13 ; Rivalitas

21.5K 1.5K 21
                                        

__________

“Lo cinta pertama gue, Sha. Gue gak mau lo suka cowok lain lagi, gue takut.”

Arzhel menunduk, bahunya gemetar hingga merambat ke tubuh Brisha lewat genggamannya. Entah karena menahan suhu dingin malam ini, atau meredam rasa sesak yang meletup-letup.

“Sampai sekarang, gue masih suka sama lo. Biarpun gue tau lo cuma buka hati buat Jaziel.”

“Zhel, maaf—”

“Gue tau,” potong Arzhel mendongak. Kulit wajahnya memucat dengan bibir bergetar.

“Gue nunggu lo selama ini, Sha. Selain diri lo, gue gak butuh cewek lain.”

Brisha meneguk salivanya kasar, terasa seperti batu besar saat melintasi tenggorokan. Deretan pengakuan Arzhel barusan di luar prediksinya, Brisha pikir cowok itu benci padanya mengingat perlakuan dingin dan ketus yang diterima.

Tapi nyatanya, Arzhel menunggu Brisha selama ini? Memang waktu SD mereka pernah satu kelas bareng Jaziel, seingat Brisha hanya Jaziel lah anak yang mendekatinya dan berteman akrab.

Justru waktu itu, Arzhel yang diingat Brisha adalah anak cowok pendiam malas bersosialisasi. Bagaimana bisa Brisha jadi first love-nya? Aneh.

“Gak mungkin,” tepis Brisha masih denial.

“Lo salah orang kali, Zhel. Cinta pertama lo bukan gue, kan? Iya, kan? L-lo kayaknya salah cewek, deh. Ha-ha-ha.”

“Nunggu lo bilang? Aduh, mabok kecubung ya lo? Buahahaha!”

Brisha tertawa terpingkal-pingkal, memegang perutnya yang agak nyeri. Sudah cukup ia baper termakan bualan Jaziel, saat ini Arzhel terdengar berguyon dan omong kosong.

Sementara reaksi Arzhel, kedua alisnya menyatu heran.

“Jangan suka sama cewek kayak gue, Zhel. Lo gak pantes dapet parasit yang pernah nempel di hidup orang. Dan lagi, gue sempet manfaatin lo buat deket sama Jaziel. Jahat banget gak, sih. Haha.”

Puas tertawa, barulah Brisha tersenyum miris, sambil menggerakkan ayunan.

“Udah, sana pulang. Bisa berabe kalo ortu lo nyariin. Btw, gue gak marah diusir mereka, kok. Ke depannya mungkin gue nyari kost-kostan murah deket sini,” celoteh Brisha.

“Terus soal janji nikah— mmpph!”

Sebuah tangan misterius menarik Brisha mundur, membekap mulutnya sampai terseret menjauh lima meter dari posisi ayunan. Badan cewek itu dikunci, berusaha meronta tapi nihil tidak terlepas.

Arzhel berniat mendekat, sialnya, sekitar enam cowok bejat bak preman tiba-tiba muncul dari segala arah, mengurungnya tanpa cela. Ada yang bawa rantai, golok, balok kayu, juga tongkat baseball.

“Widih, malem-malem ngapel sama cewek. Gak doyan batang lagi, njing? Hahaha!”

“Si bangsat dapet hidayah keknya, sadar dosa numpuk kali.”

“Sepupu lo yang melambai kek boti itu mana, hah?! Kemaren malah kabur abis kite keroyok.”

Enam preman itu termasuk yang membekap Brisha, saling melempar sahutan dan tawa nyaring. Salah satu cowok pemegang golok yang mengunyah permen karet, menghampiri Arzhel dengan seringai licik.

Golok tersebut diangkat, ujungnya diarahkan ke leher Arzhel.

“Dari dulu sampe sekarang, muka lo minta dihajar. Kali ini, gue yang bakal menang. Lo mati di tangan gue, bangsat. Cih.”

Mulut Arzhel tetap bungkam, enggan merespons cowok berambut kuning di hadapannya. Ujung golok makin mendekat, seolah-olah bersiap mengiris kulit leher Arzhel hingga berdarah-darah.

Moonstruck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang