chapter 15

2K 155 5
                                    

Jalanan kota terlihat sangat padat membuat kemacetan pun tak terelakkan, ditambah lagi dengan cuaca panas dan polusi udara yang terlihat dimana mana membuat Lajuna menghembuskan nafas berat. Kini ia terduduk pada kursi sebuah Cafe sambil menatap pemandangan diluar yang membuat kepalanya semakin pening itu.

Kursi depan Lajuna diduduki oleh seseorang yang membawa nampan berisi pesanan mereka. Tangkas menyodorkan pesanan Lajuna lalu bersandar pada kursi tanpa berniat menyantap makanannya. Mereka sudah memasuki ujian semester yang membuat mereka semakin sibuk berkutat dengan tugas masing masing dan mempelajari materi yang ada.

Selama itu pula Lajuna jarang berhubungan dengan Geandaru ataupun Hakemma. Mereka sama sama sibuk mengurus tugas masing masing, bahkan Geandaru kembali mengacuhkannya. Lajuna mengerutkan bibirnya, rindu sekali rasanya dengan dua pemuda berbeda kepribadian itu.

Tangkas yang memperhatikan ekspresi Lajuna pun menghembuskan nafas berat, "gak usah galau terus, toh lo juga lagi sibuk." ucap Tangkas memecah keheningan diantara mereka. Lajuna semakin cemberut lalu berdecak pelan.

"Ck, gak mood!" keluh Lajuna

Ia pun menyantap makanannya cukup kasar membuat Tangkas terkekeh pelan dan ikut menyantap makanannya. Sesekali Tangkas melirik ke arah Lajuna yang makan sangat lahap seperti orang kelaparan, jangan lupakan pipi yang mengembung lucu itu.

"Makannya pelan pelan aja kali." tegur Tangkas.

Lajuna mendengus tanpa berniat menjawab teguran Tangkas, suasana menghening sejenak sebelum akhirnya Tangkas kembali memecah keheningan. "Juna." panggil Tangkas pelan.

"Eumm?"

"Gue mau tanya sesuatu tapi nanti kalo udah selesai makan." katanya tanpa menatap ke arah Lajuna. Si manis hanya mengangguk paham.

Menit pun berlalu, akhirnya keduanya menyelesaikan acara makan siang mereka. Lajuna membersihkan bibirnya menggunakan tisu sedangkan Tangkas hanya memandangi Lajuna dengan tatapan yang sulit diartikan. Lajuna yang sadar diperhatikan pun berdeham pelan.

"Lo mau tanya apa, Ta?" Lajuna memecah keheningan, Tangkas menghela nafas sesaat lalu mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat pada Lajuna.

"Jun, lo tau kan kalo kita ini udah sahabatan dari kecil, dan lo juga tau betul kalo lo bener bener udah gue anggap sebagai adek gue sendiri. Gue sayang banget sama lo sampe rasanya gue gak rela lihat lo lecet sedikitpun. Gue gak akan biarin siapapun lukain lo, Juna." tutur Tangkas membuat Lajuna terkesiap sesaat dengan pipi yang bersemu.

"Tapi bukan itu yang mau gue bahas. Gue mau tanya sama lo, dan gue harap lo jawab jujur. Gue gak akan marah atau pojokin lo soal ini, tapi lo juga punya hak buat bersuara atau engga, jadi gue juga gak terlalu maksa." lanjutnya. Lajuna mengerutkan dahinya bingung, sepertinya Tangkas akan membahas hal yang serius.

Bahkan manik gelap itu menatap mata Lajuna sangat dalam seakan tengah menyelami pikiran Lajuna melalui tatapan mereka. Lajuna mengangguk ragu, ia mempersiapkan diri untuk hal apa yang ditanyakan oleh Tangkas kepadanya. Terbesit dikepalanya bahwa Tangkas akan menanyakan soal hubungannya.

"Jun, lo ada hubungan lebih sama Hakemma, kan?" tanya Tangkas pelan.

Lajuna membeku, benar dugaannya. Haruskah Lajuna menjawab jujur atau memilih sikap egoisnya untuk terus berbohong kepada Tangkas, sahabatnya? Lajuna berkecamuk dengan pikirannya, netranya bergerak gusar menghindari tatapan Tangkas yang entah mengapa terkesan menuntut bagi Lajuna.

Melihat keterdiaman dan kegusaran Lajuna, Tangkas pun menjauhkan tubuhnya lalu menghembuskan nafasnya secara berlebihan. Ia menyeruput minumannya seperti sudah tak berniat lagi untuk membahas hal yang terlanjur ia tanyakan.

Edelweiss [HYUCKREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang