Begin Again 7

48 7 2
                                    

Vote dulu dong!!!Pintar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vote dulu dong!!!
Pintar.

***

Asha masih menangis ketika suara pintu di ketuk dengan tidak sabar. suara Ibu terdengar samar, membujuknya untuk segera keluar dari kamar mandi. Asha mengatur perasaannya, ia tidak ingin membuat orang-orang khawatir karenanya. Jadi setelah ia mengusap air matanya, mencuci wajahnya denga air, Asha membuka pintu.

Ia bisa melihat keadaan kamar yang sedikit kacau, cermin meja riasnya pecah dan kacanya kemana-mana, ada Kak Adilah yang sibuk membersihkan kaca-kaca itu, dan juga Tante Iyya yang kini mendekat ke arahnya. Asha menerima pelukan erat dari Ibunya, juga dari tante Iyya. Air matanya kembali mengalir, ia merasa tidak bisa berkata-kata, jadi ia hanya menangis tersedu-sedu di pelukan dua orang tua itu.

Asha yakin, semua orang di rumah itu pasti sedang bertanya-tanya tentang kejadian hari itu. Tentang Gibran yang terlihat marah besar. Ia yakin kalimat-kalimat yang Gibran lontarkan hari itu dapat di dengar semua orang, hanya saja mereka masih bungkam dan mungkin sedang berfikir untuk membahasnya atau tidak.

Asha mengira Gibran sudah pulang, karena sejak pagi sampai malam ini ia tidak melihat batang hidung, atau bahkan hanya sekedar mencium wangi lelaki itu. Namun Asha tidak peduli, ia tidak akan bertanya kemana Gibran, karena Asha merasa memang tidak perlu melakukannya.

"Lagi mikirin apa?"

Suara lembut itu menyadarkan Asha dari lamunannya. Ibu datang dengan wajahnya yang segar, membawa wangi yang menenangkan, seperti wangi buah pear? Atau apel? Asha menyunggingkan sebuah senyuman, menggeser duduknya agar Ibu bisa duduk bersama di sampingnya. Bangku ayunan kayu itu berhenti sejenak, sebelum kemudian kembali bergerak pelan.

"Nggak lagi mikirin apa-apa kok, Bu," Asha memilin jari-jarinya. Setelah mengetahui kenyataan kemarin, ia jadi merasa canggung sekarang untuk duduk di dekat ibunya. Fakta bahwa wanita yang kini duduk bersamanya adalah bukan ibu kandungnya, ia hanya anak angkat, dan memikirkannya lagi membuat Asha menarik nafas sesak. Rasanya sangat asing, padahal wanita itu telah merawatnya selama dua puluh satu tahunnya hidup di dunia, ia tahu segala hal tentang Asha, bahkan hal yang sangat rahasia sekali seperti ia memiliki bekas luka di pinggangnya yang entah apa penyebabnya, atau seperti ia pernah bercerita tentang waxing yang di lakukannya pada area sensitifnya dan berakhir menangis kencang di kamar mandi.

Namun setelah mengetahui kenyataan itu, Ia merasa Wanita yang selama hidupnya ia panggil ibu itu tiba-tiba seperti menjauh, atau sebenarnya bukan ibu yang menjauh, melainkan dirinya. Asha merasa dia sangat jauh sekarang dari sosok Ibu itu.

"Bu..."

Asha menggumam, Ibu menoleh, menatapnya. "Hmm?"

"Asha ingin minta pendapat Ibu, seandainya Asha ingin... Mencari keberadaan orang tua kandung Asha... Apa ibu bakal bolehin?"

Tidak seperti yang di bayangkan, Ibu mungkin saja menolak seperti ayah, tapi tidak, ibu tersenyum saat ini.

"Boleh, boleh sekali. Ibu akan mendukung semua keputusan kamu, sayang,"

Begin AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang