hijau zaitun, sekarang Ashraff sedang berkutat dengan sebuah buku catatan bersampul biru navy untuk menuliskan timeline dari kehidupan Ameena terdahulu berdasarkan laporan kepolisian berkenaan dengan kronologis kasus kematian Ameena menurut kepolisian sesudah melalui serangkaian investigasi sampai berhasil dituntaskan.

"Ashraff! Ashraff!"

Akibat mendengar suara berkarakter cempreng dan melengking barusan, Ashraff langsung terperanjat dengan kedua mata sama-sama mengerjap. Aktivitas Ashraff semula segera dihentikan untuk sementara. Yang dilakukan Ashraff berikutnya adalah bersigegas keluar dari kamar untuk mendatangi sumber keributan.

"Iya, Bu."

"Aku di sini."

Melangkah dengan kecepatan santai sampai memasuki teritorial dari ruang keluarga, bibir Ashraff sudah sekaligus terbuka untuk menyahut dengan suara rendah. Meski tidak keras-keras amat, suara laki-laki tersebut bisa dipastikan dapat mencapai kedua telinga dari Bu Tsania.

Masih menahan kekesalan dan kemarahan, langkah Bu Tsania dipercepat untuk menghampiri Ashraff sementara anak tunggal dari Bu Tsania memilih untuk membalas menghampiri Bu Tsania dengan kecepatan langkah masih belum ditingkatkan. "Ibu kenapa teriak-teriak?" tanya Ashraff dengan kalem, tetapi Bu Tsania tetap bercokol dengan emosi.

"Ibu mau bicara sama kamu!"

Tadi, Bu Tsania habis dari rumah tetangga. Di sana, Mbak Yuni—sebutan khusus dari Bu Tsania—sempat membahas fenomena selingkuh zaman now. Lalu, Bu Tsania diperlihatkan video Ameena semasa sedang dilabrak Shalfa karena Ameena sudah berpacaran dengan laki-laki bernama lengkap Mario Alatas, tunangan dari Shalfa. 

"Apakah Ameena beneran pernah ngerebut calon suami orang?"

Degh.

Pertanyaan dari Bu Tsania membuat Ashraff terperangah hingga menjadikan seluruh saraf dari anggota badan Ashraff langsung berubah sensitif. Memang sedang menegang hebat karena kekhawatirkan Ashraff mengenani Ameena ternyata malah berbuah kepahitan. Kini, Bu Tsania sudah mengetahui salah satu dari sekian keburukan Ameena. Jika sudah begini, apakah Bu Tsania masih akan merestui Ashraff untuk menikah dengan Ameena?

"Ibu tahu dari mana?"

"Astaga, Shraff," ucap Bu Tsania dengan kondisi mulut sudah setengah melengeh, "lebih krusial mana antara menjawab pertanyaan Ibu sama mencari tahu dari mana Ibu bisa tahu?"

Di depan mata, kedaruratan sudah terpampang secara nyata. Aib Ameena bisa dijadikan alasan untuk Bu Tsania menolak calon anak menantu seperti Ameenaa Mikayla. Menurut Bu Tsania, Ashraff berhak untuk mendapatkan wanita berakhlak cantik, bukan cantik secara fisik doang. Melihat Ashraff dan Ameena benar-benar laksana langit dan bumi, kealiman Ashraff tidaklah sepadan untuk ditukar dengan kebadungan Ameena. Bu Tsania sudah mendidik Ashraff dengan terbengkil-bengkil. Yang dikorbankan Bu Tsania dan almarhum Pak Mulya tidak sebatas terdiri dari tenaga, melainkan termasuk materi dan mental. Jadi, Ashraff haruslah bersanding dengan sosok wanita berspesifikasi bidadari.

Jika diperlukan, Bu Tsania akan berkonsultasi kepada ustadzah-ustadzah untuk mendapatkan wanita terbaik. Agar Ashraff tidak sampai salah memilih. Tapi, apakah Ashraff akan berkenan? Jika Ashraf memutuskan untuk berbakti kepada ibunda terkasih, bagaimana dengan kesepakatan antara Ashraff dan Ameena, dan Bu Layla? Akankah dibatalkan?

***

AMEENA: Tentang Kehormatan yang Harus DikembalikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang