7. (BEP) Break Even Point

298 153 94
                                    

Bab 7
Tragedi Mendebarkan

Lagi-lagi Elena melihat jam ditanganya. Pukul 04:34 sore hari... senja makin terlihat cantik, tetapi sayangnya itu tak berarti apa-apa untuk gadis cantik pecinta buku ini. Raut takut dan pucat menghiasi wajahnya, Pikiran gadis pecinta buku itu melayang ke mana-mana. "Kok, Pak Bima lewat jalan sepi kaya gini, sih?" batinya. Hal yang lebih konyolnya lagi, disaat motor itu menemukan sebuah bundaran jalan, pemegang kendali pun memutar sebanyak dua kali di area itu. Elena lagi-lagi terheran akan maksud Pak Bima.

"Lena, pegangan, nanti jatuh." pak Bima melirik gadis pecinta buku itu lewat spion motor.

"Iya, Pak," balas singkat Elena. Elena segera menggerakkan tangannya untuk berpegangan. Bukan, bukan pada Pak Bima, melainkan dia kaitkan tanganya di behel samping kanan kiri motor.

Jalanan makin sepi dan tak berpenghuni, bising pepohonan yang diterjang angin kanan kiri mengisi sebuah kekosongan dua pengendara motor itu. "Kamu udah punya pacar belum, Lena?"

"Udah, Pak," jawab Elena bohong. Dia sengaja membohongi Pak Bima karena rasa khawatirnya.

"Siapa pacar mu? aku ngajar kelasnya?"

“Enggak, Pak." Rasanya Elena begitu muak dengan pertanyaan tak bermutu ini. Namun, tak bisa menutupi bahwa Elena juga merasakan takut dengan pertanyaan-pertanyaan Pak Bima.

"Putusih saja, lalu sama saya."

Elena hanya tersenyum sebagai jawaban, jantungnya berpacu makin kencang, seperti sedang perlombaan lari, yang dikejar cepat sampai finis. Di mana dia sekarang, Elena sama sekali tak mengetahui. Jalanan hanya berisi pohon, tanpa sedikit pun penghuni. Nasib tidak enak menimpanya. Sama sekali tak ada di daftar pikiran Elena akan jadi seperti ini, itu sebabnya juga handphone miliknya ditinggal di kamar penginapan.

Bodoh.

Tangan Elena berkali-kali coba diraih oleh Pak Bima, ntah apa maksudnya. Elena hanya bisa menghindar, tanpa Elena duga Pak Bima menarik duduknya makin ke belakang, refleks Elena pun bertambah makin ke belakang pula. Tatapan terkejut memancar dari sorot mata Elena, gadis pecinta buku itu merasakan bahwa dia telah diujung belakang motor, sekali lagi dia bergerak ke belakang boleh jadi jatuh menimpanya. Dengan lihainya tangan pak Bima meraih tangan Elena dan membawanya ke depan di area kemaluan milik Pak Bima. Namun, gadis pecinta buku itu lebih dahulu mengibaskan dengan kasar. Dia terkejut, dan sangat sangat terkejut. Lagi-lagi tangannya berusaha di raih, dan di elus. Dengan susah payah Elena melepas genggaman Pak Bima. "Pak, Saya mau pulang!"

"Sebentar, kita cari perforator dahulu ya, kamu pegangan."

Elena segera mungkin menyilangkan tanganya ke depan dada. Sebagai upaya penjagaan, karena sedari tadi pak Bima berusaha mencondongkan badannya ke belakang.

"Kita ke toko depan ya, itu udah mulai ramai toko-toko."

"Enggak, Pak! Saya mau pulang."

"Sebentar saja, kedepan."

"Enggak, Pak!" Butiran air mata mulai berjatuhan membasahi pipi cantiknya, tetapi sekuat tenaga Elena cegah agar tidak terisak. Sekuat tenaga Elena tutupi rasa takut itu. "Saya mau pulang, mau istirahat, saya capek!!" Nada gemetar Elena makin jelas terlihat. Sesak, khawatir, semua melebur menjadi satu. Menghantam pertahanan Elena. Dia benar-benar takut, tetapi tidak ada cara lain selain dia berusaha berdoa agar Tuhan menjaganya. Rasa pusing tiba-tiba menyerang Elena. Ternyata rasa ketakutannya membuat dia kelelahan dan kehabisan sebagian tenaga. Mungkin jika hanya dijelaskan lewat kata itu bukan seberapa, tetapi bagi Elena yang merasakannya dan bagi Elena yang berada di situasi itu, itu sangat membuat jantungnya berpacu cepat, sangat menakutkan.

"Bentar saja, gih, turun," ucap Pak Bima setelah berhenti di depan toko.

Elena mau tak mau turun, berjalan tertatih menahan ketakutan ke dalam toko. Betapa bahagianya Elena, akhirnya perforator ada di toko ini. Sekilas Elena sempat berpikir apakah ini kesengajaan Pak Bima? Elena rasa cukup mengganjal, sedari tadi tidak ada toko satu pun yang menyediakan perforator. Tetapi disaat-saat Pak Bima merasa sudah tidak bisa lagi menggoda Elena, barang yang dicari justru segampang itu ada.

Ah sudahlah, tidak boleh berpikir buruk.

Kembali, rasa takut itu menembus dada Elena. Saat di mana perjalanan pulang, Pak Bima justru melewatkannya di tempat yang sepi lagi. Tiba-tiba tanpa Elena duga, Pak Bima menancap gas motor begitu kencang. Sampai-sampai polisi tidur pun dia terjang. Bagi Elena Pak Bima sudah hampir seperti kerasukan. Elena diam tak berkutik sedikitpun, perasaan was-was mendominasi dirinya.  Deru motor yang makin kencang, hawa sepi yang menyeruak, juga situasi yang menurut gadis pecinta buku itu mencekam. Elena menangis, kali ini air matanya benar-benar lolos. "Berengsek!" Dengusan pelan Elena keluarkan, sembari dia tarik paksa tangannya. Seketika bayangan-bayangan masalalu kelamnya kembali menguap di daratan, bergulung-gulung berusaha menembus batas kekuatan Elena.

***

Kini seorang gadis tengah berlari menyusuri entah jalanan apa ini, sangat sepi seperti tanpa penghuni. Elena memacu langkahnya makin kencang, dia sesekali menoleh ke belakang, memastikan si pengejar tak sampai untuk menjangkau dirinya. Elena berhenti sejenak, menoleh ke arah kanan kiri, lalu melihat jam di pergelangan tangannya, sesekali dia mengatur napas yang naik turun memburu sedari tadi. Jam menunjukkan pukul 06:15 malam.
Di lain sisi, terlihat seorang pria dari seberang berhenti, menyipitkan mata dan memastikan apakah yang dilihat memang benar. Pria itu berjalan makin mendekat. Namun, rasa heran menyelimuti dirinya, bagaimana bisa dia sampai di sini sendirian.
"Hei...." Adit menepuk pundak Elena pelan.

"Lu? ngapain lu di sini?" Elena terlihat terkejut.

"Lah, Lu yang ngapain di sini, malam-malam begini lagi."

Elena hanya diam, masih mengatur napas, lalu berjalan kedepan yang diikuti oleh Adit setelahnya. "Jalan ke penginapan mana?"

Adit terkekeh pelan. "Oh, ceritanya nyasar, udah deket kok, ayok."

Rasa takut gadis pecinta buku itu belum juga menghilang, rasa cemas dengan bayang-bayang kejadian sebelumnya menyergap sebagian pikirannya. "Lu, kenapa bisa di sini?" Elena berusaha mensejajarkan langkah Adit yang masih di belakang, gadis pecinta buku itu sesekali melirik sesuatu yang Adit kalung kan dilehernya, membuat perhatiannya sedikit teralihkan.

"Gue baru aja sampek, dari tempat lomba. Jalan kedepan bentar tadi, mau ke minimarket," jelas Adit.
Elena menganggukkan kepala. "Terus, itu kenapa bawa kamera?" Elena mengarahkan pandangannya ke kamera canon 700d yang Adit kalung kan dilehernya.

"Oh, enggak, siapa tahu ada yang bagus, yang bisa gue foto."

Elena manggut-manggut. "Suka kamera, ya?"

"Iya suka, selain itu juga jurusan desain grafis, gue diajarin fotografi."

"Wah, iya ya?" Elena memalingkan tatapannya ke depan, yang semula melihat ke arah Adit. Gadis pecinta buku itu melihat penginapan yang sudah terlihat oleh mata.

Sesaat, rasa takut dan trauma Elena menghilang. Sebelum akhirnya sampai, gadis pecinta buku itu melihat Pak Bima yang dengan santainya tengah menghabiskan sebatang rokok di teras dengan Pak Robi. Tatapan mata Elena seketika kosong, langkah kakinya mendadak terhenti. Elena diam membisu, menatap lurus kedepan. Membayangkan kejadian sore tadi membuat rasa sesak dihati Elena kembali menjalar. Lagi, air mata gadis pecinta buku itu berhasil lolos membasahi beberapa bagian wajahnya.

Adit yang melihat sedikit kebingungan, dengan Elena yang mendadak berhenti. "Eh, ke-"

"Gue duluan, ya!" Elena memotong ucapan Adit. Memacu langkah cepat lewat pintu samping, tanpa sedikit pun menoleh ke arah Pak Bima.

Gadis pecinta buku itu segera masuk ke kamar, dia tutup rapat pintu, berjalan cepat ke ranjang, secara mendadak Elena tengkurap dan menutup sebagian kepalanya dengan bantal. Dia menangis. "Gu-gue mau pulang!" ucap Elena terbata-bata. Isva yang melihatnya pun kebingungan seketika.

.
.
.

"Bukan hanya sekadar memegang, tetapi ini perihal etika berperilaku. Apa pantas kau gapai tangan sembarang orang? Apa pantas seorang berpendidikan malah menjatuhkan harga diri didikannya?"

-Elena Zamira Chayra


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terimakasih yang sudah mampir, jangan lupa tinggalkan jejak ya ♥️

Up : Jumat, 26 Januari 2024

Bibliofilia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang