"Bagaimana keadaannya, dok?"
Dylan sontak berdiri saat menyadari seorang dokter yang mengenakan jas putih khasnya itu keluar dari ruangan dimana Aileen berada.
"Dia hanya kelelahan, saat ini tekanan darahnya sangat rendah, dia butuh istirahat yang cukup. Dan sepertinya ia belum makan apapun hari ini."
"Apa ini pengaruh penyakit yang ia punya?"
"Dari hasil check up yang kami lakukan tadi, benar ia memiliki penyakit darah rendah atau yang biasa kita sebut Anemia. Itulah yang menyebabkan Nn. Aileen jatuh pingsan."
"Baiklah saya mengerti. Terima kasih dok."
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu."
Dylan menyunggingkan senyum tipis kepada dokter yang baru saja memeriksa kondisi Aileen. Dokter berambut putih itu berlalu menjauhinya. Dylan pun memasuki ruang dimana Aileen sedang berbaring masih belum sadarkan diri dari pingsannya tadi. Ditangan kanannya terpasang sebuah infus.
Dylan duduk di kursi yang terdapat di sebelah kiri tempat tidur Aileen. Menatap Aileen yang masih betah menutup matanya. Tangannya beralih menyentuh tangan Aileen yang dingin.
Aroma pahit khas obat-obatan menyeruak di indra penciuman Aileen. Aileen mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang ada. Ia tersadar saat Dylan menyentuhnya.
"Kamu udah sadar?" Dylan berdiri menatap Aileen yang menggenggam tangannya erat.
"Aku dimana?" tanya Aileen menatap sekitarnya yang asing baginya.
"Di rumah sakit, kamu pingsan tadi."
Aileen memutar ingatannya. Mengingat apa yang terjadi dengannya sampai pingsan dan berada di rumah sakit seperti ini. Aileen hendak mencoba menegakan tubuhnya dan menyandarkan dirinya. Dylan membantunya.
"Kenapa kamu bisa kayak gini sih Ai?"
"Hmm, aku capek banget hari ini."
Aileen menceritakan kegiatan melelahkan apa saja yang ia lakukan hari ini sampai membuatnya jatuh pingsan. Untung saja ada Dylan yang membawanya ke rumah sakit. Kalau tidak, Aileen tidak tau apa yang terjadi dengannya setelahnya.
"Terus kamu itu terlalu cerdas ya sampe ngelupain makan. Dari pagi sampe sekarang kamu belum makan Ai,"
Dylan menunjukan jarum jam di tangannya yang menunjukan pukul 20.58. Nada bicara Dylan terdengar kesal dengan kelakuan Aileen yang sangat membuatnya khawatir itu. Aileen yang hanya menyengir bodoh, semakin membuat Dylan mendengus kesal kepadanya.
"Makan yaa, aku bawain kamu makanan nih,"
Aileen mengangguk sambil tersenyum singkat. Dylan menyuapkan suap demi suap makanan yang ia bawa untuk Aileen.
"Kapan aku boleh pulang?"
"Mungkin besok, kamu istirahat aja dulu disini. Aku jagain kamu kok," ucap Dylan sambil memberikan segelas air putih untuk Aileen. Aileen menenggak habis minumnya.
"Dylan," Aileen menatap Dylan.
"Hm?" Dylan pun berpaling menatao Aileen juga.
"Makasih ya," Dylan tersenyum dan mengangguk untuk Aileen.
***
Nindy masuk ke dalam kelasnya dengan langkah cemas. Berulang kali ia mendekatkan ponselnya ke arah telinganya. Berulang kali juga iya berdecak sebal karena tak kunjung ada jawaban dari sambungannya.
Nindy meletakan tasnya di mejanya sambil menatap kursi di sebelahnya yang kosong.
"Aduh Aii, dari kemaren handphone mati dan sekarang lo gak masuk. Lo kemana sih?" Nindy menghentakan kakinya. Tiba tiba ia tersadar akan sesuatu dan berlari kencang keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Enamored
JugendliteraturThe moonlight that shines on us is always the same I'm still lost in your orbit I can do this all night long Because wherever I am, me without you is just half. "You were an entire story to me, I was nothing but a sentence to you." -A "Because I bro...