09 ; Pendekatan

25.3K 1.4K 17
                                        

__________

Bulu kuduk Brisha meremang, tergelitik oleh napas hangat Arzhel yang menerpa ceruk lehernya. Hidung cowok itu terus mengendus, meresapi aroma manis vanilla dari leher jenjang gadis yang sedang ditindihnya.

Dalam batin, Brisha mengutuk ucapan nyeleneh tadi. Andai ia tidak mengejek Arzhel belok, mungkin akhirnya tidak begini.

“Minggir, Zhel. Sesek tau,” cicit Brisha menahan napas.

Arzhel berhenti mengendus, kepala dijauhkan dari leher Brisha. Tatapannya menajam, mendengus sekilas, lalu bergegas turun dari kasur. Sedangkan Brisha buru-buru duduk membenarkan handuknya yang melorot.

“Maaf,” lontar Arzhel, duduk di tepi kasur dengan kepala tertunduk. “Gue kelepasan.”

“Ah, oke. Gue yang salah, kok. Sorry udah nyebut lo b-belok.” Brisha menggaruk rambutnya kikuk.

“Sekarang lo tau.”

“Apa?”

“Kalo gue masih normal,” imbuh Arzhel memijit pelipisnya pusing. Dia melirik Brisha, lalu menunduk lagi dengan pipi merah padam.

“Keluar, pake baju yang bener,” usirnya mengacak rambut sampai berantakan. Berdiri tegap, bergegas ke toilet sambil menyampirkan handuk di bahu.

Brisha yang ditinggalkan, mulai gigit bibir bawah panik. Padahal ini hari pertama tinggal bersama Arzhel, tapi kehidupannya terancam hanya karena satu kata nyeleneh.

Beruntung Arzhel tipikal cowok hati-hati dan punya pengendalian diri yang stabil. Kalau tidak, pasti detik ini Brisha disuruh angkat kaki.

“Hufthh, selamat,” gumamnya elus dada, sedikit melirik pintu kamar mandi pribadi Arzhel yang sudah tertutup.

Cepat-cepat Brisha beranjak, keluar dari kamar minimalis nuansa putih polos itu, sembari menjinjing hair dryer. Mungkin ini hari pertama dan terakhirnya tinggal di sangkar emas Arzhel.

🕊️🕊️🕊️

“Masih gak ada?”

Garis bergelombang di jidat Brisha tercetak, mengernyit heran saat mendatangi ruang makan. Tidak ada hidangan apa pun di sana, hanya keranjang buah kecil di tengah meja. Itupun cuma pisang, jeruk, dan apel.

Mustahil konglomerat begini, tidak punya ART yang mengurus isi rumah. Arzhel makan apa tiap hari? Meja makan bersih mengkilap.

“Hmm, daripada gue nganggur jadi beban, gue aja yang masak sarapan, deh,” gumam Brisha mantap.

“OI, ZHEL! TURUN! GUE BAWA MAKAN!”

Bukan, bukan Brisha yang berteriak. Melainkan suara bariton cowok yang tiba-tiba menyeruak. Refleks Brisha sembunyi di balik tembok, melotot lebar melihat Jaziel masuk ke ruang makan sambil menaruh tupperware biru di meja.

Hwaaa, Ayangkuuu!!!’

“Gak usah teriak, gue gak budeg,” gerutu Arzhel, terbalut kaos oblong putih baru turun tangga.

“Haha, sorry. Kirain masih turu lo,” gurau Jaziel menarik kursi. “Cepet sarapan, Mama bikinin gulai ayam. Sekalian gue juga sarapan di sini.”

Arzhel mengangguk singkat. Sebelum mendekat, dia mematung sejenak. Mengamati Brisha yang cengar-cengir mengintip di balik tembok menonton Jaziel.

Moonstruck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang