Bab 16
Luka yang dipendamBuana itu selalu berupa enigma. Dan segala tawa itu efemeral. Terkadang kita tidak menyadari bahwa semua ini fana, tetapi masih saja banyak manusia yang menggunakan kehidupannya untuk menyakiti manusia lain. Merelakan segalanya demi sejengkal kebahagiaan yang ntah akan berhenti kapan.
Gadis pecinta buku berjalan menyusuri halaman SMK Jaya Arma, matahari masih terlihat mengintip langit sebelum benar-benar naik. Hari ini terlalu pagi dia datang ke sekolah, bukan karena tidak sengaja, melainkan Elena memang sengaja datang lebih pagi untuk menghindari ocehan papanya perihal kepulangannya semalam. Elena menundukkan badan, berjongkok lalu membetulkan ikatan tali sepatu yang tampaknya sudah terlepas sebelah. Gadis itupun menatap bayangan kaki seseorang yang tak jauh darinya.
“Pagi banget, tumben.” Lelaki itu ikut berjongkok dihadapan Elena.
“Eh, Dit!” Elena melihat keberadaan Adit yang sudah berada didepannya.
Adit memang salah satu siswa yang hobi datang lebih pagi, karena bagi dia pemandangan pagi hari sangatlah bagus untuk diabadikan lewat kameranya. Kesederhanaan cara dia berpakaian dan berbicara membuatnya sering diperbincangkan oleh beberapa siswi khususnya kelas Elena.
Aditya Chatra Darian, pria yang sangat suka memotong rambut bermodel mullet, hidung yang tidak terlalu mancung, mata simpit, bibirnya yang cukup lucu berbentuk love, tinggi badan 170cm dan kamera yang sering dia kalungkan untuk dibawa ke mana-mana, yang menurutnya cukup memerlukan.
Elena dan Adit berjalan beriringan ingin menuju kelas masing-masing, sebelum sampai akhirnya gadis pecinta buku itu berhenti secara mendadak. Membuat Adit yang berada di sampingnya pun ikut berhenti beberapa langkah di depan Elena.
"Kenapa?" Adit menatap Elena yang ntah sekarang ini tatapan gadis itu berarah ke mana.
"Itu." Elena menunjuk seorang siswi yang tengah duduk di bawah salah satu pohon halaman sekolah. "Siapa namanya? Yang kemarin lo."
"Emang waktu itu, dia nyebut nama?" Adit memutar badannya kearah Elena.
“Oh, iya.” Elena mengeluarkan cengirannya. Lantas, dia berjalan menghampiri siswi itu.
"Hai." Elena mengulurkan tangannya. "Gue, Lena."
"Hai." Dia pun mengulurkan tangannya, guna membalas uluran tangan Elena.
"Nama lu?" Elena kembali membuka suara kala siswi yang dihadapannya belum juga menyebutkan siapa namanya. Belum sempat Elena tahu siapa namanya, perempuan dengan seragam Jaya Arma itu segera beranjak pergi, tanpa menghiraukan pertanyaan Elena.
"Tunggu!!" Elena mencoba mengejarnya yang sudah cukup cepat berjalan. Nahas, bukan siswi itu yang Elena dapatkan. Justru Elena tersandung batu kerikil, membuat kakinya terkilir lantas terjatuh.
"Auu!!"Adit secepat mungkin berjalan ke arah Elena, dia mengulurkan tangannya bersamaan dengan uluran tangan seseorang yang sedikit lebih cepat darinya. Alhasil Adit menarik ulang uluran tangan itu.
"Gimana sih!! Lu ngapain? Kaki lu luka itu." Vero memegang tangan Elena, berusaha membantunya berdiri. "Gue bantu ke UKS."
Sebab kaki Elena yang cukup nyeri, membuatnya tetap berdiam diri dikala Vero terus-menerus memaksa untuk mengobati luka kakinya di UKS sekolah. Adit pun terdiam melihat interaksi kedua remaja yang katanya sih sahabat. Dia pun mengikuti langkah kaki Elena dan Vero menuju UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliofilia (End)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari kurangnya keadilan atas korban-korban pelecehan. . . . Semua orang berhak menerima keadilan, tetapi tidak semua orang mendapatkan keadilan. Hidup tenang dan damai tak akan didapatkan jika ego yang ditonjolkan. Apa sebene...