chapter 12

2K 176 7
                                    

Setelah kembali berdebat cukup alot bersama Lajuna, akhirnya Hakemma berhasil memaksa Lajuna untuk ia antar pulang. Tak ada percakapan sama sekali, bahkan atmospir di dalam mobil terasa sangat berat dan kaku. Keduanya sama sama tak memiliki niat untuk mencari topik, Lajuna juga terlihat fokus memandangi pemandangan dari jendela.

Hakemma menghentikan mobilnya ketika sampai di depan gedung apartement milik Lajuna. Si manis membuka pintu dan berniat untuk keluar, namun suara berat milik Hakemma menginterupsi atensinya.

"Kita bisa usai disini kalo lo mau."

Lajuna menoleh sesaat dan tak menjawab, ia hanya mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya melenggang begitu saja meninggalkan Hakemma. Hakemma memandangi punggung Lajuna yang kian menjauh sebelum akhirnya menghilang termakan jarak.

Pemuda berumur dua puluh empat tahun itu menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya pelan sebelum akhirnya kembali menjalankan mobilnya, tetapi bukan untuk pulang ke kediamannya, entah kemana tujuannya Hakemma sendiri pun tak tahu.

Mobil berwarna hitam itu melaju kencang membelah sepinya jalanan kota, menimbulkan suara bising dengan angin yang cukup kuat mengingat seberapa cepat mobil itu melaju tanpa arah. Hakemma sesekali melirik kursi disampingnya, mengingat bagaimana wajah girang Lajuna ketika ia mengizinkan pemuda itu untuk menikmati suasana kota tempo hari lalu.

'Pada akhirnya, kita yang terlalu egois hanya untuk mendapatkan kebahagiaan semu ketika kita sudah memiliki kebahagiaan yang sempurna. Luka yang akan datang itu ternyata tengah menyamar sebagai harapan yang manis.' Hakemma membatin.

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul tiga dini hari, Hakemma menghentikan mobilnya ketika ia sampai pada sebuah pantai. Ternyata ia terlalu jauh, tetapi Hakemma tak peduli. Saat keluar dari mobilnya, tubuh Hakemma langsung diterpa oleh angin laut yang begitu dingin, suara deburan ombak juga memenuhi indra pendengarannya begitu juga aroma laut yang menyegarkan.

Hakemma mendekati pembatas dan menyandarkan tubuhnya disana. Matanya terpejam erat menikmati suasana menenangkan, namun sayangnya pikirannya tetap kacau. Hakemma mengacak surainya frustasi.

"Lo terlalu egois, Hakemma. Selalu egois." racaunya. "Gak seharusnya lo maksa dia yang jelas jelas masih punya tambatan hati, lo juga masih punya Sofia, brengsek!! Sampe kapan lo bakal jadi bajingan pengecut kaya begini?!!" marah Hakemma pada dirinya sendiri.

Kepalanya terasa sangat pening hingga pandangan Hakemma sedikit mengabur. Hakemma menatap lautan lepas yang terlihat gelap, hanya biasan cahaya bulan yang menerangi laut tersebut.

"Apa lo sadar seberapa cantik mata lo bersinar mata lo saat tatap gue, Jun?" Hakemma berbicara sambil menatap ke arah Sang Bulan. Seakan akan benda raksaksa tersebut merupakan Lajuna. "Apa binar mata lo itu bukan berarti cinta? Tapi cuma sekedar salah satu keindahan yang ada di diri lo?"

"Lo gak akan pernah ngerti seberapa jatuh jiwa gue buat diri lo. Seharusnya lo tau. Gue terlalu egois kalo ungkapin semuanya disaat lo punya orang lain, orang yang lebih dulu buat lo jatuh hati. Dan kenapa juga gue harus jatuh buat lo, bajingan?!! Lo bikin gue hampir gila, Lajuna!!" frustasinya, Hakemma mengusap kasar wajahnya, ia menghembuskan nafas berat.

Ingin sekali ia mengungkapkan semua yang mengganjal pada hatinya malam ini juga. Padahal Hakemma sudah berencana akan memeluk tubuh mungil itu sepanjang malam hingga sinar matahari mengusik tidur mereka, namun ternyata hal tersebut hanya menjadi angan. Tak seharusnya ia ikut marah ketika Lajuna salah mengartikan ucapannya.

Pemuda manis itu masih cemburu yang membuat suasana hatinya masih tak stabil. Harusnya Hakemma tak secara sengaja membuat Lajuna cemburu, seharusnya Hakemma tak mendiami Lajuna, dan seharusnya ia tak mengajak Lajuna untuk memutuskan hubungan bersama kekasih mereka masing masing.

Edelweiss [HYUCKREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang