Ekspektasi Qila terhadap rumah Adnan hancur sudah saat mobil yang dia naiki berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah berlantai dua. Qila tidak bisa menahan rasa kagumnya terhadap rumah tersebut dan membuat Adnan yang duduk di sisinya tersenyum kecil.
"Kamu suka sama rumahnya?" tanya pria itu dan Qila langsung mengangguk pelan.
Perlahan wajahnya menoleh, menatap sang suami yang juga memperhatikannya. "Apa nggak kegedean buat tempat tinggal kita?"
"Nggaklah, saya kan pengen punya banyak anak sama kamu, jadinya kita harus punya rumah yang besar biar semuanya bisa masuk."
Ngomong-ngomong tentang anak, mereka saja belum melakukan hubungan seksual, tetapi Adnan sudah memikirkan tentang keturunan.
"Apaan sih, Mas," cicit Qila sembari memukul pelan lengan suaminya dan langsung dibalas tawa oleh pria itu.
"Saya anak satu-satunya, kamu juga kan? Saya tau rasanya jadi anak tunggal itu seperti apa, jadinya saya mau kita punya anak yang banyak."
Qila tersenyum mendengar ucapan Adnan, mereka memang sama-sama anak tunggal dan mereka mengerti rasanya kesepian. "Semoga aja ya, Mas."
Sebelum mengakhiri pembicaraan, Adnan mendekatkan bibirnya ke arah telinga Qila dan membuat istrinya itu sedikit kebingungan.
"Iya, yang terpenting kita harus ngelakuin 'itu'"
Menanggapi ucapan mesum sang suami, Qila kembali melayangkan pukulan ke tubuh Adnan sehingga pria itu mengaduh kesakitan sembari mengusap bagian yang istrinya pukul. "Sakit, Qil."
"Biarin! Lagian mesum banget sih!"
Adnan tertawa puas melihat wajah kesal sang istri, pria itu kemudian keluar dari mobil, lalu memutari kendaraan pribadinya itu untuk membukakan pintu Qila. "Silakan tuan putri."
"Apaan sih, Mas. Lebay banget."
Di saat keduanya tengah bercanda, pekerja di rumah Adnan langsung bersiap menyambut majikan juga istrinya yaitu Adnan dan Qila. Mereka berdiri rapi di depan pintu masuk rumah.
Semua ada 10 orang, empat di antaranya adalah pembantu yang mengurus tentang kebersihan rumah dan pakaian. Selanjutnya ada dua pembantu yang mengurus dapur termasuk makanan juga bahan dasarnya. Lalu, ada dua pekerja yang mengurus taman dan tanaman. Dua pekerja terakhir adalah satpam yang menjaga rumah Adnan dan Qila.
Sepasang suami istri itu kemudian berjalan masuk ke dalam rumah mereka dan Adnan memperkenalkan satu persatu pekerja yang ada. Qila yang memiliki ingatan buruk hanya dapat menganggukkan kepalanya agar Adnan dapat dengan cepat menyelesaikan perkenalannya.
"Udah semua kan aku jelasin?" tanya Adnan di akhir pembicaraan dan Qila menganggukkan kepalanya.
Mengalihkan pandangannya dari Qila, Adnan kemudian menatap satu persatu pekerja yang ada di rumahnya sembari berbicara. "Nah sekarang saya mau kenalin istri saya ke kalian. Nama dia Aqila Aurellia, kalian bisa panggil dia dengan nama Qila."
Semua pekerja di rumah Adnan nampak mengangguk serempak tanpa suara. Sang pemilik rumah kemudian menatap istrinya dan menggenggam tangan perempuan itu dengan erat.
"Saya mau, kalian jaga istri saya dengan baik. Beberapa hari nanti akan ada pekerja lain yang bertugas untuk menjaga Qila dan ada juga sopir pribadi untuk istri saya. Jadi tolong kerja samanya."
Mata Qila membulat sempurna saat mendengar ucapan suaminya. Namun, dia menahan keinginannya untuk berbicara pada pria itu sampai mereka berada di kamar.
"Mas kok nggak cerita kalau ada yang bakal jagain aku?" tanya Qila meminta penjelasan. Menurutnya, pekerja di rumah Adnan sudah terlalu banyak dan perempuan itu tidak mau menambah beban suaminya.
"Emangnya kenapa? Kamu nggak suka?" tanya balik Adnan yang langsung membuat Qila menganggukkan kepalanya. "Kenapa? Ada masalah?"
"Mas nggak pernah berubah ya," cicit Qila sebelum ikut duduk di atas kasur, tepat di sisi kanan suaminya.
Melihat hal itu, tubuh Adnan bergerak agar dapat terhadapnya dengan istrinya. "Maksud kamu apa?"
"Aku nggak suka Mas ngehambur-hamburin uang begini. Pekerja di rumah ini sudah banyak banget, kenapa harus kamu tambahin sih?"
Qila tidak habis pikir dengan keputusan suaminya, salah satu hal yang dia benci adalah kebiasaan Adnan membuang uang untuk hal yang kurang penting.
"Kalau kamu emang nggak mau ada tambahan pekerja di rumah ini, berarti kamu harus siap tinggal di rumah tanpa keluar sama sekali. Kecuali sama saya."
Wajah Qila langsung menoleh menatap Adnan dengan dahi menyatu. "Apa? Kamu nyuruh aku tinggal di sini tanpa boleh kemana-mana?"
"Iya."
"Kamu posesif banget sih, Mas!" bentak Qila dengan kesal. Lalu, perempuan itu mencoba untuk pergi. Namun, Adnan menahannya.
"Ini semua demi kebaikan kamu."
"Kebaikan apa sih? Kamu pikir aku bakal kenapa kalau keluar rumah?"
Adnan menghela napas setelah mendengar pertanyaan dari istrinya. Ada sesuatu yang perlu untuk dia rahasiakan, tetapi Qila sepertinya tidak memahaminya.
"Oh, aku paham. Kamu mau ngurung aku di sini, biar aku nggak macem-macem?" tanya Qila lagi. Wajah perempuan itu terlihat begitu menantang, apalagi setelah dia melipat kedua tangannya di depan dada.
"Maksud kamu?"
"Iya, biar kamu bisa enak ngapa-ngapain di luar rumah. Tapi, aku enggak!"
Qila berjalan pergi meninggalkan Adnan yang masih duduk di atas kasur. Baru hari pertama menyandang status sebagai suami istri, keduanya malah terlibat pertengkaran yang tidak ada habisnya.
Ingin rasanya Adnan mengejar Qila dan memberi istrinya itu penjelasan. Namun, ponselnya tiba-tiba berbunyi karena dia memiliki pekerjaan yang perlu diselesaikan. Biarlah dia sendiri dulu, aku harus pergi ke kantor.
Keputusan Adnan yang pergi ke kantor tanpa menemui Qila ternyata menjadi keputusan yang amat dia sesali. Alasannya karena istrinya itu tidak mengizinkan Adnan untuk masuk ke kamarnya sendiri saat pulang bekerja.
"Qil, tolong bukain," ucap Adnan untuk kesekian kalinya. Pria itu benar-benar lelah memohon di depan pintu kamarnya, tetapi Qila tak kunjung menjawab atau membuka pintu berbahan baja tersebut.
"Qil, saya tau, saya salah. Tapi, tolong izinin saya masuk. Saya capek."
Permohonan yang terdengar menyedihkan itu berhasil mengetuk hati Qila yang sedari tadi hanya diam mendengar suara Adnan dari dalam kamar mereka. Perlahan, kakinya melangkah dan memutar kunci yang sedari tadi terpasang di pintu.
Saat pintu kamar itu terbuka, Adnan langsung meraih tubuh Qila dan memeluknya dengan erat. Berkali-kali pria itu meminta maaf kepada istrinya. Dia benar-benar menyesal. "Maaf ya, Sayang. Saya nggak bermaksud untuk ninggalin kamu, tapi ... ."
Jari telunjuk Qila dengan cepat berpindah ke bibir Adnan sehingga suaminya itu berhenti berbicara. Dia sedikit kasihan melihat kondisi Adnan karena ulahnya. "Udah, nggak usah dijelasin. Aku paham kok."
"Makasih ya sudah ngertiin saya."
"Iya, Mas."
Sebenarnya perasaan kesal masih menghantui Qila sekarang, tetapi melihat kondisi suaminya yang begitu letih, dia menahan diri untuk tidak membuat masalah yang ada semakin besar.
***
Jumkat : 1015
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Diuji Sikap Si Istri Kecil
Romance-Naskah FTV Series 3.0- Seperti ucapan orang kebanyakan tentang masa awal pernikahan, begitulah kehidupan pernikahan Adnan dan Qila. Setiap hari ada saja hal yang membuat keduanya bertengkar dan saling mendiamkan. Ditambah lagi, sikap kekanakan Qila...