Suasana yang mulanya sepi tiba tiba diisi oleh suara gerungan motor diikuti oleh angin mengingat seberapa kencang motor hitam itu melaju membelah jalanan. Lajuna memeluk tubuh Hakemma erat erat, bukannya merasa takut dengan kecepatan di atas rata rata, Lajuna malah merasa tenang. Seakan semua bebannya terbang terbawa oleh angin yang menerpa mereka.
Hakemma memelankan laju motornya, dapat ia rasakan jika Lajuna kembali melepaskan pelukannya dan beralih memegang erat bahu Hakemma. Lajuna membuka visor helm-nya, merasakan angin malam menyapu wajahnya.
"Kakak kereeenn!!!" seru Lajuna antusias. Hakemma terkekeh pelan, ia menghentikan motornya tepat di sebuah taman kecil. Tak jauh dari sana terdapat minimarket dan beberapa cafe yang terlihat cukup ramai.
"Beli makanan dulu, yuk. Nanti kita duduk disini." ajak Hakemma. Lajuna mengangguk, ia mencoba menuruni motor Hakemma yang tinggi itu, Hakemma sedikit memiringkan motornya agar Lajuna tak kesulitan untuk turun.
Setelah berhasil turun, Lajuna memegangi pinggangnya. "Uuhh sakit pinggang ..." keluh Lajuna, ia tertawa lucu. Hakemma mengulum senyum, tangannya terulur untuk membantu Lajuna membuka helm yang masih membungkus kepalanya itu.
"Kakak sering ke sini?" tanya Lajuna sambil memperhatikan sekitar setelah helm yang memberatkan kepalanya itu terlepas, surainya terlihat berantakan karena helm tersebut. Hakemma membuka helm dan sarung tangannya lalu mengangguk pelan.
"Sering. Kamu suka?" tanya Hakemma sambil membenarkan surai Lajuna.
"Suka apapun itu, asal sama Kakak hehe."
"Lucu banget sih, Cil."
Hakemma mengulurkan tangannya sambil menatap manik cantik Lajuna, sementara Lajuna menatapnya bingung. Setelah mendapatkan isyarat, akhirnya Lajuna mengangguk paham dan menggenggam tangan Hakemma dengan malu malu.
Mereka berjalan sambil bergandengan tangan ke arah minimarket, mengabaikan pandangan orang orang yang bermacam macam. Lajuna bersemu merah, ia merapatkan dirinya pada Hakemma membuat si pemuda tan terkekeh pelan karena gemas.
Hakemma juga mengecup punggung tangan Lajuna yang membuat sang empu semakin merah padam. Mereka memasuki minimarket, Hakemma langsung mengambil keranjang dan menarik tubuh Lajuna untuk mengikuti langkahnya.
"Kamu mau makan apa, Cil? Ambil aja apapun yang kamu mau." ucap Hakemma sambil memilih makanan ringan. Lajuna terlihat bingung menatap rak rak makanan tersebut.
Jika ditanya ingin apa, rasanya Lajuna ingin membeli semuanya. Hidup memanglah sebuah pilihan, tetapi jika disuruh memilih makanan atau minuman di minimarket, Lajuna malah tak dapat memutuskan pilihan apapun.
"Eumm ... Aku bingung." gumam Lajuna.
Hakemma terkekeh pelan lalu menunjuk beberapa makanan ringan. "Kamu suka yang manis manis, kan? Ambil semua." titah Hakemma. Mau tak mau Lajuna mengambil semua yang dintunjuk oleh Hakemma dan memasukannya ke keranjang yang dipegang oleh Hakemma.
Mereka berjalan menuju rak yang lain, Hakemma kembali memilah dan Lajuna-lah yang mengambilnya. Lajuna sedikit khawatir karena keranjang yang dibawa oleh Hakemma hampir saja penuh mengingat banyak sekali makanan yang mereka beli. Terlebih semuanya merupakan makanan kesukaan Lajuna, bukan Hakemma.
Lajuna menatap Hakemma. "Kebanyakan gak sih? Apa lagi yang manis semua. Bukannya Kakak gak suka manis?" tanya Lajuna, Hakemma menggeleng pelan, ia pun mengulum senyum. "Masih kurang, ayo, kamu mau makanan apa lagi?" tanya Hakemma kepada Lajuna.
Lajuna pun berpikir keras untuk memilih makanan yang mungkin akan disukai oleh Hakemma juga, akhirnya beberapa bungkus snack pedas pun menjadi pilihannya, mengingat Hakemma menyukai makanan pedas dan gurih. Setelah dirasa cukup, Hakemma menarik tangan Lajuna pelan untuk menuju tempat dimana minuman berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [HYUCKREN]✔️
Fanfic[⚠️ BEBERAPA PART MENGANDUNG UNSUR DEWASA] Kurangnya afeksi dari kekasihnya membuat Lajuna merasa begitu jenuh dengan hubungannya. Geandaru-kekasihnya itu terlalu sibuk dengan urusannya sendiri hingga terkadang melupakan Lajuna yang membutuhkannya. ...