19. Tentang ikhlas

41 6 0
                                    

Seminggu telah berlalu, kondisi mama yang kini semakin membaik. Disamping tempat tidur mama Rain duduk dengan perasaan rindu yang menggebu, perlahan mata dengan sedikit garis halus itu membuka mengabsen setiap benda yang ada di sudut ruangan itu.

"Mama?? mama udah bangun? " Rain terlihat antusias, perasaan senang dan bingung kini bercampur aduk.

Dela yang melihat itu tersenyum tipis, sangat tipis sehingga tidak bisa disadari oleh Rain. Bagaimanapun seorang ibu tetaplah seorang ibu, ada sedikit rasa ingin memeluk putri satu satunya itu. Namun sayang, rasa bencinya lebih besar daripada rasa sayangnya.

Didalam ruangan itu hanya ada Rain dan Dela. Marvel sang kakak sedang berada diluar untuk mengangkat telpon.

"Mana Marvel?" Tanya dela dingin.

"Kak Marvel tadi keluar ma, angkat telepon"

"Panggilkan dia sekarang"

Tanpa berlama-lama Rain pergi meninggalkan dela untuk menyusul Marvel. Tak berselang lama Rain kembali diikuti Marvel dibelakangnya.

"Kak mama udah sadar kak" Tuturnya sambil tersenyum.

Marvel langsung menghampiri Dela dengan tergesa-gesa.

"Ma? apa yang mama rasain sekarang? ada yang sakit? mau Marvel panggilin dokter?"

"Gak usah nak, mama gapapa"

Rain merasakan kehangatan saat melihat interaksi antara Marvel kakaknya dan Dela mamanya.

"Rain" Panggil Dela.

"Iya ma?" Dengan sigap Rain menghampiri ranjang Dela.

"Bisa kamu keluar dari sini? saya gasuka kamu ada disini" Perintahnya dingin.

Hancur, hati Rain hancur rasanya dadanya tiba tiba sesak. Ekspektasi nya ketika mamanya bangun ia bisa memeluk erat mamanya namun sayang sekali ia lupa bahwa ia memang tidak diinginkan disini.

Rain terdiam, terkejut. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Selang beberapa detik, Dela kembali bersuara.

"Rain? Kamu dengar tidak?"

"Tapi kenapa ma? Rain kangen sama mama. Sebegitu menjijikannya kah Rain dimata mama?" Air mata Rain menetes bibirnya bergetar.

"Iya" Dengan nada sombong Dela menjawab.

Ah, lagi lagi seperti ini.

"Maaf" Setelah mengucapkan kata maaf Rain melarikan diri kearah pintu dengan sedikit isak tangis yang terdengar oleh Marvel dan Dela.

Sakit, hanya itu yang Rain rasakan saat ini. Sejujurnya Rain sudah mencoba untuk mengikhlaskan takdir yang diberikan semesta kepadanya, mungkin saja memang jalannya sudah seperti ini.

Kadang selalu berusaha memaknai hidup dengan ikhlas. Tapi sejujurnya setiap ada masalah, nyatanya tidak sesuai dengan yang terucap.

Nyatanya, kata ikhlas itu tak terlintas dengan mudah melainkan hanya berusaha walau dipaksa. Benar-benar terpaksa. Rasanya lelah sekali.

Rain pergi meninggalkan rumah sakit, ia pulang ke rumahnya, tidak. Tepatnya rumah mamanya.

Ia kembali ke kamarnya dan melakukan rutinitasnya, setiap malam selalu bertanya. 'Kenapa harus aku, aku juga bisa lelah'. Tapi lagi lagi dia hanya bisa berserah, membalut kembali lukanya yang mungkin akan sembuh meskipun bekasnya akan tetap ada.

Mungkin untuk hal-hal yang menyakiti, diri mampu memaafkan. namun tentang melupakannya, tidak mudah.

_______________________

KLANDESTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang