bab 13
Konsep PenandinganHidup memang aneh, kita yang mati-matian menyuarakan kebaikan terkadang tertikam parah oleh arus kebencian. Sedangkan mereka yang dengan santai melempar benih kejahatan, sekali dua kali bahkan berkali-kali, justru mendapat sambutan menyenangkan.
Suasana ruang kesiswaan begitu mencekam. Ruang yang cukup luas sekarang terasa sempit, dan cukup panas bagi beberapa remaja juga guru yang tengah memperdebatkan persoalan Elena. Tunggu! persoalan Elena? Lebih tepatnya ini persoalan Jaya Arma yang minus keadilan.
Beberapa menit telah berlalu. Namun, masih juga sama, pihak sekolah tak menerima ucapan Elena dan akan mengirim amplop hitam jikalau Elena mengulangi. Beberapa guru telah pergi meninggalkan ruangan untuk melanjutkan aktivitasnya. Dalam ruang kesiswaan menyisakan Bu Ria, juga kelima remaja.
"Bu? Saya tahu Bu Ria orang yang baik, kalau saja kejadian Neska terjadi kepada anak Ibu, apakah Ibu bakalan terima?" ucap Elena pelan.
Bu Ria menghela napas. "Neska, bukan kesalahan pihak sekolah, Elena! Tidak ada bukti yang mengarah bahwa-" Degup jantung Bu Ria dua kali lipat lebih cepat. "Neska ... bunuh diri karena ulah sekolah!"
"Gila!! Semua sudah tahu. Bahwa, Neska bunuh diri karena diperkosa oleh PAK BIMA!!!" Isva berucap menggebu-gebu, sembari menekan nama guru di akhir.
"Diam, Isva!! Kamu tidak tahu apa-apa!!"
"Bahkan Neska sudah menuntut pertanggungjawaban sekolah kan? Tetapi tidak ada satu pun tindakan dari pihak sekolah." Adit mencoba berbicara pelan kepada Bu Ria.
"Sekolah ini bisa ditutup kapan saja, kalau sampai berita ini menguap di media, Bu."Bu Ria tersenyum tipis, bahkan saking tipisnya seperti bahan ledekan untuk kelima remaja yang berada di ruangan. "Siapa yang berani tutup Jaya Arma? Media mana dan orang tinggi mana yang tidak percaya Jaya Arma?" Bu Ria kembali mengeluarkan senyumnya. "Bahkan, saya rasa orang-orang pun tidak akan ada yang percaya lima remaja SMK yang mau menjelekkan sekolah ternama tanpa bukti!!"
"Gilak, ga waras!!" Isva sukses mendapatkan lirikkan tajam mata dari keempat rekannya.
"Hampir 70% dana sekolah di Indonesia adalah hasil sokongan dari SMK Jaya Arma, kamu lupa itu?!" Bu Ria menatap satu per satu remaja itu.
L "Positifnya, SMK Jaya Arma sudah lima tahun berjalan sebagai sekolah yang berpengaruh di Indonesia!"
"Silakan." Bu Ria mengarahkan tangannya ke pintu, sengaja untuk mempersilahkan kelima remaja itu keluar dari ruang kesiswaan.Kedua tangan Elena terkepal erat, tatapan kosong menyoroti kedepan, jantung gadis pecinta buku itu berdegup lebih kencang. Dia membenci semua ini. Hari ini, Elena menyesal ... menyesal pernah sebahagia itu berada di lingkungan Jaya Arma, menyesal telah menaruh banyak harapan, impian bahkan cita-citanya di sini. Semua target-target yang telah dia susun beberapa tahun lalu, hari ini harus pupus, musnah oleh segala rasa kecewa.
Langkah kaki Elena begitu berat, menyusuri koridor-koridor sekolah yang dulunya tempat paling Elena sukai, sekarang dimata Elena koridor ini tak lain hanya lorong mengerikan yang menikam segala luka dan penyebab segala traumanya kembali.
Sepertinya memang betul, mereka berlima ini siapa? hanya seorang remaja SMK yang mungkin bagi beberapa orang hanya anak-anak yang tidak mengerti dunia kependidikan. Lantas menggunakan egonya untuk kepentingan emosi seorang remaja yang sedang bertumbuh. Tetapi, sesungguhnya ini bukan hanya perihal dunia pendidikan, sekolah elite, sekolah yang bisa membawa siswanya pada ambang kesuksesan, dan bukan perihal dana siapa yang digunakan untuk perkembangan seluruh sekolah di negeri ini. Tetapi, ini tentang kemanusiaan, tentang bagaimana kita memperlakukan manusia lain. Juga tentang harga diri yang direbut secara paksa oleh makhluk tak berakal seperti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bibliofilia (End)
Fiksi RemajaCerita ini terinspirasi dari kurangnya keadilan atas korban-korban pelecehan. . . . Semua orang berhak menerima keadilan, tetapi tidak semua orang mendapatkan keadilan. Hidup tenang dan damai tak akan didapatkan jika ego yang ditonjolkan. Apa sebene...