5

12 2 0
                                    

Istriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Istriku

Mas, ini orang yang mau
jagain aku sudah datang.

Pesan singkat inilah yang membuat Adnan langsung pulang ke rumahnya, dia benar-benar khawatir pada istrinya karena tau jika orang yang datang ke rumahnya bukanlah suruhan Aryo.

Dengan dada yang masih naik turun, Adnan mencari sang istri yang ternyata tengah berada di taman belakang rumah mereka.

Di sana, Qila sudah disandera dengan dua orang yang datang mengaku sebagai suruhan Aryo.

"Lepasin aku!"

Teriakan Qila membuat Adnan dan para penjaganya ikut berlari menuju suara tersebut. Sesampai di taman, mereka menemukan Qila tengah disandera dengan salah satu orang yang memeluknya dari belakang.

Tangan orang itu memegang pisau yang bersiap menembus leher Qila jika bergerak lebih.

"Mas! Mas Adnan!" teriak Adnan dengan air mata yang terus turun. Melihat hal itu, hati Adnan terasa sakit dan takut jika sang istri kenapa-kenapa.

Para penjaga Adnan langsung mengeluarkan senjata mereka dan bersiap untuk menembak penyandera Qila. Namun, Adnan meminta mereka untuk menahan diri.

Dengan langkah pelan, Adnan mendekati dua orang yang menyandera istrinya. Terlebih dahulu dia mendekat ke arah perempuan yang memegang pistol dengan tangan bergetar.

"Saya tau kamu takut sekarang, jadi lebih baik menyerah saja," bisik pria itu yang membuat perempuan tersebut melirik ke arah pria yang tengah menyandera Qila.

"Jangan! Jangan takut!" ucapnya dan perempuan yang dibisiki Adnan kembali menegakkan tangannya.

"Kalian tentu tau siapa saya dan kalau kalian macam-macam. Hidup kalian dan keluarga kalian pasti akan terancam."

Nada suara Adnan yang tenang tidak membuat kedua orang yang menyandera istrinya ikut tenang, detak jantung mereka malah semakin berpacu layaknya tengah berlari sangat kencang.

"Bagaimana? Apa kalian tidak mau menyelesaikannya sekarang? Saya akan beri kalian apapun yang kalian mau. Asal kalian lepaskan istri saya."

Keheningan terasa setelah Adnan memberi tawaran kepada kedua orang tersebut. Setelah mereka saling bertatapan cukup lama, Qila dilepaskan dan langsung didorong ke arah Adnan yang tanpa ragu memeluknya dengan erat.

Setelah sang istri bersamanya, suara tembakan saling bersautan dan Adnan langsung menutupi telinga Qila.

Layaknya film laga, kedua orang yang menyandera Qila tadi langsung terkapar di lantai setelah mendapat banyak tembakan di tubuh mereka.

"Urus mereka," lontar Adnan sebelum menarik Qila untuk masuk ke dalam rumah mereka.

Qila amat terkejut dengan apa yang terjadi sebelumnya, dia tidak pernah mengalami kejadian gila seperti tadi dan membuat perempuan itu ketakutan.

Sejak sore, Qila tidak beranjak dari kasur dan terus menerus tidur. Sang suami yang melihat kondisi aneh itu langsung menemani Qila di atas kasur.

"Qil, kamu nggak pa-pa kan?" bisik Adnan setelah memeluk Qila dari belakang.

Perlahan Qila membuka matanya dan memegang erat tangan Adnan yang melingkar di perutnya. Tatapan kosongnya mengarah ke depan dengan perasaan yang masih gelisah.

"Mas," panggil Qila yang membuat sang suami semakin mendekat ke arahnya.

"Iya, kenapa, Qil?" tanya Adnan dan Qila meluruskan tubuhnya sehingga kini dia tidur dengan terlentang. Wajah perempuan itu kemudian menoleh ke arah Adnan yang masih memeluknya.

"Mereka, mereka udah nggak ada ya? Mas, udah bunuh mereka?" tanya Qila dengan hati-hati. Dia sendiri masih takut jika mengingat kejadian sore tadi, tetapi juga penasaran dengan apa yang terjadi.

"Iya, mereka udah nggak ada," jawab Adnan singkat dan Qila langsung menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami.

"Kenapa Mas bunuh mereka?" tanya Qila lagi dengan diiringi isak tangis.

"Mereka sudah jahat sama kamu sayang, mereka harus tau akibatnya."

"Tapi kan ... ."

Jari telunjuk Adnan mendarat di bibir Qila yang membuat perempuan itu menghentikan ucapannya. Adnan tidak mau istrinya berpikiran buruk sehingga dapat menghancurkan mentalnya. "Sudahlah, tidak usah dipikirin lagi. Mending kamu istirahat sekarang."

Tidak ingin memperpanjang masalah yang berakibat pertengkaran dengan sang suami, Qila pun menyerah dan mengikuti perintah Adnan untuk istirahat.

Setelah gagal menjaga Qila, semua pekerja di rumah Adnan mendapatkan makian dari pria itu yang sebelumnya tidak pernah berkata kasar.

"Pekerjaan kalian semua nggak ada yang beres! Jaga Qila aja nggak bisa! Pokoknya kalian semua saya pecat!"

Keputusan tiba-tiba Adnan membuat Qila terkejut dan langsung mendatanginya. Perempuan itu kemudian memegang lengan Adnan dan mengayunkannya pelan. "Ih, jangan gitu Mas."

Adnan menoleh dan menatap sang istri yang tengah cemberut. Qila mendongak menatap Adnan yang jauh lebih tinggi darinya. "Mas jangan pecat mereka, mereka nggak salah kok. Aku yang salah, aku yang salah suruh mereka ninggalin aku."

"Maksud kamu?" tanya Adnan yang tidak bisa memahami ucapan sang istri.

"Iya, kemarin aku minta mereka nggak ngikutin aku biar aku bisa bicara sama dua orang itu. Tapi ternyata ... ."

Nada suara Qila merendah diakhir pembicaraan dan sengaja menggantungnya. Ada yang mengganjal di benaknya sehingga tidak melanjutkan pembicaraannya itu.

Adnan yang memahami situasi tersebut kemudian menarik Qila ke dalam pelukannya. "Udah, nggak usah dipikirin lagi," bisik Adnan sembari mencium kepala Qila dan mereka akhirnya menjadi pusat perhatian.

Mata Adnan menjelajah dan memperhatikan para pekerjanya yang langsung mengalihkan pandangan mereka. Dengan masih memeluk Qila, pria itu berucap, "karena Qila, saya maafin kalian semua. Tapi, kalau kejadian kemarin terulang lagi, saya nggak akan maafin kalian bahkan saya juga bisa menghancurkan keluarga kalian."

Setelah itu Adnan dengan cepat membawa Qila yang tengah menangis menuju kamar mereka. Di sana, Adnan kembali menenangkan istri dengan berbagai ucapan lembut.

"Udah dong sayang, jangan nangis lagi. Saya nggak bisa liat kamu nangis begini," bisik Adnan sembari mengusap punggung Qila yang bergetar.

Wajah Qila yang sebelumnya menunduk kini mendongak, menatap sang suami yang terlihat turut bersedih. "Aku minta maaf ya, Mas."

Adnan menggeleng pelan dan kembali menarik Qila ke dalam pelukannya. Entah kenapa, dia selalu ingin memeluk istrinya itu dan merasa nyaman ketika bersamanya. "Kamu nggak salah kok, jadi nggak usah minta maaf."

Setelah cukup lama menenangkan Qila, Adnan akhirnya dapat membuat istrinya tenang dan beristirahat. Walau sang istri sudah tertidur pulas, mata Adnan masih terus memperhatikannya.

Adnan merasa gagal menjadi seorang suami untuk Qila dan bersiap melakukan sesuatu untuk istrinya itu. Tangan pria itu merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel dari sana.

Jarinya dengan lihai mengetik beberapa huruf dan menekan gambar telepon setelahnya. Menyadari jika telepon itu sudah tersambung, Adnan langsung menaruh ponselnya di telinga kanan. "Cepat cari penjaga untuk Qila. Jika bisa, malam ini harus dapat!"

Menurut Adnan, Qila begitu berharga baginya. Selain nenek perempuan itu menitipkan Qila padanya, tetapi perasaan Adnan semakin berkembang sehingga takut jika istrinya kenapa-kenapa.

***

Jumkat : 1018

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang