End.

1.6K 81 3
                                    

Langit kelabu di selimuti aroma rumput basah yang pekat, keheningan yang sunyi, hanya suara gemerisik daunan yang bergesek akibat terpaan angin terdengar lebih nyaring dari biasanya.
Haechan berdiri di sudut terjauh melihat gundukan tanah basah  dengan karangan bunga, orang orang membentuk lingkaran, satu persatu meletakkan rangkaian bunga begitu peti mati berwarna broken white itu  terkubur.

Haechan dapat merasakan tatapan orang orang. Tetapi yang dia hanya berdiri tampa riak yang tergambar di wajahnya.
Orang orang meninggalakan pemakaman satu persatu, karena mrmang tidak begitu banyak yang hadir, tidak butuh waktu lama hingga orang orang benar benar menghilang dari pandangan. Menyisakan Haechan, Mark dan  Sungchan. Untuk beberapa saat Sungchan masih berdiri disana sebelum memilih ikut pergi, dan menyisakan Haechan dan Mark sebagai orang terakhir yang masih bertahan.

Langkah demi langkah membawa haechan semakin dekat dengan gundukan yang dipenuhi Krisan putih segar itu. Sementara Mark masih berdiri di tempat memberikan waktu sebanyak yang Haechan butuhkan. Memandang pemuda itu tanpa melewatkan setitik pun sosok yang terlihat sangat berduka itu.

Haechan berdiri disamping pusara yang masih basah dihadapanya, hanya berdiri untuk waktu yang cukup lama. Mengingat setiap hal yang tiba tiba saja  terjadi tanpa bisa di hindari. Setiap hal yang terjadi melukai banyak orang dan akan menyisakan duka pada semua orang. Kesalahan yang terjadi dimasa lalu membuat luka pada orang orang yang tidal mengerti, dan tidak seharusnya menangung kesalahan dimasa lalu.

Genggaman tangan pada seikat bunga Anyelir merah menguat, memebuat buku jari jari Haechan memutih. Sebelum seikat buka itu ia letakkan di atas nah basah dihadapanya, terlihat sangat mencolok di hamparan Krisan putih yang bersih.

"Ayo kita kembali!" Haechan menoleh kearah samping. Mark tersenyum mencoba memberi kekuatan pada pemuda dihadapanya. Haechan menatap sekali lagi pada nisan dihadapanya sebelum berlalu dengan mark yang menuntunnya. Meningalkan Renjun yang sudah berbaring dua meter dibawah tanah yang dingin sendirian.
Jika bisa Haechan rela jika dia yang berbaring di dalam peti mati itu. Ini permainnya, rencana mereka Renjun hanya berada di tempat yang salah jika sejak awal ia tidak disini bersama Haechan, Renjun tidak akan ada didalam peti mati itu. Renjun hanya korban dari dendam yang terpupuk, mereka hanya memanfaatkan Renjun. Anak itu tidak seharusnya ada disana.
Ini salahnya membiarkan Renjun dan Sungchan ikut denganya. Harusnya Haechan melarang mereka untuk tinggal. Atau seharusnya Haechan tidak tidak datang dan menyebabkan banyak ketakutan pada orang orang.

"Apapun yang ada dikepala mu itu, berhenti! Kau tidak harus merasa bertanggung jawab pada duka orang lain." Kata Mark yang sejak tadi memperhatikan Haechan yang melamun sambil menatap keluar kaca mobil.
"Kau tidak mengerti!" Balas Haechan dengan sengit. "Kau tidak mengerti, karena kau terbisa menganggap nyawa orang lain tidak penting!"

Mark mengigit bibir bawahnya mersa jengah karena mereka kembali lagi pada pembahasan yang sudah puluhan kali mereka bahas sejak seminggu lalu. Mark menatap punggung Haechan yang menjauh begitu mobil berhenti di depan loby Hotel yang mereka tempati, meninggalkan mark yang masih duduk ditempat yang sama.

"Benar! Nyawa sipapun tidak penting bagiku!" Kata Mark begitu masuk kedalam Kamar dan menemukan Haechan sedang berusaha melepas jas hitam miliknya.
"Aku tidak perduli jika seseorang berguling di genakanan darah tepat dihadapanku selama dia tidak mengotori setelanku. Aku tidak perduli sama sekali apa yang terjadi pada mereka, selama mereka tidak mengusik hidup ku"

" Bagus teruslah hidup seperti itu" Haechan membalas dengan acuh tanpa menoleh dan masih sibuk menarik dari di lehernya.

"Aku bahkan tidak perduli jika ada 100 Renjun yang mati." Mark melihat Haechan menoleh kearahnya secepat bayangan setelah Mark menyingung Renjun. Mark bukan orang yang sabar, ditambah dia tidak pernah memiliki pengalaman menenangkan atau menghibur orang lain. Dua minggu ini adalah batas yang bisa mark tangani, menghadapi Haechan dalam mode berduka dan menyalahkan diri sendiri jelas bukan keahliannya, dan Mark sudah merasa cukup bangga bisa menahan diri selama dua minggu ini, tentu saja hanya untuk Harchan.

HAECHAN LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang