31 ; Ghosting

9.4K 735 37
                                    

__________

“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, silakan mencoba beberapa saat lagi.”

Klik!

“Nomor yang Anda tuju—”

Brisha membanting ponsel ke ranjang, muak mendengar suara operator yang berulang-ulang. Ratusan kali mencoba menghubungi kontak Arzhel, nihil, sudah empat hari cowok itu tidak aktif.

Setelah 'katanya' pergi ke China —untuk turnamen taekwondo —, tidak ada secuil pun kabar dari Arzhel. Sesibuknya dia bertanding, paling tidak mengabari telah sampai di negeri bambu itu.

Nahas, Arzhel seperti lenyap ditelan bumi. Saat ini, Brisha hanya bisa menggigit jempol, mondar-mandir di kamar dengan banyak pikiran. Cemas, jengkel, berpadu satu.

“Duh, udah sampe ke China belum, ya? Apa turnamennya udah mulai? Atau selesai? Tapi kata dia tujuh hari. Berarti sisa tiga hari lagi.”

Saking despresi, Brisha mengacak rambut hingga berantakan.

“Argghh, Arzhel! Lo kok gak aktif, sih? Gue jadi khawatir gak jelas, kan!”

Drrtt! Drrtt!

“Arzhel?!”

Cepat-cepat Brisha memungut ponselnya di kasur, wajah yang semula suram kini berseri. Tanpa pikir lama, segera ia menekan tombol hijau.

“Hufthh, akhirnya ... udah empat hari kamu gak aktif! Kenapa baru nelepon sekarang, Zhel? Aku panik tau! Gimana turnamen di China?”

“China pala kau. Ngapain gue ke sana?”

Senyum harap Brisha luntur perlahan, malah suara cewek yang didapat. Saat membaca nama kontak di layar, ternyata Jesslyn.

“Ck, gue kira Arzhel,” gerutu Brisha, mendengus sebal.

Tawa nyaring Jesslyn menggema dari seberang.

“Behahaha. Kasian, dighosting doi ke China.”

“Kampret. Lagian lo ngapain coba nelpon gue jam segini?!”

“Gabut aja. Btw, si Arzhel masih turnamen, ya? Tujuh hari kan di China?”

Brisha mengangguk lesu, duduk di tepi kasur. “Iya, empat hari gak dapet kabar. Nomornya juga gak aktif.”

“Dimatiin paling. Biar fokus sama pertandingan.”

“Awalnya gue mikir gitu, tapi .... ” Jeda sejenak, kepala Brisha berkedut pening.

“Gue punya feeling buruk. Takut aja.”

“Udah, buang jauh-jauh buruknya. Doain yang baik. Siapa tau pas balik si Arzhel juara satu.”

Mendengar nasihat Jesslyn yang menenangkan, degup jantung Brisha kembali normal. Pikirannya mendingin, mulai sedikit terkontrol. Bayang-bayang buruk sebisanya ia hilangkan.

Menarik napas, dan diembuskan.

“Sha, gue nganggur, nih. Lo kerja jadi pengurus panti, kan?”

“Iya. Kenapa?”

“Jam berapa berangkat? Ikut, dong. Pengen main hehe.”

Brisha memijit pelipisnya. “Entar sore.”

“Sip. Gue siap-siap dulu ya, say.”

Klik!

Sambungan diputus sepihak, ponsel itu Brisha banting lagi ke ranjang. Walaupun tadi sempat tenang, hatinya digerogoti gelisah. Mau berharap Arzhel baik-baik saja, pikirannya terus diserang hal-hal kurang nyaman.

Moonstruck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang