Bab 20
KecurigaanSekarang banyak beredar korban pelecehan di negara ini. Kita tidak perlu membayangkan seberapa trauma mereka, cukup fahami keadaannya lalu bantu mereka untuk angkat bicara. Mereka membutuhkan orang-orang peduli seperti kita, yang masih sehat dari segi trauma pelecehan. Harap selamanya kita akan sehat, tanpa pernah terjatuh dan menyandang menjadi korban pelecehan.
Hari ini, suasana SMK Jaya Arma begitu berantakan. Terutama ruang kelas 12 Desain Grafis yang telah hangus terbakar karena ledakan semalam. Terik matahari membuat Elena menyipitkan matanya, melihat sekeliling kelas itu, sudah dipenuhi oleh siswa-siswi Jama dalam keadaan penasaran atas apa yang sudah terjadi. Elena makin melangkah mendekat, kemudian dia mencium jelas bau bahan kimia.
"Woy, sialan lu, Len!" Dada Ken terlihat naik turun dengan embusan napas yang tak beraturan. "Dipanggilin juga dari tadi."
Elena menarik kurva bibirnya sembari terkekeh pelan. "Kenapa?"
"Beli kuaci di rumah Pak Saman, dipanggil Adit, tuh."
"Gila, diem lu, pantun lu nggak nyambung." Tigan yang baru saja datang menertawakan ucapan Ken.
"Siapa juga yang pantang, Bro," ucap Ken.
"Pantun, bukan pantang!!" Gadis pecinta buku itu menggelengkan kepala. Elena segera berbalik arah, lalu melangkahkan kakinya. Baru saja melangkah, dia segera mungkin berhenti kembali.. "Adit di mana?"
"Di perpustakaan!" teriak Ken.
Di meja tempat biasa Elena membaca, dia mendapati Adit, Vero, Kea dan Risa yang tengah duduk berkumpul. Gadis dengan hijab pashmina itu melangkah mendekat saat Adit melambaikan tangan ke arahnya.
Elena sedikit terheran, Vero sudah lebih dahulu berada di perpustakaan. Mengapa tidak dia yang memanggil Elena? Mengapa harus Tigan dan Ken? Ah sudahlah itu hal yang tidak penting, pikir Elena toh kemarin mereka juga baik-baik saja, walau akhir-akhir ini Vero sudah tidak seperhatian dahulu. Perhatian itu memang masih ada, walaupun sedikit berbeda, ingat sedikit.
"Kenapa?" Elena mendudukkan badannya di salah satu kursi, yang diikuti oleh Tigan dan Ken.
"Gue curiga sama Isva."
"Isva, Dit?" Ken memiringkan kepala. "Cewe secantik Isva bisa-bisanya di curigai."
"Diem!" Tigan menoyor kembali kepala Ken.
"Gue denger dari beberapa siswa kelas gue." Adit menjeda ucapannya. "Mereka pada yakin kalau kejadian kemarin adalah ulah pihak dari Neska yang mungkin masih belum terima atas meninggalnya Neska di sekolah ini."
"Iya, juga, sih. Secara gini, sekalipun JaMa mengeklaim bahwa apa yang terjadi sama Neska bukan salah sekolah, dan pure karena mungkin masalah psikis Neska. Tetap saja orang tua mana anjir yang percaya gitu aja." Vero mengungkapkan isi pikirannya.
Elena menimbang apa yang akan dia ucapkan. "Tetapi, jelas kita tahu dengan mata kepala sendiri kalau ledakan kemarin dilakuin Isva." Elena menjeda ucapannya. "Beberapa minggu terakhir ini juga banyak siswa-siswi yang sudah percaya bahwa memang kejadian Neska adalah kasus pelecehan. Sekalipun media masih sepakat bahwa itu akibat siswa depresi."
"Mata kepala gue, bukan lu!!" sargah Ken.
"Hmm, iya!!" Elena menatap sinis ke arah Ken.
"Lu kenapa, sih, anjir?!!" Tigan menepok kepala Ken dengan buku yang ada di rak sampingnya. "Bacot mulu, serius bisa gak?!"
"Mulai." Adit memalingkan wajahnya berlawanan.
"Gini, nih, padahal kalo nggak ada gue, spark sepi. Luka terus makanannya." Ken merebut buku yang berada di tangan Tigan, lantas menggepokkan balik ke arah pria pecandu rokok itu.
"Udah?" Elena menatap Ken dan Tigan secara bergantian. "Lanjut, Dit."
"Nah, itu yang bikin gue bingung." Adit menatap satu per satu rekannya.
Beberapa berita akhir-akhir ini pun banyak beredar di televisi atas terjadinya kasus pelecehan. Kalau kita hanya melindungi korban rasanya tak akan bisa. Cara satunya adalah kesadaran, kesadaran dari perempuan dalam menjaga diri, juga kesadaran dari pelaku untuk berkeinginan sembuh dari candu seks.
Kita tidak akan mendapatkan kepuasan apa pun dalam melecehkan seseorang. Justru hanya menyakiti seorang perempuan tak bersalah, dan merenggut satu-satunya yang berharga dalam dirinya. Melecehkan bukanlah tindakan yang dibenarkan, dengan alasan apa pun. Termasuk demi kepuasan hawa nafsu semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliofilia (End)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari kurangnya keadilan atas korban-korban pelecehan. . . . Semua orang berhak menerima keadilan, tetapi tidak semua orang mendapatkan keadilan. Hidup tenang dan damai tak akan didapatkan jika ego yang ditonjolkan. Apa sebene...