chapter 9

2.6K 177 13
                                    

Malam semakin larut, cuaca yang dingin membuat dua insan yang berada di atas kasur itu saling memeluk di bawah satu selimut yang sama. Deru nafas mereka terdengar seirama, begitu pula tangan yang tak henti hentinya menyapu surai gelap sang partner untuk menyalurkan rasa nyaman.

Sejak setengah jam yang lalu Hakemma dan Lajuna berpelukan, namun tak ada satupun dari mereka yang berniat untuk tidur meski kehangatan sudah menyelimuti mereka. Keduanya masih betah bergulat dengan pikiran masing masing.

Lajuna menggeliat pelan, mendusalkan wajahnya pada bidang dada milik Hakemma seperti anak kucing yang membuat sang empu merunduk untuk menatapnya. "Kenapa, Jun? Masih dingin?" tanya Hakemma sambil mengeratkan pelukannya.

Lajuna mendongak lalu menggeleng pelan, ia mengusap perutnya yang baru saja berbunyi. "Itu ... Laper, hehe." Lajuna menunjukan senyum lucu kepada Hakemma, si pemuda tan mengigit sekilas bibirnya. Mencoba menahan dirinya agar tak menghujani wajah Lajuna dengan kecupan basah.

"Mau makan atau lanjut tidur?" Hakemma kembali bertanya.

"Aku pengen sosis bakar." ujar Lajuna, Hakemma menjatuhkan rahangnya. Ia menoleh ke arah jam yang sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam. Hakemma kembali mengusap rambut Lajuna.

"Udah larut begini, emang masih ada yang buka?"

Lajuna mengangkat bahunya sebagai jawaban karena ia sendiri pun tak tahu masihkah ada gerai sosis bakar yang buka ketika larut seperti ini. Hakemma menghembuskan nafas pelan, ia mengulum senyum dan mengangguk kecil. "Yaudah, yuk cari dulu." ajak Hakemma.

Mata Lajuna seketika berbinar, si manis langsung melepas pelukannya dan melompat turun dari kasurnya untuk menyambar jaket miliknya. Hakemma yang melihatnya hanya menggeleng heran, tetapi juga merasa gemas sekaligus.

"Let's goo!" ucap Lajuna antusias sambil berlari keluar dari kamarnya.

Hakemma ikut menyusul, tak lupa mengambil kunci mobil dan ponselnya. Setelah keluar dari lift, mereka berdua berjalan di lorong gedung apartement yang sangat sepi, bahkan mereka hanya dapat mendengar suara langkah mereka saja.

Lajuna merapatkan dirinya pada Hakemma, pikirannya mulai melayang, mengingat hantu di film horor yang sempat ditontonnya bersama Hakemma. Sial, bulu halus Lajuna ikut merinding. Ia membayangkan ada sesuatu yang tiba tiba muncul dihadapan mereka.

"Kakak." gumam Lajuna.

Hakemma melihat Lajuna mulai ketakutan pun langsung merangkul pinggang Lajuna lalu menyandarkan kepala milik Lajuna ke dadanya tanpa menghentikan langkah mereka.

"Gak ada apa apa kok, tenang aja." tutur Hakemma sambil mengusap kepala Lajuna yang dibalut oleh tudung jaketnya. Lajuna menggeleng pelan, tangannya meremat kaus yang digunakan oleh Hakemma.

"Takut."

"Kalo gitu tutup aja matanya." saran Hakemma, tangannya pun menutup mata Lajuna sambil menuntun tubuh itu kearah basement gedung yang lebih gelap dan horor dibanding lorong tadi. Lajuna hanya pasrah sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Hakemma.

Hakemma membukakan pintu mobilnya. "Masuk gih." titahnya. Buru buru Lajuna memasuki mobil milik Hakemma. Lajuna membuka matanya ketika mendengar deru mesin mobil yang dinyalakan. Ia menoleh kearah Hakemma yang terlihat biasa saja.

"Kakak gak takut?" tanya Lajuna polos.

Hakemma tertawa pelan, ia mencubit pipi Lajuna karena gemas. "Enggak dong. Gue mah pemberani." Hakemma menyombongkan diri untuk menggoda Lajuna. Terdengar decakan pelan dari di manis.

Hakemma kembali fokus pada jalanan yang sudah lenggang dan sepi. Penerangan pun terlihat sedikit redup karena banyak gedung gedung dan juga toko pinggir jalan yang sudah tutup, mengingat sekarang tengah malam.

Edelweiss [HYUCKREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang