25. Akal-Akalan Ashraff
ASHRAFF tidak dapat membantah kalimat Mirza. Yang diungkapkan Mirza memang benar, Ashraff harus mengaca terlebih dahulu sebelum menghakimi Mirza dengan sadis. Ayolah. Di sini, Ashraff dan Mirza sama-sama memahami bahwa mereka berdua bukanlah makhluk tersuci, mereka memiliki kesalahan bernilai besar kepada Ameena.
Mendapati Ashraff dan Mirza malah berperang kalimat dan tatapan, tahu-tahu Ameena sudah tergelak ringan. Mengamati mereka dengan sistem bergiliran, bibir Ameena lantas terbuka sehingga Ameena bisa bergegas berceloteh untuk mengomentari momen cekcok mereka. "Wah. Wah. Aku pikir, kalian sangat rukun karena saat SMA kalian udah pernah bekerja sama untuk ngehancurin hidupku."
Perhatian Ashraff dan Mirza langsung melimpah kepada Ameena. Meski sanubari Ameena sudah menjerit dengan kedua kornea mata sampai memproduksi cairan hangat bercita rasa asin, Ameena masih bisa bersikap tegar selama sedang menghadapi Ashraff dan Mirza.
"Mungkinkah kalian memiliki rencana untuk reuni?"
"Mn ... kalau begitu, aku duluan, deh. Agar kalian bisa ngobrol dengan lebih leluasa," ucap Ameena dengan kedua netra semakin berkaca-kaca, tetapi disamarkan dengan senyuman.
Memilih untuk menyingkir dari hadapan Ashraff dan Mirza, bisa dibilang adalah langkah awal Ameena untuk meninggalkan mereka. Muak dengan wajah mereka? Pastilah. Ketika Ameena sudah berjalan dengan kedua kaki dilebarkan, Ameena langsung dikejar Ashraff.
Di daerah parkiran khusus untuk sepeda motor, Ameena berhasil disusul Ashraff. Malah, salah satu lengan Ameena sudah digenggam tangan kanan Ashraff supaya langkah Ameena bisa tertahan. "Aku mau balik sendiri, Shraff," ucap Ameena dengan kondisi menahan tangis selama berusaha untuk mengempaskan tangan kanan Ashraff.
"Aku ngga ngizinin," kata Ashraff enggan melepaskan Ameena.
Menatap Ashraff dengan kedua mata dibuka utuh, Ameena memaksakan untuk mengimbuhkan ketegasan selama berbicara dengan Ashraff. "Aku ngga butuh izin darimu!"
Maksud mula-mula Ameena adalah semakin memberontak, tetapi Ameena malah berakhir rapuh. Air mata Ameena sudah tidak dapat dibendung. Mengalir dari kedua titik sudut mata Ameena secara bersusulan. Agar tidak diperhatikan Ashraff, kepala Ameena sampai dibiarkan tertunduk dengan kedua mata sekalian dipejamkan.
"Hiks."
Mendengar suara isakan, Ashraff langsung menatap cemas ke arah muka Ameena. Karena Ameena masih menatap ke bawah, Ashraff tidak bisa menonton apa pun. Akan tetapi, bukan berarti Ashraff tidak mengerti karena Ashraff diberkahi dengan kemampuan untuk membaca keadaan.
"Astaga, Am."
"Ini, kamu lagi nangis?" tanya Ashraff dengan nada waswas.
Apakah Ashraff sedang melucu? Ketika Ameena mengangkat kepala untuk menerima tatapan Ashraff, Ameena membuang napas dan melengeh dengan sarkastik. "Aku heran kenapa kamu masih nanya," ucap Ameena.
Mendapati kehidupan Ashraff dan Mirza bisa baik-baik saja sementara tidak dengan kehidupan Ameena, bagaimana Ameena bisa ikhlas?
"Tiap aku melihat kalian berdua, dadaku selalu sakit, Shraff. Jika aku ngga pernah ketemu kalian setelah tragedi enam tahun silam, maka aku ngga bakalan keinget sama momen-momen saat aku sedang dihakimi habis-habisan. Di hadapan banyak orang, aku sampai dilempari dengan sampah dan diludahi dengan dipenuhi kejijikan. Meski aku udah nangis dan mohon-mohon untuk berhenti ngerundung aku, aku tetep diguyur dengan nggunain air kotor sambil terus dicemooh. Jika guru-guru sampai terlambat datang untuk beresin kekacauan, mungkin ... sekarang aku udah tinggal nama doang."
Meski tidak tahu habis memperoleh dorongan dari mana, tahu-tahu Ashraff sudah memeluk Ameena dengan ikutan menanggung kesakitan. Mendekap Ameena dengan dibarengi elusan lembut. Di sini, Ashraff mengerti benar. Memang tidak mudah untuk setiap manusia bisa berdamai dengan kisah-kisah berduri. Jadi, Ashraff tidak dapat memaksa Ameena untuk bisa melupakan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMEENA: Tentang Kehormatan yang Harus Dikembalikan
Romansa"Yang membuatku menjadi murahan begini, bukankah kamu?" (AMEENA) "Maafin aku, Am. Aku bener-bener nyesel." (ASHRAFF) *** Ketika SMA, Ashraff dan Ameena saling bersaing untuk meraih rangking satu. Di belakang Ameena, Ashraff menyuruh sosok ratu sekol...