Twenty Two.

37 2 0
                                    

Ujian akhir sekolah benar-benar membuat Aileen sangat fokus untuk menghadapinya. Ia berjuang untuk mendapatkan hasilnya terbaik.

Berbagai macam soal dari yang tersulit hingga paling mudah dihadapinya dengan mudah. Pantas saja. Sebelum ujian akhir sekolah ini, Aileen telah menyiapkan semuanya matang-matang.

Ujian akhir sekolah ini cukup membuat Aileen hilang ingatan sejenak tentang teman-temannya dan kesenangan. Sungguh yang ada dipikirannya hanya ujian. Ia tidak mau mendapat hasil yang mengecewakan. Ia juga harus mampu mewujudkan impiannya untuk mendapatkan beasiswa di luar negeri. Seperti yang sudah ter-planning sebelumnya olehnya.

Hari-hari ujian Aileen lewati dengan baik. Tak ada keluh kesah tentang apa yang sedang dihadapinya. Semua soal yang ia hadapi terasa sangat mudah karena ia sudah sangat menguasai materi.

Tiga hari yang menjadi babak penentu kehidupan selanjutnya telah ia lewati. Hari ini ia menghirup udara segar di pagi hari. Akhirnya ia sudah menyelesaikan semua. Ya semuanya yang berhubungan dengan sekolah. Aileen sekarang bebas. Ia dapat melakukan apapun yang ia inginkan sekarang, 

Pagi ini nampaknya ia sedang menikmati teh hangat earl grey kesukaannya. Sambil menikmati cahaya matahari yang menembus jendela kamarnya. Hah, ia menghela nafasnya. Sepertinya ia memikirkan apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Tunggu...

Sepertinya Aileen melupakan sesuatu...

Oh, ya ampun bagaimana kabar Dylan disana?

Terlintas dipikiran Aileen sekelebat bayangan Dylan yang terakhir kali ia temui saat  berada di bukit ilalang beberapa hari lalu. Aileen menaikkan sudut bibirnya ketika mengingat hal itu. Hal yang mungkin akan melekat di memory ingatannya.

Aileen berniat menghubunginya. Namun tepat saat ia meraih ponselnya benda kecil itu berdering. Saat itu juga AIleen langsung mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"Hallo?"

"Ai?"

Aileen mengerutkan keningnya saat mendengar suara bas khas yang sangat ia hafal.

"Eh Dylan?"

"Iya, ini aku. Ai gimana ujiannya?"

"Alhamdulillah semua lancar kok, sekarang tinggal berdoa biar dapet hasil terbaik aja. Kamu gimana? Lancar kan?"

"Iya sama kok. Akhirnya selesai juga ya, Ai."

"Iya, hehe."

Hening.

Entah saat ini Aileen bingung harus mengatakan apa. Ia ingin engatakan kalau... Ia merindukannya. Ah tidak mungkin Aileen mengatakan hal itu. Bodoh sekali, pikirnya.

"Ai kok diem?"

"Eh,ha-iyaa? Kenapa?" Dylan terkekeh diseberang sana.

"Kalo kangen ya bilang aja Ai, hahahah" 

DAR!! 

Pikiran Aileen mampu terbaca oleh Dylan. 

"HA? GAK GAK!!" sergah Aileen yang sebenarnya dalam hatinya ia membenarkan perkataan Dylan. Namun dirinya teralalu naif untuk mengakuinya.

"Udah ngaku aja,"

"Nggaa..." ucap Aileen dengan suara yang melemah. Sulit untuk mengakuinya.

"Ada hal yang harus aku selesain disini. Nanti kalo udah beres semua, aku janji kita ketemu secepatnya." Aileen mengangguk lemah tanpa sadar. Berharap janji Dylan benar-benar terwujud.

"Hmm, oke."

"Kamu mau liburann kemana? Ada ide? Biar aku siapin dari sekarang."

"Hmm, belum ada. Tapi sempet kepikiran beberapa hal, hehe." Aileen mengatakan bahwa dirinya ingin pergi ke sebuah pulau berhubung sekarang adalah musim panas. Sepertinya menyenangkan berlibur disana.

"Oke, bisa diatur kok semuanya."

"Haa gak usah dipaksa kalo gak bisa. Aku ketemu kamu juga udah cukup kok."

OOPS!!!

YAP! BODOH KAU AILEEN!!, Aileen merutuki dirinya sendiri.

"Tuhkan... Kangen kan.... HAHAHAHA"  Dylan terbahak di ujung telepon.

"Ih apaan si. Udah kamu urusin aja urusan kamu ya. Bye!" Iya biar cepet selesai, terus kita ketemu, batin Aileen meneruskan. Aileen memutuskan sambungannya sepihak. Membiarkan Dylan tertawa terhadap kebodohan dirinya.

***

"Sepertinya tugas kamu sudah hampir selesai," ucap Hanna pada Dylan. Mereka tengah berada di ruang keluarga di kediaman Dylan.

"Hmm, begitu?" Tanya Dylan memastikan kembali.

"Ya, kamu tinggal antar dia pulang."

"Pulang?" Dylan mengerutkan keningnya tidak mengerti dengan kata pulang yang dimaksudkan ibunya.

"Iya, antar dia bertemu ibunya."

Mata Dylan membelak. Mengantarnya bertemu ibunya? 

Dylan mengerutkan keningnya masih tidak mengerti dengan jalan pikir ibunya.

Ini gila.

Kenapa harus ia yang mengantar? Kenapa tidak ibunya saja yang menjemputnya?

Seketika kepala pening mengetahui perintah ibunya. Ya tuhan bagaimana mungkin, batin Dylan

Dylan menghela nafasnya. 

Baiklah. Mungkin ini sudah saatnya. 

Saanya dia melepas seseorang yang sudah mampu membuat jatuh ke lubang pesona. Yang sangat berpengaruh besar dalam hidupnya. Yang sudah membuatnya menjadu lebih baik dari sebelumnya. Dia seseorang yang memenuhi pikirannya setiap saat.

Mungkin ini jalan terbaik. Mereka belum ditakdirkan untuk bersama. Jadi, biarlah Dylan melepasnya untuk saat ini. Tapi suatu saat, ia yakin tuhan akan mempertemukan mereka kembali jika memang dia ditakdirkan untungnya.



***


Hallooo! Happy Eid Mubarak ya semua^^ Mohon maaf lahir dan batin.

Oke sampai juga cerita ini di part 22 ehehe. Author seneng sebentar lagi berakhir ini cerita. HEE^^

Always keep support with your votment!!

Maaf kalo banyak typo yeaah, author makin males ngedit wkwk--v





Be EnamoredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang