Indah tetaplah Indah di manapun dia berada. Meskipun kuliah berhubungan dengan kesehatan, tapi ketika berbelanja hampir semua makanan yang dibeli adalah camilan ber-MSG. Habisnya inilah tahun di mana hidupnya tidak terlalu diperhatikan oleh orang tua di rumah. Dulu, camilan seperti yang dipegangnya sekarang hanya bisa dimakan seminggu sekali. Sekarang walaupun dilarang, dia tetap bisa memakannya karena tidak ada yang mengawasi dari dekat.
Meskipun sekarang dia tinggal bersama kakaknya yang telah menikah, kakaknya itu tidak akan terlalu ambil pusing. Namun, Kak Akiya, nama istri kakaknya, pasti protes habis-habisan kalau melihatnya berbelanja camilan terlalu banyak seperti ini. Wajar saja, Kak Akiya adalah seorang dokter, dapat mandat langsung dari ibu mertua untuk memperhatikan kedua anaknya. Namun, menurut Indah, Kak Akiya tidaklah terlalu ketat terhadapnya, dan Indah suka itu. Bagaimanapun juga, dia tidak boleh berlebihan.
Indah mengecek jam di ponsel, ternyata hampir tiga puluh menit dia di minimarket. Tidak lama lagi Gie tiba di rumah kakaknya, dia harus segera bergegas. Setelah semua dirasa cukup untuk menemani diskusi mereka malam ini, Indah pun membayar belanjaannya dan keluar dari sana. Percayalah, setiap kali Indah berdiri di minimarket tepat di hadapan perempatan, dia akan berakhir bingung seperti sekarang. Andaikan saja tangannya tidak penuh kantong belanjaan, dan membawa mobil, pasti dia bisa menggunakan map saja. Beginilah jika sok-sokan ingin jalan sore.
"Bentar lagi magrib lagi. Tapi aku yakin, setelah jalan lurus, pasti belok kanan." Indah mulai misuh-misuh. Jalanan berkelok-kelok mulai dia salahkan. "Rumahnya gak jauh, kok, pasti dapat." Meskipun mencoba optimis, tapi lihatlah sekarang. Indah berakhir di depan gang kecil yang tidak dia kenali, atau mungkin dia sebenarnya pernah melewatinya.
"Ya tuhaaan, kenapa aku dilahirkan buta arah seperti ini," ringisnya. Indah meletakkan belanjaannya di jalan untuk sesaat, berniat mengecek map. Entah kesialan apalagi tiba-tiba ponselnya kehabisan baterai.
Indah ngomel-ngomel sendiri, menyalahkan dirinya yang tidak pernah memperhatikan baterai ponsel kecuali jika sudah mati. Dia melirik ke kanan dan kiri, mencoba memasuki gang sempit ini. Seingatnya memang ada beberapa gang sempit ketika hendak memasuki perumahan kakaknya.
"Mana buta arah, ke mana-mana pakai mobil, pakai map, sekarang milih jalan kaki. Indah, Indah, otaknya pintar tapi kadang gak guna, ceroboh."
Semakin jauh berjalan, yang Indah dapatkan malah suasana semakin sepi, hanya tembok-tembok rumah warga saja yang terlihat sedang menghimpitnya saat ini. Indah membuang napas kasar, berniat berbalik ke tempat semula. Tidak sulit karena dia hanya perlu jalan lurus. Namun, perjalanannya mendadak semakin mencekam ketika melihat dua orang cowok berjalan di depannya sambil senyum-senyum, bersiul. Indah merasakan tangannya mulai berkeringat, dan mulai cepat-cepat melangkah.
"Eits, cewek malam-malam dari sini mau ke mana?"
Tepat ketika melewati kedua cowok itu, Indah langsung memasang langkah seribu. Di depan matanya ujung gang terlihat, dia yakin jika berhasil keluar dari sini dia bisa leluasa terlepas dari orang asing di belakang yang turut mengejar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bugis Kamu Jawa: Bisakah kita bersama?
General Fiction"Aku akan jadi sastrawan hebat, dan menjemput kamu sesuai janjiku." Kata orang, jangan pernah percaya seratus persen pada janji karena tidak semua orang yang berjanji akan menepati. Namun, Indah selalu yakin, Gie tidak akan menyerah. Sama seperti di...